Tungku tigo sajarangan

Tungku tigo sajarangan merupakan istilah kepemimpinan di Minangkabau yang dibutuhkan untuk mengatur pemerintahan dan norma yang ada di masyarakat. Tungku tigo sajarangan terdiri dari pangulu (niniak mamak), alim ulama, dan cerdik pandai (cadiak pandai).[1] Masing-masing memiliki peranan berbeda yang berguna mengatur dan membangun kehidupan warga Minang.

Sejarah

Istilah kepemimpinan tungku tigo sajarangan diibaratkan dengan bejana di atas tungku.[2] Jika bejana dalam posisi seimbang di atas tungku, bejana tidak akan jatuh ke api. Artinya pemerintah berjalan dengan posisi dan kedudukan masing-masing, maka masyarakat akan terhindar dari permasalahan. Pemecahan masalah di Minang sangat unik yaitu dengan musyawarah dan mufakat.[2]

Seperti petatah petitih di bawah ini:

Alang tukang tabuang kayu,
Alang cadiak binaso adat,
Alang alim rusak agamo,
Alang sapaham kacau nagari.

Dek ribuik kuncang ilalang,
Katayo panjalin lantai,
Hiduik jan mangapalang,
Kok tak kayo barani pakai.

Baburu kapadang data,
Dapeklah ruso balang kaki,
Baguru kapalang aja,
Bak bungo kambang tak jadi.

Unsur kepemimpinan

Penghulu

Pangulu atau niniak mamak merupakan pemimpin adat yang dipilih secara turun-temurun. Memilih penghulu harus sesuai dengan aturan dalam acara pengangkatan penghulu. Sebagai niniak mamak yang melindungi kemenakan. dan menyelesaikan permasalahan yang ada di negerinya karena mengerti tentang filosofi adat. Seseorang dapat menjadi pangulu jika memiliki jiwa arif dan bijaksana. Pangulu memiliki gelar ketika sudah menjabat

Alim ulama

Alim ulama adalah orang di dalam masyarakat yang mengetahui segala hal tentang ilmu agama. Alim ulama memiliki tugas mengajarkan pendidikan agama serta menyebarkan dakwah sesuai Al Qur’an dan hadist ajaran dari Rasulullah SAW, serta mencontohkan perilaku yang baik menurut ajaran akidah. Tugas alim ulama lainnya adalah membantu dalam beberapa kegiatan seperti acara pernikahan. Saat ini alim ulama dikenal dengan sebutan ustad/kiyai.

Cerdik pandai

Cerdik pandai atau cadiak pandai memiliki jabatan setingkat dengan alim ulama dan penghulu karena memiliki pengetahuan umum yang luas. Cerdik pandai dapat memberikan solusi dalam penyelesaian masalah di lingkungan masyarakat. Cerdik pandai bertugas membuat aturan untuk mengatur, menciptakan kemanan dan ketentraman, untuk kehidupan yang lebih baik. Di masa kini, kelompok pemuda dan orang pemikir disebut sebagai cerdik pandai.

Referensi

  1. ^ Jaya, Mulia (2016). Politik dan Pemerintahan Desa: Membangun Model Inisiatif Lokal Sebagai Identitas Etnis Melayu Jambi. Kota Lampung: CV Gre Publishing. hlm. 39. 
  2. ^ a b "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-12-20. Diakses tanggal 2016-12-06. 


Kembali kehalaman sebelumnya