Satrio Sastrodiredjo
Satrio Sastrodiredjo (14 Juni 1913 – ?) adalah seorang dokter dan politikus Partai Komunis Indonesia. Ia menjabat sebagai Wakil Gubernur Jawa Timur antara tahun 1963 dan 1965, dan sebelumnya sebagai Wali Kota Surabaya antara tahun 1958 dan 1963. Karier politiknya berakhir setelah gerakan 30 September dan ia dipenjara.[1] KehidupanSastrodiredjo lahir di Purwodadi, Grobogan pada tanggal 14 Juni 1913. Ia lulus dari Europeesche Lagere School (sekolah dasar) pada tahun 1928, dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (sekolah menengah pertama) pada tahun 1932. Ia kemudian mendaftar di sekolah kedokteran Nederlandsch-Indische Artsen School Sekolah (NIAS) di Surabaya, lulus tahun 1942.[2] Karir PolitikPada masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda, Sastrodiredjo bekerja sebagai dokter di perusahaan gula di Kabupaten Situbondo.[2] Pada masa Revolusi Nasional Indonesia, Sastrodiredjo menjabat sebagai Menteri Muda Kesehatan dalam pemerintahan Republik di bawah pimpinan Amir Sjarifuddin.[3] Setelah perang, ia bekerja di departemen kesehatan kota Surabaya dan kemudian menjadi asisten direktur rumah sakit umum kota,[3] sambil juga mengajar di fakultas kedokteran Universitas Airlangga. Ia menjadi anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1953.[4] Setelah pemilihan umum nasional tahun 1955 dan pemilihan umum daerah tahun 1958 di Surabaya, di mana PKI memperoleh keuntungan yang signifikan dan mendominasi badan legislatif kota, Satrio dipilih sebagai walikota PKI pertama di kota tersebut.[3][5] Ia dilantik sebagai wali kota pada 30 Juni 1958.[6] Meskipun ia adalah anggota PKI, Satrio menikmati hubungan pribadi yang baik dengan Staf konsuler AS di Surabaya.[7] Selama pendudukan Jepang di Hindia Belanda, Sastrodiredjo bekerja sebagai dokter untuk perusahaan gula di Situbondo.[2] Dalam Revolusi Nasional Indonesia, Sastrodiredjo menjabat sebagai Menteri Muda Kesehatan dalam pemerintahan Republik di bawah Amir Sjarifuddin.[3] Setelah perang, ia bekerja di departemen kesehatan kota Surabaya dan kemudian menjadi asisten direktur rumah sakit umum kota,[3] sambil juga mengajar di fakultas kedokteran Universitas Airlangga. Ia menjadi anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1953.[4] Setelah pemilihan umum nasional tahun 1955 dan pemilihan umum daerah tahun 1958 di Surabaya, di mana PKI memperoleh keuntungan yang signifikan dan mendominasi badan legislatif kota, Satrio dipilih sebagai walikota PKI pertama di kota tersebut.[3][8] Ia dilantik sebagai wali kota pada 30 Juni 1958.[6] Meskipun ia adalah anggota PKI, Satrio menikmati hubungan pribadi yang baik dengan AS staf konsulat di Surabaya.[7] Masa jabatannya sebagai wali kota Surabaya berakhir pada 22 Mei 1963 ketika ia diangkat sebagai Wakil Gubernur Jawa Timur,[9] dengan kandidat lain yang didukung PKI Moerachman menggantikannya sebagai wali kota.[10] Setelah gerakan 30 September dan pembersihan terhadap PKI, menurut Konsulat AS di Surabaya, Sastrodiredjo belum dicopot dari jabatannya hingga Desember 1965, meskipun ia "tinggal diam di rumah".[11] Ia akhirnya ditahan bersama dengan tahanan politik lainnya di Penjara Kalisosok di Surabaya.[12] Menurut surat dari tahanan politik lainnya, Sastrodiredjo disiksa di Kalisosok.[13] Moerachman juga dipenjara di Kalisosok, dan diyakini meninggal di sana.[14] Sedikit atau tidak ada yang diketahui tentang nasib Sastrodiredjo setelahnya.[4] Karena adanya penyensoran terhadap simbol-simbol yang berkaitan dengan PKI, potret dirinya bersama dengan potret Moerachman tidak akan ditampilkan oleh pemerintah kota Surabaya hingga masa jabatan Tri Rismaharini pada tahun 2010-an.[14] Refrensi
|