Menurut kitab Kakawin Nagarakretagamapupuh XIII dan XIV, berikut adalah daerah-daerah yang diakui sebagai taklukan atau bawahan Majapahit (disebut sebagai mañcanagara). Negara-negara taklukan di Jawa tidak disebut karena masih dianggap sebagai bagian dari "mandala" kerajaan.
Nama-nama di bawah ini adalah berdasarkan sumber naskah, baik dari Majapahit maupun naskah Melayu serta sumber Cina, namun sedikit bukti fisik yang tersisa mengenai pengakuan suatu daerah atas kekuasaan negara itu.
Wilayah mancanegara atau luar negeri disebut pada Nagarakretagama pupuh 15 bait 1. Selain itu, pada pupuh 83 bait 4 dan 93 bait 1 disebut tempat-tempat yang menjadi asal para saudagar dan cendekiawan.[15]
Menurut Irawan Djoko Nugroho, wilayah dari dalam tabel diatas dari Syangka sampai Kamboja disebut Desantara. Arti etimologisnya adalah "segala penjuru, seluruh angkasa, daerah lain, negara lain". Hubungan antara Majapahit dengan Desantara disebut kachaya, yang berarti "terkena cahaya". Ini diartikan sebagai dilindungi atau dinaungi. Istilah "wilayah dilindungi" dalam tatanegara modern disebut sebagai wilayah protektorat.[19][20]
Yang berbeda sendiri adalah Yawana, sebagaimana dikatakan anyat i yawana mitreka satata (yang lain adalah Yawana yang merupakan sekutu tetap).[21][22] Kern dan Pigeaud menganggap Yawana adalah Annam, tetapi mencatat bahwa Yawana adalah istilah Sanskerta untuk Yunani (Ionian), yang digunakan orang India untuk merujuk pada orang barbar. Kern mencatat orang India menyebut orang Muslim sebagai Yawana. Menurut Pigeaud, agak tidak mungkin Yawana merujuk pada orang Muslim. Ia menganggap Yawana sebagai Annam, karena pada waktu itu raja-raja Annam sangat kuat dan sangat aneh jika meminta perlindungan kepada Jawa.[15] Nugroho menolak pendapat ini, karena Nagarakretagama dibuat tahun 1365, dan kekuatan Champa melebihi Annam (yang waktu itu merujuk pada Dai Viet). Majapahit yang mengalahkan Mongol tidak mungkin memiliki sekutu tetap yang lemah. Selain itu, Annam dalam bahasa Jawa kuno memiliki nama sendiri yakni Koci (sekarang disebut Cochinchina untuk membedakannya dari Kochi di India). Koci berasal dari bahasa Cina Jiāozhǐ, dalam bahasa Kanton Kawci, dan disebut Giao Chỉ di Vietnam. Oleh karena itu, Yawana lebih tepat diartikan sebagai Arab.[23][24][25]
Wilayah Jambudwipa, Cina, Karnataka, dan Goda secara kolektif disebut Dwipantara. Daerah ini disebut mendapat kebaikan raja sehingga wajar kemudian mereka ditarik upeti. Kebaikan yang dilakukan Majapahit pada Dwipantara memiliki latar belakang dari perang Jawa dengan Mongol. Mongol berusaha menguasai perdagangan laut Asia, dan direspon oleh Jawa (Singhasari pada waktu itu) dengan blokade perdagangan Asia Tenggara terhadap Mongol. Daerah Dwipantara datang menghadap ke Majapahit dipimpin oleh para pendeta mereka. Pada pupuh 93.1 para pendeta membuat syair pujian bagi Maharaja Majapahit. Hubungan antara Dwipantara kepada Majapahit adalah sumiwi (mengabdi).[26] Duta-duta yang dari India dan Cina datang bersama pedagang, dan berperan dalam stabilisasi hubungan politik dan ekonomi.[27]
Menurut catatan lain
Menurut prasasti Jayanegara II
Prasasti Tuhañaru/Jayanagara II, berasal dari tahun 1245 Saka/1323 Masehi, mencatat aneksasi wilayah di luar Jawa:
... seperti bulan yang membuka kembang tunjung-jantung dari perkampungan segala orang baik-baik; yang membinasakan segala musuh; seperti matahari yang melenyapkan kegelapan pada waktu malam hari, yang digembirakan Wipra dan Satria, yang berbahagia dapat bertegak nama penobatan raja, berbunyi: Iswara Sundarapandyadewa, ...
Menurut H.B. Sarkar, gelar raja Jayanegara ini menandakan bahwa Majapahit memegang kekuasaan tinggi (suzerainty) atas raja Pandia di India Selatan.[28]
Berdasarkan Kidung Sunda pupuh 1 bait 54b dan 65a, kekuasaan Majapahit meliputi Palembang, Tumasik (Singapura), Sampit, Madura, Bali, Koci (Cochinchina, Vietnam), Wandan (Banda, Maluku Tengah), Tanjungpura (Kalimantan) dan Sawakung (Pulau Sebuku).[30]:20, 23[31]
Menurut Kidung Harsa-Wijaya
Kidung Harsa Wijaya mencatat wilayah Majapahit di luar Jawa antara lain Bali, Tatar, Tumasik, Sampi, Gurun, Wandan, Tanjung-pura, Dompo, Palembang, Makasar, dan Koci.[32]
Menurut naskah Calon Arang
Kisah Calon Arang disebutkan dalam beberapa manuskrip, aslinya ditulis pada era Jawa klasik (sebelum jatuhnya Majapahit pada tahun 1527). Manuskrip-manuskrip yang ada menyebut Malaka, sebuah kesultanan yang berdiri antara tahun 1400 sampai 1511 M. Manuskrip yang bertahan sebagian besar ditemukan di Bali dengan tanggal setelah 1500 Masehi. Wilayah yang disebutkan adalah:[33][34]
Buku Suma Oriental karya Tomé Pires yang ditulis tahun 1515 mencatat bahwa Jawa (Majapahit) memerintah sejauh Maluku di sisi timur dan sebagian besar sisi barat Nusantara; dan hampir seluruh pulau Sumatra berada di bawah kekuasaannya dan juga menguasai semua pulau yang diketahui orang Jawa. Majapahit menguasai semua ini untuk waktu yang lama sampai sekitar seratus tahun sebelumnya, ketika kekuatannya mulai berkurang hingga menjadi seperti saat tahun kunjungan Pires di Jawa (Maret–Juni 1513).[35]:174
Menurut kitab Sulalatus Salatin
Berdasarkan kitab Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu), daerah Majapahit diantaranya:
Indragiri di Sumatra dan Siantan (sekarang Pontianak pada pesisir barat Kalimantan), yang menurut Sulalatus Salatin, diberikan sebagai hadiah pernikahan kepada Kesultanan Malaka atas pernihkahan sultan Mansur Syah dari Malaka dengan putri Majapahit. Sultan Mansur Syah memerintah pada tahun 1459–1477, sehingga pada tahun 1447 artinya Indragiri dan Siantan masih dibawah kekuasaan Majapahit.
Jambi dan Palembang, yang hanya mulai lepas dari genggaman Majapahit ketika diambil-alih oleh Kesultanan Demak[35](hlm.154-155) pada saat masa perangnya melawan Majapahit yang diperintah Ranawijaya.
Dan Bali yang merupakan daerah pengungsian terakhir para bangsawan, seniman, pendeta dan penduduk agama Hindu di Jawa ketika Majapahit runtuh oleh Demak.
Menurut Hikayat Banjar
Wilayah Majapahit yang dicatat Hikayat Banjar adalah: Jawa, Bantan (Banten), Palembang, Mangkasar (Makassar), Pahang, Patani, Bali, Pasai, Campa, Maningkabau (Minangkabau),[36][37][38] Jambi, Bugis (daerah suku Bugis), Johor, dan Acih (Aceh).[39][40]
^Reid, Anthony. Southeast Asia in the Age of Commerce. Vol 2: Expansion and Crisis. New Haven: Yale University Press, 1993. p211n.
^Gordon, Alijah (2001). The Propagation of Islam in the Indonesian-Malay Archipelago. Malaysian Sociological Research Institute. hlm. 316. ISBN9789839986624.
^Kutipan dalam bahasa Melayu: Maka raja Majapahit itu bartambah-tambah kabasarannya, banyak raja-raja yang takluk kapadanya itu: sakaliannya orang tanah Jawa dan Bantan, Jambi, Palembang, Mangkasar, Pahang, Patani dan Bali dan Pasai dan Campa, sampai kapada orang tanah Maningkabau tatkala pada zaman itu sama takluk pada raja Majapahit ...
^Kutipan dalam bahasa Melayu: Tunggul Amatung mangkubuminya Patih Gajah Mada itu, sakaliannya orang besar-besar di tanah Jawa itu sama takluk pada raja Tunggul Amatung itu. Bantan, Jambi, Palembang, Bugis, Mangkasar, Johor, Patani, Pahang, Campa, Maningkabau, Acih, Pasai, sakaliannya nagri itu sama takluk pada raja Tunggul Amatung itu.
Daftar pustaka
Hall, D.G.E. (1981), A History of South-East Asia (edisi ke-4th), London: The Macmillan Press Ltd, ISBN978-1-349-16521-6
Muljana, Raden Benedictus Slamet (2005), Al-Fayyadl, Muhammad, ed., Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit, Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara
Nugroho, Irawan Djoko (2009), Meluruskan Sejarah Majapahit, Ragam Media
Pigeaud, Theodoor Gautier Thomas (1960a), Java in the 14th Century: A Study in Cultural History, Volume I: Javanese Texts in Transcription (edisi ke-3 (revisi)), The Hague: Martinus Nijhoff
Pigeaud, Theodoor Gautier Thomas (1960b), Java in the 14th Century: A Study in Cultural History, Volume II: Notes on the Texts and the Translations (edisi ke-3 (revisi)), The Hague: Martinus Nijhoff, ISBN978-94-011-8774-9
Pigeaud, Theodoor Gautier Thomas (1960c), Java in the 14th Century: A Study in Cultural History, Volume III: Translations (edisi ke-3 (revisi)), The Hague: Martinus Nijhoff, ISBN978-94-011-8772-5
Pigeaud, Theodoor Gautier Thomas (1962), Java in the 14th Century: A Study in Cultural History, Volume IV: Commentaries and Recapitulations (edisi ke-3 (revisi)), The Hague: Martinus Nijhoff, ISBN978-94-017-7133-7
Pigeaud, Theodoor Gautier Thomas (1963), Java in the 14th Century: A Study in Cultural History, Volume V: Glossary, General Index (edisi ke-3 (revisi)), The Hague: Martinus Nijhoff, ISBN978-94-011-8778-7
Prapanca, Mpu (2018), Isidora, ed., Kakawin Nagarakertagama: Teks Asli dan Terjemahan, diterjemahkan oleh Saktiani, Damaika; Widya, Kartika; Aminullah, Zakaria Pamuji; Marginingrum, Novi; Septi, Neda (edisi ke-2 (revisi)), Yogyakarta: Narasi, ISBN978-979-168-553-5
Ras, Johannes Jacobus (1968), Hikajat Bandjar: A Study in Malay Historiography, The Hague: Martinus Nijhoff