Susno Duadji
Komjen. Pol. (Purn.) Drs. H. Susno Duadji, S.H., M.Sc. (lahir 1 Juli 1954) adalah mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim Polri) yang menjabat sejak 24 Oktober 2008[2] hingga 24 November 2009.[3] Sebelumnya, ia menjabat sebagai Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kapolda Jawa Barat. Pada tahun 2011, Susno Duadji divonis bersalah oleh majelis hakim atas kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. Kehidupan pribadiSusno adalah anak kedua dari delapan bersaudara. Ayahnya bernama Duadji dan ibunya bernama Siti Amah. Ia adalah suami dari Herawati dan bapak dari dua orang putri. Kini Ia menjadi petani di kampung halamannya, yakni Dempo Selatan, Pagar Alam, Sumatera Selatan. PendidikanSusno Duadji merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) dan mengenyam berbagai pendidikan antara lain Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), S-1 Hukum, S-2 Manajemen, dan Sespati Polri. Ia juga mendapat kursus dan pelatihan di antaranya Senior Investigator of Crime Course (1988), Hostage Negotiation Course (Antiteror) di Universitas Louisiana (2000), Studi Perbandingan Sistem Kriminal di Kuala Lumpur, Malaysia (2001), Studi Perbandingan Sistem Polisi di Seoul, Korea Selatan (2003), serta Training Anti Money Laundering Counterpart di Washington, D.C., Amerika Serikat.[4] KarierAwal karierLulus dari Akademi Kepolisian 1977, Susno yang menghabiskan sebagian kariernya sebagai perwira polisi lalu lintas, dan telah mengunjungi 90 negara untuk belajar menguak kasus korupsi. Kariernya mulai meningkat ketika ia dipercaya menjadi Wakapolres Yogyakarta, dan berturut-turut setelah itu Kapolres di Maluku Utara, Madiun, dan Malang. Susno mulai ditarik ke Jakarta, ketika ditugaskan menjadi kepala pelaksana hukum di Mabes Polri dan mewakili institusinya membentuk KPK pada tahun 2003. Tahun 2004 ia ditugaskan di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sekitar tiga tahun di PPATK, Susno kemudian dilantik sebagai Kapolda Jabar dan sejak Januari 2008 menggantikan Soenarko Danu Ardanto. Ia menjadi Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri pada Oktober 2008 menggantikan Bambang Hendarso Danuri[5] yang telah dilantik sebagai Kapolri. PemberhentianSusno Duadji sempat menyatakan mundur dari jabatannya pada tanggal 5 November 2009, akan tetapi pada 9 November 2009 ia aktif kembali sebagai Kabareskrim Polri.[6] Namun, pada 24 November 2009 Kapolri secara resmi mengumumkan pemberhentiannya dari jabatan tersebut.[3] Riwayat karier kepolisian
Karier politikPada Pemilihan Umum Legislatif Indonesia 2024, Susno Duadji gagal lolos menjadi Anggota DPR RI dari Daerah Pemillihan Sumatera Selatan II. KontroversiTruno 3Kode sebutan (call sign) Susno sebagai "Truno 3" atau orang nomor tiga paling berpengaruh di Polri setelah Kapolri dan Wakapolri, menjadi populer di masyarakat umum setelah sering disebut-sebut terutama dalam pembahasan kasus kriminalisasi KPK. Istilah Truno berasal dari nama jalan, yakni Jalan Trunojoyo, yang berada di depan Mabes Polri. Meskipun demikian, kode resmi untuk Kabareskrim Polri sesungguhnya adalah "Tribrata 5" atau nomor 5 di Polri setelah Kapolri, Wakapolri, Irwasum Polri dan Kabaharkam Polri, sedangkan "Truno 3" adalah kode untuk Direktur III Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Bareskrim Polri. Adapun Direktur III/Tipidkor Bareskrim Polri saat itu adalah Yovianes Mahar yang saat itu menjabat sebagai Irwil II Itwasum Polri. Cicak vs BuayaAdalah Susno orang yang pertama kali menciptakan istilah "Cicak vs Buaya". Ia menganalogikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai cicak kecil dan Polri sebagai buaya.[7] Hal ini ia cetuskan dalam suatu kesempatan wawancara dengan wartawan Tempo Anne L. Handayani, Ramidi, dan Wahyu Dhyatmika, dan menyulut reaksi keras publik terhadap Polri.[8][9] Kasus korupsiSusno terbukti melakukan tindak pidana korupsi saat dirinya menjabat Kapolda Jawa Barat dan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri.[10] Ia dinyatakan bersalah karena terbukti memerintahkan pemotongan dana pengamanan Pemilihan umum Gubernur Jawa Barat 2008 yang merugikan negara sebesar Rp 8,1 miliar. Ia divonis penjara 3,5 tahun dan denda Rp 4,2 miliar. Selain itu, Susno juga dinyatakan bersalah menerima suap atas penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari pada tahun 2008. Kasus ini membuat ia diberhentikan dari jabatannya sebagai Kabareskrim Polri.[10] Susno menyelesaikan hukumannya pada 2015 setelah dipenjara selama 3,5 tahun di LP Kelas II A Cibinong, Bogor, Jawa Barat.[11] Sejarah elektoral
Referensi
|