Carl Gustav Jung
Carl Gustav Jung (Swiss: karl gʊstaf jʊŋ, Carl Gustav Jung 26 Juli 1875 – 6 Juni 1961) adalah seorang psikolog yang berasal dari Swiss, ia yang merintis dan mengembangkan konsep psikologi analitik atau psikoanalisis.[21] Pendekatan Jung terhadap psikologi yang khas dan membawa pengaruh yang luas di bidang tersebut terjadi karena konstruksi konsep pemahamannya tentang "psikhe" atau kepribadian melalui eksplorasi ke dalam konteks mimpi, seni, mitologi, agama serta filsafat.[22] Bagi Jung, kepribadian merupakan kombinasi yang mencakup perasaan dan tingkah laku manusia, baik di dalam keadaan sadar maupun tidak sadar sehingga kepribadian seseorang dibentuk oleh banyak aspek. Meskipun ia terkenal sebagai seorang psikolog teoretis dan praktis dalam sebagian besar masa hidupnya, ia juga turut berkarya dalam bidang filsafat Timur dan filsafat Barat, alkimia, astrologi, sosiologi, juga sastra dan seni. Jung juga menekankan pentingnya keseimbangan dan harmoni.[23] Eksplorasinya ke dalam bidang-bidang tersebut semakin menguatkan pemahamannya bahwa manusia modern yang terlalu banyak mengandalkan sains dan logika perlu terintegrasi dan apresiatif terhadap dunia bawah sadar karena mereka tidak butuh pengembangan logika tetapi juga spiritualitas.[24] Latar belakangCarl Gustav Jung adalah anak laki-laki tunggal dari Paul Jung. Ayah Jung adalah seorang pendeta Gereja Protestan yang melayani di sebuah pedesaan di kota kelahiran Jung.[22] Ibunya bernama Emilie Preswerk Jung. Keluarganya termasuk kelas menengah ke atas dan berpendidikan. Oleh karena itu, Jung memiliki pemikiran yang eksentrik berkat pengetahuan yang juga dibagikan oleh anggota keluarganya.[23] Ayah Jung mengajarinya bahasa Latin ketika ia berusia enam tahun.[23] Pengajaran yang diberikan oleh Ayahnya inilah yang menjadi awal tumbuhnya minat Jung dalam bidang bahasa dan sastra sehingga Jung bertumbuh dalam minat pengembangan pengetahuan bahasa-bahasa Eropa Barat Modern. Ia pun tercatat dapat membaca dan menerjemahkan beberapa bahasa kuno, termasuk Sanskerta. Di samping itu, Jung juga menerima warisan ajaran agama yang baik dari ayahnya, sehingga kemudian Jung memiliki minat besar terhadap masalah keagamaan.[23] Inilah yang mempengaruhi konsep psikologinya Kristus dan psikologi tentang Protestan dan Katolik.[23] Penelitian ilmiah Jung di bidang psikologi berawal setelah ia mengundurkan diri sebagai dosen di Fakultas Kedokteran di Universitas Basle dan mulai surat menyurat dengan Sigmund Freud sekitar tahun 1900-an. Pada tahun 1907, ia berjumpa langsung dengan Freud di Wina.[22] Perjumpaan itu menginspirasi Jung untuk berkarier dalam bidang psikologi.[22] Kekagumannya dengan Freud baik pemikiran dan cara bertemannya, membuat Jung kemudian membangun dan mengoordinasi perkumpulan Freud di Zurich, karena Freud akan menjadi panutan untuk para pegiat psikologi muda lainnya pada tahun yang bersamaan.[23] Oleh karena kualitas diri Jung, maka ia kemudian dipercaya untuk mengoordinasi kongres psikologi international tahun 1908 dan berhasil melaksanakannya, sehingga tiga tahun kemudian Jung terpilih sebagai ketua Persatuan Psikologi Internasional (IPS) untuk yang pertama kalinya.[22] Ada sebuah masa yang sangat penting bagi Jung, karena mempengaruhinya dalam membangun teori-teori psikologi yang relevan pada zaman itu, yakni Perang Dunia I.[25] Di masa ini, Jung sadar bahwa pengaruh agama dan ritual dalam kehidupan individu sangatlah penting guna merendam situasi dan kondisi yang ada. Masa ini menjadi titik balik baginya untuk kembali menggumuli penelitian terdahulunya. Setelah peristiwa itu usai, Jung melakukan perjalanan ke beberapa belahan dunia yang dihuni suku-suku primitif di Amerika dan India.[22] Dia mulai menarik diri dari kehidupan publik setelah istrinya meninggal tahun 1955.[25] Setelahnya, C.G. Jung pun meninggal pada tanggal 6 Juni 1961 di Zurich.[23] Kiprah dalam Ilmu PsikologiPerubahan fokus Jung yang mendalami dunia psikologi diinspirasi oleh penyelidikan Freud.[26] Temuannya mengkonfirmasi banyak ide Freud, dan, untuk jangka waktu lima tahun (antara 1907 dan 1912), ia adalah kolaborator erat Freud. Dia memegang posisi penting dalam gerakan psikoanalisis dan secara luas dianggap sebagai penerus yang paling mungkin bagi perkembangan psikoanalisis.[27] Tapi ini bukan hasil dari hubungan mereka. Sebagian karena alasan temperamental dan sebagian karena perbedaan sudut pandang, kolaborasi yang utuh.[28] Pada tahap ini, Jung berbeda dengan Freud sebagian besar atas desakan yang terakhir pada basis kajian seksual neurosis. Ketidaksepakatan serius terjadi pada tahun 1912 yang ditandai dengan terbitnya karya Jung berjudul Wandlungen und Symbole der Libido (Psikologi Ketidaksadaran, 1916), yang bertentangan dengan banyak ide Freud. Meskipun Jung telah terpilih sebagai presiden International Psychoanalytic Society pada tahun 1911, ia mengundurkan diri daripada tahun 1914.[29] Konsep terkemuka Jung yang melampaui Freud adalah pembedaan dua kelas orang menurut sikapnya: ekstraversi (outward-looking) dan introversi (inward-looking).[30] Kemudian dia membedakan empat fungsi pengetahuan — pikiran, perasaan, sensasi, dan intuisi — yang dominan dalam diri setiap individu. Jung juga memandang mimpi sebagai sesuatu yang luar biasa dan fantasi yang kuat karena intensitasnya yang tidak biasa.[29] Oleh karena itu, mimpi bersifat simbolik sehingga tidak dapat secara gamblang dan mudah dipahami karena intensi personal yang terkandung di dalam karakteristiknya.[31] Jung juga tidak sependapat dengan Freud mengenai seksualitas.[29] Dia percaya libido bukan hanya energi seksual, tetapi juga energi psikis yang umum sehingga itu juga berfungsi untuk memotivasi individu dalam sejumlah cara penting, termasuk hal spiritualitas, intelektualitas, dan kreativitas.[32] Bahkan, libido dalam perspektif Jung merupakan sumber motivasi individu untuk mencari kesenangan dan mengurangi konflik.[33] Perbedaan lainnya antara Jung dan Freud tampak dalam konsep ketidaksadaran kolektif (atau transpersonal). Ketidaksadaran kolektif Jung ini adalah kontribusinya yang paling orisinal dan kontroversial dalam teori kepribadian. Kontribusinya ini menyoal tingkat ketidaksadaran yang juga dimiliki manusia lainnya yang terdiri dari ingatan laten dari masa lalu leluhur dan proses evolusi.[34] Menurut Jung, pikiran manusia memiliki karakteristik bawaan yang “tercetak” padanya sebagai hasil evolusi. Kecenderungan-kecenderungan universal ini berasal dari masa lalu leluhur manusia. Ketakutan akan kegelapan, ular dan laba-laba mungkin menjadi contoh, dan menarik bahwa gagasan ini baru-baru ini dihidupkan kembali dalam teori prepared condition.[31] Setelah banyak mengkritik karya-karya Freud, ia dengan sengaja membiarkan aspek dirinya berfungsi lagi dan memberikan sisi irasional dari sifat bebasnya. Pada saat yang sama, ia mempelajarinya secara ilmiah dengan membuat catatan rinci tentang pengalaman anehnya.[29] Dia kemudian mengembangkan teori bahwa pengalaman-pengalaman ini datang dari area pikiran yang dia sebut sebagai ketidaksadaran kolektif, yang dia pegang dibagi bersama oleh semua orang.[22] Konsepsi yang banyak diperebutkan ini dikombinasikan dengan teori arketip yang dipegang Jung sebagai hal mendasar dalam studi psikologi agama. Dalam istilah Jung, arketip adalah pola naluriah, memiliki karakter universal, dan diekspresikan dalam perilaku dan gambar.[35] Konsep Psikologi Carl Gustav JungSetelah berkarya dalam perkembangan dunia ilmu psikologi, Jung mengembangkan konsep psikologi yang sangat berpengaruh hingga saat ini, yakni yang paling kontroversial adalah psikoanalisis.[25] Psikoanalisis adalah teori yang menegaskan bahwa seluruh aspek kepribadian individu mengalami perkembangan yang holistik.[22] Sederhananya, kepribadian setiap orang sejatinya mengalami proses evolusi.[25] Jung melandasi teorinya pada gagasan bahwa terdapat dua level dalam psyche, yakni kesadaran dan ketidaksadaran. Kesadaran merupakan pengalaman yang bersifat personal sedangkan ketidaksadaran berkaitan dengan keberadaan masa lalu.[31] Di titik ini, Jung sampai pada kesimpulan bahwa psyche andil membentuk dan mengubah kepribadian dan kepribadian tercipta melalui sebuah proses evolusi psyche yang kompleks dan mutual.[22] Oleh karena itu, di dalam proses evolusi psyche terdapat beberapa tingkatan: 1. Kesadaran Kesadaran merupakan proses yang melibatkan ego. Cakupan ego adalah nalar, logika, perasaan, dan ingatan. Ego adalah kesadaran individu atas diri sendiri dan ego mengontrol normalitas harian individu. Ego bekerja dalam cara-cara yang terukur dalam kesadaran yang terwujud melalui ekses rangsangan.[36] Lebih lanjut Jung mengkategorikan ego ke dalam dua jenis sikap, yakni introvert dan extravert yang saling mempengaruhi dan membentuk kepribadian individu.[37] Introvert memuncak pada pikiran dan perasaan sendiri, sedangkan extravert melibatkan dunia luar dan orang lain. Setiap individu memiliki kecenderungan atas kedua sikap itu, namun tetap ada dominasi yang tampak melalui ekses rangsangan masing-masing.[38] 2. Ketidaksadaran pribadi Ketidaksadaran pribadi merupakan proses yang melibatkan pengalaman.[36] Terdiri dari semua pengalaman yang dilupakan, yang kehilangan intensinya karena beberapa faktor, utamanya hal-hal yang tidak menyenangkan.[37] Jung menyebut Kompleks (Complex) sebagai kumpulan pengalaman (emosional, perpetual, sensual) yang tersimpan dalam ketidaksadaran tersebut dan punya pengaruh besar terhadap ego sehingga membentuk pola perilaku spontan.[38] 3. Ketidaksadaran kolektif Ketidaksadaran kolektif merupakan kebalikan dari ketidaksadaran pribadi yang penekanannya ada pada pengalaman individual.[36] Cakupan dari ketidaksadaran kolektif ini adalah ingatan terpendam individu dan leluhurnya yang berupa arketip dan insting sehingga mengontrol pola perilaku. Cakupan tersebut berkembang dan secara aktif mempengaruhi pikiran, emosi, dan tindakan individu.[37] Ketidaksadaran kolektif inilah juga yang mengatur pikiran, emosi dan tindakan individu terhadap kepercayaan agama, mitos, serta legenda. Di dalam ketidaksadaran kolektif juga terdapat persona, shadow, anima dan animus, dan self yang merupakan arketip yang membentuk pola perilaku individu di tengah masyarakat.[38]
Bagi Jung, persona adalah topeng yang dipakai individu sebagai mekanisme pertahanan diri terhadap tuntutan-tuntutan keseharian ketika berhubungan dengan orang lain.[36] Topeng ini meliputi banyak sekali peran yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan rutin.[39]
Jung mengartikan shadow sebagai bagian terdalam dan tergelap manusia. Shadow mencerminkan insting hewani yang diwariskan oleh moyang pra-manusia.[37] Oleh karena itu, shadow keluar dalam pola perilaku yang bermacam-macam, seperti perasaan ingin merusak diri sendiri, keinginan untuk menghancurkan orang lain atau alam. Akan tetapi, terdapat juga sisi positifnya, seperti pengampunan terhadap masalah yang extraordinary.[40]
Jung menilai baik pria dan perempuan memiliki komponen seksual yang berlawanan. Tanpa disadari, setiap pria memiliki segi feminim, seperti halnya setiap perempuan memiliki kualitas maskulin.[36] Penilaian ini muncul karena terdapat variasi hormon di antara keduanya. Itulah anima, yakni komponen feminis pada pria yang dihasilkan oleh pengalaman-pengalaman yang dimiliki pria terhadap perempuan.[38] Juga animus, yakni komponen maskulin perempuan yang dihasilan lewat pengalaman-pengalaman bersama pria.[41]
Jung menandai self sebagai cerminan perjuangan manusia ke arah kesatuan.[36] Self dikonsepkan sebagai energi yang memiliki kemampuan untuk merealisasikan, atau yang disebut Jung sebagai jalan individuasi. Individuasi merupakan proses dimana seseorang menjadi dirinya sendiri yang unik.[38] Oleh karena itu, self adalah titik nadir kepribadian yang mempersatukan dan menyeimbangkan ketiga arketip lainnya. Karya ilmiahBerikut ini adalah karya ilmiah Jung berupa 12 buku yang diwariskan guna pengembangan teori dan praktik psikoanalisis dalam ilmu psikologi. 12 buku ini adalah yang familiar ketika berbicara tentang konsep dasar psikologinya. Daftarnya adalah sebagai berikut:
Referensi
|