Persekutuan TellumpoccoePersekutuan Tellumpoccoe adalah suatu aliansi penting antara tiga kerajaan Bugis di Sulawesi Selatan, yaitu Bone, Wajo, dan Soppeng; dalam menghadapi kekuatan dua kerajaan kembar Makassar, yaitu Gowa-Tallo.[1] Persekutuan ini dikukuhkan dalam perjanjian pada tahun 1582 di Bunne, Timurung, Bone utara, berupa upacara sumpah disertai menghancurkan telur dengan batu.[1] Bone diakui sebagai saudara tua, Wajo saudara tengah, dan Soppeng saudara muda, yang diurutkan berdasarkan luas masing-masing kerajaan.[1] Ketiga kerajaan akan saling melindungi satu sama lain, dan ekspansi hanya akan diadakan ke luar wilayah tiga kerajaan tersebut.[1] Wajo juga akan dibela apabila Gowa memperlakukannya sebagai budak.[1] Karaeng Matoaya pemimpin Gowa-Tallo masuk Islam pada tahun 1605, yaitu setahun setelah Datu Luwu La Patiware' Daeng Parabbung yang telah lebih dahulu masuk Islam.[1] Hal tersebut membawa warna baru dalam hubungan antara Gowa-Tallo dengan kerajaan-kerajaan Bugis selanjutnya, meskipun persaingan dan peperangan telah lama terjadi sebelum kedatangan Islam di Sulawesi Selatan.[1] Kekompakkan persekutuan Tellumpoccoe teruji pada tahun 1608 saat terjadi Pertempuran Pakenya antara Gowa-Tallo melawan Soppeng, dan kembali pada tiga bulan setelahnya dalam perang antara Gowa-Tallo melawan Wajo.[2] Pasukan Gowa-Tallo di bawah pimpinan Karaeng Matoaya berhasil dipukul mundur pada dua peristiwa itu.[1][2] Namun, persekutuan mulai goyah setelah Datu Soppeng Beowe masuk Islam tahun 1609 mengikuti ajakan Gowa.[1][3] Kemudian Gowa dan Soppeng bersama-sama menghadapi kerajaan-kerajaan Bugis lainnya, sehingga Arung Matoa Wajo La Sangkuru Patau antara tahun 1609-1610 juga masuk Islam,[3][2] dan akhirnya Arumpone Bone La Tenripale juga dapat dikalahkan dan memeluk agama tersebut tahun 1611.[1][2] Di saat satu demi satu kerajaan-kerajaan Bugis tersebut menyerah, Karaeng Matoaya dari Gowa-Tallo tidak menuntut denda perang, melainkan hanya meminta agar mereka mengucapkan syahadat saja.[1] Gowa-Tallo kemudian menyarankan agar Persekutuan Tellumpoccoe dipelihara kembali oleh Bone, Wajo, dan Soppeng untuk menghadapi musuh yang merugikan agama, sedangkan musuh dari seberang lautan akan dihadapi oleh Gowa-Tallo.[1] Setelah wafatnya Karaeng Matoaya yang alim dalam beragama, perseteruan Bone dan Gowa timbul kembali, yang berujung pada perang yang berlarut-larut di antara kedua kerajaan tersebutnya.[1] Bone dan Gowa silih berganti berupaya menguasai hagemoni berbagai kerajaan di Sulawesi Selatan, hingga akhirnya pada 1666 Gowa berhasil dikalahkan dan menandatangai Perjanjian Bungaya.[1] Lihat pulaReferensi
|