Cao Zhi
Cao Zhi (ⓘ; Hanzi: 曹植; 192 – 27 Desember 232),[b] nama kehormatan Zijian (Hanzi: 子建) dan dikenal dengan nama anumerta Pangeran Si dari Chen merupakan seorang pangeran dari Cao Wei pada Zaman Tiga Negara di Tiongkok, dan seorang sastrawan unggul pada masanya. Gaya puisinya yang sangat dihormati pada masa Dinasti Jin dan Dinasti Selatan dan Utara, kemudian dikenal sebagai gaya Jian'an. Ia merupakan salah satu putra bungsu Cao Cao, seorang panglima perang dan politikus yang bangkit pada Akhir Dinasti Han dan membangun pondasi negara Cao Wei. Saat Cao Cao masih hidup, ia bersaing dengan Cao Pi untuk menjadi penerus Cao Cao yang berakhir dengan kemenangan Cao Pi. Karena persaingan tegang antara keduanya, Cao Zhi dikucilkan dari pemerintah setelah Cao Pi menjadi kaisar Cao Wei. Pada kemudian hari, ia masih saja dikucilkan oleh kaisar berikutnya, Cao Rui, walaupun Cao Zhi mengirimkan banyak petisi untuk bekerja untuknya. Kehidupan awalPutra ketiga dari Cao Cao dan Permaisuri Bian, Cao Zhi lahir pada 192. Menurut Catatan Sejarah Tiga Negara, Cao Zhi bisa menghapal Shijing, Analek Konfusius dan lebih dari sepuluh ribu ayat-ayat puisi sebelum ia menginjak usia 20 tahun. Keahlian sastranya membuat Cao Cao menjadikannya sebagai putra favoritnya pada masa awal kehidupannya. Ia menikah dengan Nyonya Cui dari klan Cui dari Qinghe, seorang keponakan perempuan dari Cui Yan. Karakter dan kegagalanNamun, Cao Zhi tidak dikenal sebagai orang yang disiplin dan terburu nafsu. Dia juga seorang yang bisa mabuk berat. Di sisi lain, kakaknya Cao Pi tahu bagaimana bersikap pada saat yang tepat. Cao Pi juga memiliki hubungan dekat dengan banyak pejabat yang melayani Cao Cao, dan begitu Cao Cao bertanya kepada pejabatnya siapa yang harus jadi penerusnya, mereka menjawab Cao Pi. Pada 217, Cao Cao sendiri memutuskan untuk menunjuk Cao Pi sebagai penerusnya. Ini semakin memperburuk perilaku eksentrik Cao Zhi. Ia pernah mengendarai keretanya di sepanjang jalan yang diperuntukkan bagi kaisar dan melewati Gerbang Sima (司马门), gerbang depan istana. Hal ini membuat marah ayahnya, yang memerintahkan agar kusir kereta itu dieksekusi. Perilaku istrinya juga sama terburu nafsunya. Nyonya Cui tertangkap oleh Cao Cao menggunakan baju yang sangat ekstravagan dan lebih superior dibandingkan statusnya, melanggar aturan adat. Ia dipaksa untuk membunuh diri. Ia memakai pakaian seperti putri mahkota (atau istri putra mahkota) yang dianggap sebagai penghinaan bagi Cao Pi dan Nyonya Zhen setelah urusan warisan telah selesai, jadi ia dibunuh untuk menghentikan oposisi apapun.[4] Setelah menunjuk pewarisnya, Cao Cao mulai mengambil tindakan untuk melemahkan kontestan lain. Ia memulai dengan membunuh teman dan penasihat pentingnya, Yang Xiu karena Yang Xiu mengacaukan perintah Cao Cao selama kampanye militer Hanzhong. Kematian Yang Xiu membuat Cao Zhi khawatir, tetapi ia masih belum sadar diri. Malah, kemabukannya semakin parah setelah Yang Xiu dihukum mati. Pada 219, jenderal Cao Cao, Cao Ren dikepung di Fancheng (樊城) oleh Guan Yu. Untuk membantu Cao Ren, Cao Cao menugaskan Cao Zhi untuk bertugas sebagai bala bantuan bagi Cao Ren, dengan harapan bahwa Cao Zhi bisa menjadi orang yang bertanggung jawab. Namun, Cao Zhi terlalu mabuk hingga tidak menyadarkan diri sehingga ia tidak datang menerima perintah itu. Cao Cao murka dan menyerah. Beberapa bulan kemudian, Cao Cao meninggal dunia. Hal pertama yang dilakukan oleh Cao Pi adalah menyingkirkan Ding Yi (丁儀) dan Ding Yì (丁廙), dua pendukung kuat Cao Zhi. Dia juga mengirim Cao Zhi, bersama saudara-saudaranya yang lain, keluar dari ibu kota ke daerah pedesaan dan mengasingkan mereka ke pedesaan, dan melarang mereka mengambil bagian dalam isu-isu politik utama. DikucilkanProspek pekerjaan Cao Zhi tidak membaik setelah Cao Pi meninggal pada Juni 226. Ia mengirimkan banyak surat kepada kaisar kedua Cao Wei, Cao Rui dengan tujuan melamar pekerjaan yang sesuai dengan bakatnya. Ia juga meminta untuk melakukan pertemuan dengan Cao Rui secara pribadi untuk mendiskusikan politik. Namun, Cao Rui enggan bertemunya, karena ia masih menganggap Cao Zhi sebagai ancaman bagi takhtanya[5] dan kemudian menolak seluruh tawaran. SastraWalaupun ia gagal sebagai seorang politisi, Cao Zhi adalah sastrawan ulet dan puisinya menjadi salah satu contoh perwakilan gaya sastra pada masanya. Bersama dengan ayahnya Cao Cao dan kakaknya Cao Pi, ketiganya dikenal sebagai "Tiga Cao". Puisi-puisi mereka menjadi tulang punggung apa yang kemudian dikenal sebagai gaya puisi Jian'an (建安風骨). Perselisihan sipil yang terjadi pada masa Akhir Dinasti Han memberikan gaya puisi Jian'an ciri khasnya bernada serius namun menggugah hati, sementara ratapan atas kefanaan hidup juga menjadi tema sentral karya-karya pada periode ini. Dari segi sejarah sastra Tiongkok, puisi Jian'an merupakan peralihan dari lagu daerah awal menjadi puisi ilmiah. Walaupun Jian'an merupakan nama era masa pemerintahan Kaisar Xian dari Han dari 196 sampai 220, puisi-puisi karya Cao Zhi dapat dikategorikan sebagai dua zaman dengan tahun 220 dijadikan pemisahan. Puisi Cao Zhi yang dibuat sebelum tahun 220 memiliki sifat optimis dan romantis. Namun, kegagalan politiknya setelah ayahnya meninggal pada 220 menciptakan karya puisinya yang memiliki nada yang sedih pada masa akhir hidupnya. Lebih dari 90 puisi karya Cao Zhi masih ada hingga saat ini, lebih dari 60 di antaranya merupakan puisi lima karakter (五言詩). Mereka dijunjung tinggi karena pengaruhnya yang signifikan terhadap perkembangan puisi lima karakter di masa-masa selanjutnya. Kumpulan puisi Cao Zhi dan karya sastra lainnya yang terlengkap adalah Chen Si Wang Ji (陳思王集, Kumpulan Karya Raja Si dari Chen), yang disusun pada masa Dinasti Ming. Salah satu puisi Cao Zhi yang paling terkenal adalah Di Atas Kuda Putih. Ditulis pada tahun-tahun awal hidupnya, puisi tersebut menggambarkan seorang pejuang muda yang tanpa rasa takut menjawab kebutuhan negaranya dan mencerminkan aspirasi Cao Zhi sendiri untuk berkontribusi pada zamannya.
Terjemahan oleh Wu Fusheng dan Gradham Hartill Selain puisi di atas, puisi terkenal karya Cao Zhi adalah Ayat Tujuh Langkah atau sering diterjemahkan sebagai Sajakan Tujuh Langkah. Namun, puisi ini diduga bukan karyanya karena puisi ini muncul di Shishuo Xinyu, sebuah kumpulan anekdot ahistoris. Lihat pulaCatatan kaki
Referensi
|