Sepat
Sepat adalah nama segolongan ikan air tawar yang termasuk ke dalam genus Trichopodus (sebelumnya ditempatkan dalam genus trichogaster[2][3]), anggota famili gurami (Osphronemidae). Ikan ini ditemukan di perairan tawar Asia Tenggara. Ikan ini berkerabat dekat dengan ikan dalam genus Trichogaster (sebelumnya bernama Colisa). Anggota spesies dari kedua genus tersebut memiliki sirip perut yang panjang seperti benang (dikenal sebagai "peraba" dalam perdagangan akuarium) yang digunakan untuk merasakan lingkungan. Namun, spesies Trichopodus memiliki dasar sirip punggung yang lebih pendek, dan ketika dewasa secara seksual ukurannya jauh lebih besar, dengan yang terbesar yakni sepat siam (T. pectoralis) dapat mencapai panjang lebih dari 20 cm.[5] Di Indonesia, ikan ini lebih dikenal sebagai ikan konsumsi, meskipun beberapa jenisnya diperdagangkan sebagai ikan hias.[5] Sepat rawa (T. trichopterus) dengan beberapa varian akuariumnya, masing-masing dikenal dengan nama dagang berbeda, mungkin merupakan ikan osphronemidae akuarium yang paling umum. Salah satu spesiesnya yakni sepat siam, adalah salah satu dari lima ikan air tawar budidaya terbaik di Thailand.[6] EtimologiNama Trichopodus terdiri dari kata Yunani Kuno θρίξ (thríx, artinya "rambut") dan πούς (poús, artinya "kaki"). Jenis-jenisnya[7]
KegunaanIkan sepat memiliki nilai ekonomi yang tinggi, terutama sebagai sumber protein di daerah pedesaan. Selain dijual dalam keadaan segar di pasar, ikan sepat kerap diawetkan dalam bentuk ikan asin, bekasam dan lain-lain, sehingga dapat dikirimkan ke tempat-tempat lain. Beberapa daerah yang banyak menghasilkan ikan sepat olahan di antaranya adalah Jambi, terutama dari Kumpeh dan Kumpeh Ulu; Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan.[9][10] Karena kegunaannya itu, sepat, terutama dari jenis T. pectoralis dan T. trichopterus, banyak diintroduksi ke mana-mana sebagai ikan konsumsi. Dan sebagai akibat kemampuan adaptasinya yang tinggi, ikan-ikan itu segera meliar dan berbiak di perairan bebas. Introduksi T. pectoralis ke Danau Tempe di Sulawesi tahun 1937 sedemikian berhasilnya, sehingga dua tahun kemudian ikan ini telah mendominasi 70% hasil ikan Danau Tempe.[11] Rujukan
|