Istilah anomean berasal dari kata Yunaniἀ(ν)- (an-) yang berarti 'tidak' dan ὅμοιος (omoios) yang berarti 'serupa', dan oleh karena itu juga berarti 'lain' atau 'tidak sama'. Pada abad ke-4, masa pemerintahan Kaisar Konstantius II, istilah tersebut dipakai untuk menyifatkan para pengikut Aesius dan Enomius. Istilah heterousian berasal dari kata Yunani ἑτεροούσιος (heterooúsios) yang berarti 'berlainan hakikat', gabungan kata ἕτερος (héteros) yang berarti 'lain' dan kata οὐσία (ousía) yang berarti 'hakikat'.
Kaum Semiarian mengutuk kaum Anomean di dalam Konsili Seleukia. Kaum Anomean membalas dengan mengutuk kaum Semiarian di dalam Konsili Konstantinopel dan Sinode Antiokhia, menghilangkan kata ὅμοιος (omoios) dari rumusan Ariminium maupun Konstantinopel, dan menegaskan bahwa Sang Sabda bukan saja berlainan hakikat dengan Sang Bapa melainkan juga berlainan kehendak dengan Sang Bapa, sehingga sejak saat itu mereka disebut ἀνόμοιοι (anomoioi).
Pada abad ke-5, seorang presbiter Anomean bernama Filostorgius menulis sejarah Gereja versi Anomean.[2]
Penganut ternama
Aesius, pengasas tradisi Anomean, kemudian hari menjadi uskup (tahun 361–?).[3][4]
Teodulus, Uskup Khairetapa (dari tahun ? sampai sekitar tahun 363) dan Uskup Palestina (dari sekitar tahun 363 sampai sekitar tahun 379).[5][6]
Enomius, Uskup Kizikus (tahun 360–361) yang diasingkan (dari tahun 361 sampai sekitar tahun 393).[4][7]