Penyediaan air dan sanitasi di Indonesia

Pada tahun 1922, air dari sumber Ciburial, Bogor, pertama kali dialirkan ke Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda, menandai awal penyediaan air perpipaan di Indonesia. Pada 1960-an, pemerintah membangun proyek besar seperti Instalasi Pengolahan Air Minum Pejompongan di Jakarta dengan bantuan Prancis, yang menjadi tonggak pengembangan sistem modern.
Indonesia: Air dan Sanitasi
Data
Ketersediaan pasokan air (secara luas) 82% (2010) [1]
Ketersediaan sanitasi (secara luas) 54% (2010) [1]
Kelangsungan pasokan (%) Tidak diketahui
Konsumsi air rata-rata perkotaan (liter/kapita/hari) 130 (2004) [2]
Tarif air rata-rata perkotaan (US$/m3) 0.77 (Jakarta, ca. 2008) [3]
Jumlah rumah berekening Tidak diketahui
Investasi pasokan air dan sanitasi per tahun US$2 per kapita (perk. 2005)
Sumber pendanaan Tidak diketahui
Lembaga
Desentralisasi ke kotamadya Substantial
Perusahaan air dan sanitasi nasional Tidak ada
Regulator air dan sanitasi Tidak ada
Tugas penetapan kebijakan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri
Undang-undang sektoral Tidak
Jumlah penyedia jasa kota 319
Jumlah penyedia jasa desa Tidak diketahui

Pasokan air dan sanitasi di Indonesia ditandai oleh minimnya akses dan kualitas layanan. Lebih dari 40 juta orang kekurangan akses sumber air layak dan lebih dari 110 juta orang kekurangan akses sanitasi layak.[1] Hanya 2% orang yang memiliki akses saluran air di perkotaan; angka ini sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya. Polusi air meluas di Bali dan Jawa. Penduduk perempuan di Jakarta membelanjakan US$11 per bulan untuk mendidihkan air. Ini menandakan ada beban besar yang ditanggung oleh penduduk miskin.

Perkiraan investasi publik sebesar US$2 per kapita per tahun pada tahun 2005 tidak cukup untuk memperluas pelayanan dan pengelolaan aset. Selain itu, tanggung jawab berbagai kementerian selalu tumpang tindih. Sejak desentralisasi diterapkan di Indonesia tahun 2001, pemerintah daerah bertanggung jawab atas pasokan air dan sanitasi. Namun, perbaikan akses atau kualitas pelayanan tidak terwujud karena desentralisasi tidak diikuti oleh mekanisme penyaluran anggaran yang memadai. Sarana-prasarana daerah tetap dalam keadaan buruk.

Penyediaan air minum bersih belum menjadi prioritas pembangunan, terutama di tingkat pemerintah provinsi.[4] Kurangnya akses air bersih dan sanitasi masih menjadi tantangan besar, khususnya di permukiman kumuh dan pedesaan. Ini persoalan besar karena ketiadaan air bersih membuat permukiman tidak bersih dan meningkatkan peluang merebaknya penyakit kulit atau penyakit air. Kegagalan pemerintah dalam mendorong perubahan perilaku secara agresif, khususnya di kalangan keluarga berpendapatan rendah dan penduduk kumuh, memperparah dampak air dan sanitasi buruk terhadap kesehatan di Indonesia.[4]


Penyediaan sanitasi di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan besar. Meskipun ada kemajuan dalam beberapa tahun terakhir, masih banyak daerah yang belum memiliki akses ke fasilitas sanitasi yang layak. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 30% rumah tangga di Indonesia masih belum memiliki akses ke sanitasi yang aman, terutama di pedesaan dan daerah-daerah dengan infrastruktur terbatas. Hal ini menyebabkan banyaknya warga yang masih menggunakan jamban yang tidak terhubung ke sistem pembuangan limbah yang aman, yang berisiko mencemari sumber air dan lingkungan sekitar.

Masalah ini semakin kompleks karena pengelolaan limbah domestik yang tidak efektif. Di kota-kota besar, meskipun ada sistem pembuangan limbah, seringkali sistem tersebut tidak dikelola dengan baik dan tercemar. Selain itu, pengelolaan sampah rumah tangga yang tidak terorganisir dengan baik juga memperburuk kualitas sanitasi di lingkungan urban dan pedesaan.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama JMP
  2. ^ International Benchmarking Network for Water and Sanitation Utilities:Latest IBNET country indicators - Indonesia Diarsipkan 2016-03-04 di Wayback Machine., retrieved on October 17, 2010
  3. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama IBNET Tariff
  4. ^ a b UNICEF:UNICEF Indonesia-Overview-Water & Environmental Sanitation Diarsipkan 2017-11-15 di Wayback Machine.. Retrieved February 12, 2012.
Kembali kehalaman sebelumnya