Wangsa GoparanaDalem Wangsa Goparana atau Raden Aria Wangsa Goparana (Sunan Sagalaherang) adalah putra Sunan Wanaperih yang merupakan raja di Kerajaan Talaga Manggung sekitar abad ke-16 Masehi. Sunan Wanaperih adalah putra sulung dari Prabu Pucuk Umum dan Ratu Sunyalarang. Prabu Pucuk Umum atau Raden Rangga Mantri merupakan keturunan Raja Pajajaran Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja, sedangkan Ratu Sunylarang merupakan saudari sebapak dengan Nyai Ratu Pucuk Umun, istri dari Pangeran Santri dan ibu dari Prabu Geusan Ulun, penguasa Kerajaan Sumedang Larang, sehingga Sunan Wanaperih merupakan sepupu satu kakek dengan Prabu Geusan Ulun. Sunan Wanaperih memerintah di Walangsuji kemudian digantikan oleh puteranya, Apun Surawijaya, yang memindahkan pusat pemerintahan kembali ke Talaga. Putera Apun Surawijaya bernama Pangeran Ciburuy atau disebut juga Sunan Ciburuy atau dikenal juga dengan sebutan Pangeran Surawijaya menikah dengan putri Cirebon bernama Ratu Raja Kertadiningrat yang merupakan saudari dari Panembahan Sultan Sepuh III Cirebon. Pangeran Surawijaya dianungrahi 6 orang anak, yaitu: Dipati Suwarga, Mangunjaya, Jaya Wirya, Dipati Kusumayuda, Mangun Nagara, dan Ratu Tilarnagara. Ratu Tilarnagara menikah dengan Bupati Panjalu dari trah (Kerajaan Panjalu Ciamis) yang bernama Pangeran Arya Sacanata yang masih keturunan Prabu Haur Kuning. Pengganti Pangeran Surawijaya ialah Dipati Suwarga yang menikah dengan Putri Nunuk dan berputera 2 orang, yaitu: Pangeran Dipati Wiranata dan Pangeran Secadilaga atau Pangeran Raji. Pangeran Surawijaya wafat dan digantikan oleh Pangeran Dipati Wiranata dan setelah itu diteruskan oleh puteranya Pangeran Secanata. Pada masa pemerintahan Pangeran Secanata pengaruh kekuatan V.O.C sudah sangat terasa hingga pada tahun-tahun berikutnya pemerintahan di Talaga diharuskan pindah oleh V.O.C ke Majalengka, hal ini menyebabkan penolakan dari rakyat Talaga yang kemudian melakukan perlawanan. Peninggalan masa tersebut berupa senjata dan pusaka masih berada di Museum Talaga hingga saat ini. Tidak meneruskan jejak ayahnya sebagai raja di Talaga Manggung, Dalem Wangsa Goparana memilih pindah ke Sagalaherang Subang untuk menyebarkan agama Islam, kelak keturunannya ada yang menjadi bupati seperti Jayasasana (Raden Wira Tanu I) yang mendiami wilayah Cikundul atau Cikalongkulon dan merupakan Bupati sekaligus perintis pemukiman wilayah Cianjur. Dalem Wangsa Goparana merupakan murid dari Sunan Gunung Jati yang menjadi tokoh kunci penyebaran agama Islam di wilayah Subang dan sekitarnya. Sekitar tahun 1530 Masehi ia mengadakan perjalanan dalam rangka menyebarkan agama Islam, wilayah penyebaran agama Islam yang didatanginya di antaranya Subang, Purwakarta, Cianjur, Sukabumi dan Limbangan. Menurut cerita rakyat, Dalem Wangsa Goparana diyakini merupakan tokoh perintis pemukiman di Sagalaherang dan bahkan dipercaya sebagai pemberi nama wilayah Sagalaherang sehingga dia juga dikenal sebagai penguasa Sagalaherang atau Sunan Sagalaherang. Pada masa itu wilayah Sagalaherang merupakan bagian dari kekuasaan Kerajaan Sumedang Larang[1]. KeturunanDalem Wangsa Goparana berputra:
Dalem Tumenggung YudanagaraDalem Tumenggung Yudanegara, atau Raden Tumenggung Aria Yudanegara (kadang disebut Yudanagara), adalah salah satu putra Dalem Wangsa Goparana yang lahir sekitar abad ke-16 Masehi dan dikenal dalam melanjutkan perjuangan ayahnya menyebarkan agama Islam dan memimpin wilayah Sagalaherang. Keturunan Dalem Tumenggung Yudanegara tersebar di Subang, Bandung, dan wilayah lain di Jawa Barat. Dalem Tumenggung Yudanegara berputra Rd. Aria Tjakrayudha berputra Rd. Aria Tjakradiprana berputra Rd. Aria Judasesana berputra Rd. Rangga Brajadinata I berputra Rd. Ngabehi Indrakusumah berputra Panembahan Rangga Aria Madamadia (Kepala Cutak Sagalaherang).[2] Panembahan Rangga Aria Madamadia atau Raden Ngabehi Madamadia (kadang disebut Mahamadia) beristrikan Nyi Mas Tedjakusumah binti Kyai Patih Soeradimerta dan memiliki dua belas putra, empat di antaranya yaitu:
Raden AstadipoeraRaden Astadipeora merupakan keturunan Raden Aria Wangsa Goparana yang juga mendiami wilayah Sagaleharang. Keturunan Raden Astadipoera tersebar di berbagai wilayah di Jawa Barat dan di luar Jawa Barat. Salah satu garis keturunan vertikal ke bawah adalah bahwa Raden Astadipoera berputri Nji Raden Arseha (bersuamikan Raden Mas Kertawidoera bin Raden Mas Kertadipradja, pernah menjadi Demang di Pamanukan, Ciasem dan Sagalaherang. Ayahnya juga pernah menjadi Demang Pamanukan) berputra Raden Supena Bratawidura (pernah mejadi Wedana di Cikalongwetan Bandung dan Balaraja Tangerang) berputra NR. Nina Herlina (bersuamikan Letkol Pol. Raden Hasan Mustafa bin Raden Arfat Ranuatmaja, Perwira Polri yang juga Veteran Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia, dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra Bandung) berputra enam, di antaranya NR. Tia Fitriani (bersuamikan H. Muharam, berputra Raden Mohammad Rizki Luthfiah Aziz dan Raden Hasna Hanifah Salsabila) dan NR. Rini Iriani (bersuamikan H. Djuhara Rachmat berputra Raden Azka Naufal dan Raden Aghnia Amalia Muthia). Referensi
|