Tama Ulinta Tarigan
Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Dr. Tama Ulinta Tarigan, S.H., M.Kn. (lahir 3 Maret 1965) adalah seorang Purnawirawan TNI-AD yang mengemban amanat sebagai Hakim Agung Republik Indonesia. Tama Ulinta Tarigan, lulusan Sepawamil 1990 dari kecabangan Korps Hukum (Chk). Jabatan terakhir jenderal bintang satu ini adalah Wakil Kepala Pengadilan Militer Utama. Masa kecil dan pendidikanTama dilahirkan pada tanggal 3 Maret 1965 di Medan, Sumatera Utara.[1] Ia menamatkan pendidikan dasar, menengah pertama, dan menengah atasnya pada tahun 1976, 1980, dan 1983.[2] Ia kemudian melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di Jurusan Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara (USU).[3] Ia lulus dari USU dengan gelar sarjana hukum pada tahun 1988.[2] Selama berkiprah di militer, Tama mengenyam pendidikan magister dan doktoral. Ia memperoleh gelar magister kenotariatan dari Universitas Sumatera Utara[3] pada tahun 2005[2] dan gelar doktor dalam bidang administrasi kebijakan bisnis dari Universitas Trisakti.[4] Karier militerSetelah lulus dari USU, Tama mendaftarkan diri ke Sekolah Perwira Wajib Militer (sekarang Sekolah Perwira Prajurit Karier Tentara Nasional Indonesia). Ia lulus dari sekolah tersebut setelah dua tahun dan dilantik sebagai letnan satu ada tanggal 9 Februari 1990.[2] Tama mengawali kariernya sembilan bulan setelah ia dilantik sebagai letnan satu. Ia ditempatkan di bagian kehakiman Komando Daerah Militer I/Bukit Barisan[5] sebagai anggota kelompok bantuan, penasihat, dan penyuluhan hukum. Tiga tahun kemudian, Tama dipindahtugaskan sebagai kepala urusan tata usaha dan administrasi di Mahkamah Militer Medan. Ia sempat menjalani kursus singkat dalam bidang olah perkara selama beberapa bulan setelah dipindahkan.[2] Pada tanggal 1 Oktober 1996, Tama memperoleh kenaikan pangkat menjadi Kapten. Sehubungan dengan hal tersebut, jabatannya dinaikkan menjadi Kepala Kepaniteraan di Mahkamah Militer Medan. Beberapa tahun sebelum mengakhir masa jabatannya di Mahkamah Militer Medan, Tama kembali menjalani pendidikan di Sekolah Peralihan Perwira pada tahun 2000. Pada tahun selanjutnya, Tama dimutasi menjadi Kepala Urusan Administrasi Perkara di Mahkamah Militer Tinggi Medan. Selama mengemban jabatan tersebut, Tama mengikuti pendidikan lanjutan untuk perwira bidang hukum sebagai persiapan untuk naik pangkat.[2] Hakim militerTama diangkat sebagai hakim militer di Pengadilan Militer Medan pada tahun 2002. Ia memperoleh kenaikan pangkat menjadi mayor pada tanggal 1 Oktober 2002. Ia dimutasi ke Pengadilan Militer Palembang pada tahun 2007 dan menjabat sebagai wakil kepala pengadilan tersebut satu tahun kemudian. Dengan jabatannya yang baru, pangkat Tama dinaikkan menjadi letnan kolonel pada tanggal 1 April 2008.[2] Setelah berkiprah di Palembang selama tiga tahun, Tama kembali ke Pengadilan Militer Medan dengan jabatan yang sama pada tahun 2011. Ia sempat menjabat sebagai penjabat sementara Ketua Pengadilan Militer Medan untuk mengisi kekosongan jabatan. Selang beberapa waktu kemudian, Tama mengikuti seleksi kepatutan dan kelayakan sebagai prasyarat untuk memegang jabatan kepala pengadilan. Tama diuji oleh hakim Artidjo Alkostar dalam seleksi tersebut.[5] Setelah menjawab berbagai pertanyaan terkait dengan peradilan, ia berhasil melalui seleksi tersebut dan pada bulan September 2012 ia dilantik sebagai Kepala Pengadilan Militer Jakarta.[2] Satu tahun kemudian, pada tanggal 1 April 2013, pangkatnya dinaikkan menjadi kolonel.[2] Salah satu kasus yang ditangani oleh Tama selama bertugas di Pengadilan Militer Jakarta adalah kasus penyelundupan 1,4 juta butir ekstasi yang melibatkan seorang intelijen militer bernama Sersan Mayor Supriadi. Supriadi dinyatakan bersalah karena telah membantu penyelundup narkoba Freddy Budiman dalam menyelundupkan ekstasi.[6] Tama bersama dengan dua orang hakim lainnya kemudian menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara terhadap Supriadi, jauh lebih ringan dibandingkan oditur militer yang menutut 20 tahun.[7] Menurut majelis hakim yang diketuai oleh Tama, tuntutan dari oditur militer tersebut diringankan karena Supriadi bukan merupakan pelaku tunggal dalam kasus tersebut dan bahwa Supriadi telah bertugas sebagai anggota TNI-AU selama 30 tahun.[8] Hakim militer tinggiTama diangkat sebagai anggota Badan Pengawas Mahkamah Agung Republik Indonesia (Bawas MARI) pada tanggal 17 September 2014. Tiga bulan kemudian, pada bulan Desember, Tama secara resmi menjadi hakim militer tinggi.[2] Pada awal tahun 2017, Tama melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat di Pengadilan Negeri Pematangsiantar terkait dengan renovasi dan pembangunan gedung yang menghabiskan biaya cukup besar.[9] Setelah tiga tahun bertugas di Badan Pengawas Mahkamah Agung Republik Indonesia, pada tanggal 16 Januari 2018, Tama dilantik sebagai Wakil Kepala Pengadilan Militer Tinggi Jakarta.[10] Tama kemudian mengikuti seleksi hakim mahkamah agung pada tahun 2018 dan berhasil lolos seleksi awal,[11] namun tidak terpilih karena tidak lolos dalam tahap seleksi wawancara terbuka.[12] Usai gagal mengikuti seleksi hakim agung, Tama diangkat menjadi Kepala Pengadilan Militer Tinggi Medan oleh Panglima TNI pada tanggal 24 Juni 2019.[13] Tama memperoleh kenaikan pangkat menjadi brigadir jenderal pada 22 Juli.[14] Ia secara resmi menggantikan pejabat lama, Brigjen Trias Komara, sembilan hari setelah pangkatnya dinaikkan.[15] Selama bertugas sebagai orang tertinggi di Pengadilan Militer Tinggi Medan, Tama mengadili Letkol Hendra Astawan, perwira menengah angkatan laut yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk mengatur penempatan perwira di kapal laut dan memungut biaya tertentu bagi perwira yang berhasil memperoleh penempatan di kapal laut.[16] Tama memutuskan untuk memberikan hukuman percobaan selama enam bulan alih-alih hukuman penuh karena jasa Hendra dalam menangkap kapal nelayan asing[17] dan evakuasi penerbangan 8501 pada tahun 2015.[16][18] Tama dipindahkan ke Pengadilan Militer Utama di Jakarta pada tanggal 26 Agustus 2020.[19] Ia diangkat menjadi Wakil Kepala Pengadilan Militer Utama pada tanggal 8 Februari 2021, menggantikan Abdul Rasyid yang dipromosikan menjadi atasannya.[20] Hakim agungKehidupan pribadiTama menikah dengan Surya Darma Ginting pada tanggal 23 April 1993. Pasangan tersebut memiliki dua anak yang bernama Natali Masita Ginting dan Josua Aginta Ginting.[2] Tanda jasa
Karya
Referensi
|