Protagoras

Protagoras
Lahirc. 490
Meninggal420 SM
EraFilsafat Pra-Sokratik
KawasanFilsafat Barat
AliranSofisme
Minat utama
Linguistik, semantik, relativisme
Gagasan penting
Manusia adalah ukuran segala sesuatu!

Protagoras adalah seorang filsuf yang termasuk golongan sofis.[1][2] Ia termasuk salah seorang sofis pertama dan juga yang paling terkenal.[3][4] Selain sebagai filsuf, ia juga dikenal sebagai orator dan pendebat ulung.[2] Ditambah lagi, ia terkenal sebagai guru yang mengajar banyak pemuda pada zamannya.[3]

Riwayat Hidup

Letak Abdera, tempat kelahiran Protagoras

Protagoras berasal dari Abdera yang terletak di pantai utara Laut Aegea.[5] Ia hidup antara tahun 490 SM - 420 SM.[4][5] Ia sering kali melakukan perjalanan ke negeri-negeri lain, termasuk beberapa kali kunjungan ke Athena.[1][4][5] Di Athena, Protagoras diminta oleh Perikles untuk turut ambil bagian dalam menyusun konstitusi bagi koloni Athena di Thurioi tahun 444 SM.[1][4][5] Menurut kesaksian dari Diogenes Laertios, pada akhir hidupnya Protagoras dituduh di Athena karena kedurhakaan terhadap agama.[1] Buku-buku Protagoras dibakar di depan umum.[1] Kemudian Protagoras diceritakan melarikan diri ke Sisilia, tetapi perahu yang ditumpanginya tenggelam.[1][4]

Protagoras mengarang banyak buku, tetapi hanya beberapa fragmen yang masih tersimpan.[1] Akan tetapi, isi filsafatnya masih dapat diketahui sebab pemikiran-pemikiran Protagoras banyak dibicarakan oleh para filsuf selanjutnya.[1] Plato merupakan sumber utama, khususnya kedua dialognya yang berjudul Theaitetos dan Protagoras.[1] Buku paling terkenal dari Protagoras berjudul "Kebenaran" (Aletheia).[4]

Pemikiran

Tentang Pengenalan

Di dalam buku yang berjudul "Kebenaran", Protagoras menyatakan

"Manusia adalah ukuran untuk segala-galanya: untuk hal-hal yang ada sehingga mereka ada, dan untuk hal-hal yang tidak ada sehingga mereka tidak ada."[1][3][4]

Manusia yang dimaksud di sini adalah manusia sebagai individu.[1][2] Dengan demikian, pengenalan terhadap sesuatu bergantung pada individu yang merasakan sesuatu itu dengan panca indranya.[1][2] Contohnya bagi orang yang merasa sakit, angin dapat terasa dingin.[1][2] Sedangkan bagi orang yang sehat, angin itu terasa panas.[1][2] Di sini kedua orang tersebut benar, sebab pengenalan terhadap angin berdasarkan keadaan fisik dan psikis orang-orang tersebut.[1][2] Pandangan seperti ini dapat dikatakan relativisme sebab kebenaran didasarkan pada masing-masing orang yang merasakannya.[1][2]

Seni Berdebat

Di dalam karya lain yang berjudul "Pendirian-Pendirian yang Bertentangan" (Antilogiai), Protagoras mengemukakan bahwa

"Tentang semua hal terdapat dua pendirian yang bertentangan".[1]

Pandangan ini berhubungan dengan pemikiran tentang relativitas pengenalan manusia.[1][2] Jikalau kebenaran ditentukan oleh setiap orang, maka disimpulkan bahwa satu pendirian tidak lebih benar dari kebalikannya.[1] Konsekuensi hal ini adalah terhadap seni berpidato.[1] Seorang orator haruslah berhasil meyakinkan para pendengarnya mengenai kebenaran yang dianutnya.[1] Dengan demikian, diperlukan kemampuan untuk membuat argumentasi-argumentasi yang meyakinkan para pendengar.[1]

Tentang Negara

Menurut Protagoras, negara diadakan oleh manusia.[1][2] Tujuan pembentukan sebuah negara adalah supaya manusia dapat terlepas dari ketidakamanan dan kesulitan hidup di alam yang buas.[1][2] Untuk itulah, manusia menjalin hubungan dengan manusia-manusia lainnya dan membentuk negara.[1][2] Akan tetapi, kemudian manusia menyadari bahwa hidup bersama manusia lain tidaklah mudah.[1][2] Dengan sebuah mitos, Protagoras menyatakan bahwa manusia diberikan dua hal oleh dewa untuk dapat hidup bersama sesamanya.[1][2] Kedua hal tersebut adalah keinsyafan akan keadilan (dike) dan hormat terhadap orang lain (aidos).[1][2] Dengan adanya dua hal ini, manusia dapat hidup bersama sesamanya.[1][2] Hal itu dilakukan manusia dengan membuat undang-undang atau konstitusi.[1][2] Dengan demikian, undang-undang tertentu tidak lebih benar dari undang-undang lain.[1][2] Ada undang-undang yang cocok untuk masyarakat tertentu namun tidak cocok dengan masyarakat lainnya.[1][2]

Tentang Dewa-Dewi

Di dalam karya yang berjudul "Perihal Dewa-Dewi" (Peritheon), Protagoras menyatakan

"Mengenai dewa-dewi saya merasa tidak mampu menentukan apakah mereka benar-benar ada atau tidak ada; dan saya juga tidak dapat menentukan hakikat mereka. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu sulit dan umur manusia itu pendek." [1]

Pandangan Protagoras ini merupakan suatu skeptisisme, artinya tidak mungkin dicapai suatu kebenaran.[1] Hal itu cocok sekali dengan pandangan relativistis yang dianutnya dalam bidang pengenalan.[1]

Pengaruh

Selama masa hidupnya, Protagoras memengaruhi pemikiran banyak pemuda lewat pemikirannya tentang retorika dan pengetahuan.[6] Ia juga memengaruhi Demokritos dalam hal teorinya tentang pengetahuan dan filsafat politik.[6] Selain itu, ia juga membawa pengaruh besar terhadap para negarawan, penyair, sejarawan, dan orator.[6] Plato memberi kesaksian bahwa nama Protagoras amat terkenal untuk waktu yang lama.[6]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 69-72.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 36-38.
  3. ^ a b c (Inggris)Paul Woodruff. 1999. "Rhetoric and Relativism: Protagoras and Gorgias". In The Cambridge Companion to Early Philosophy, ed. A.A. Long ed., 290-310. London: Cambridge University Press.
  4. ^ a b c d e f g (Inggris)Robert Audi, ed. 1999. "Sophist". In The Cambridge Dictionary of Philosophy. Cambridge: Cambridge University Press. P. 752.
  5. ^ a b c d (Inggris)Ted Honderich (ed.). 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford, New York: Oxford University Press. P. 725.
  6. ^ a b c d (Inggris)Edward Zeller. 1957. Outlines of the History of Greek Philosophy. New York: Meridian Books. P. 98-101.

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya