Penembakan masjid Christchurch
Penembakan masjid Christchurch adalah serangkaian serangan teror supremasis kulit putih yang terjadi di Masjid Al Noor dan Linwood Islamic Centre di Christchurch, Selandia Baru, pada pukul 13.40 tanggal 15 Maret 2019 NZDT (07.40 WIB). Sedikitnya 50 orang tewas dan 20 lainnya terluka akibat serangan ini. Tiga orang tersangka telah ditangkap, satu di antaranya telah didakwa di pengadilan. Perdana Menteri Jacinda Ardern dan kepala negara lainnya menyebut serangan ini sebagai serangan teroris.[2][3] Serangan ini merupakan serangan paling mematikan di Selandia Baru sejak kerusuhan kamp tawanan perang Featherston tahun 1943 sekaligus penembakan massal pertama di negara ini sejak pembantaian Raurimu tahun 1997. SeranganSerangan terjadi di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru. Informasi yang didapatkan menyatakan 49 orang tewas dan 20 orang lainnya mengalami luka-luka.[3][4][5] Menurut keterangan Perdana Menteri Jacinda Ardern, pelaku utama penyerangan memakai 5 senjata dalam aksinya ini: 2 senjata semi-otomatis, dan si penyerang berada pada posisi kepemilikan senjata. Ditemukan pula sebuah senjata api pengungkit. Lisensi senjata pelaku peroleh pada November 2017, dan senjata baru dibeli secara resmi pada Desember 2017.[6] Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru, Tantowi Yahya pada pukul 23.30 waktu setempat menyatakan bahwa total ada delapan warga negara berkebangsaan Indonesia di dua lokasi penembakan. Setidaknya ada dua orang warga negara berkebangsaan Indonesia yang menjadi korban penembakan yang berada di Linwood Islamic Centre.[7][8] Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia menyatakan bahwa ada 6 WNI yang berada di sekitar tempat kejadian perkara saat berlangsungnya peristiwa ini. 2 orang WNI tersebut dibawa ke rumah sakit setempat. Dari 6 WNI itu, 3 orang diketahui telah menyelamatkan diri.[9] Ini adalah penembakan massal pertama di Selandia Baru sejak pembantaian Raurimu tahun 1997[10][11][12] dan serangan paling mematikan di Selandia Baru sejak kerusuhan kamp tawanan perang Featherston tahun 1943 yang juga menewaskan 49 orang.[13] Polisi menemukan dua bom mobil di sebuah kendaraan.[14] Angkatan Pertahanan Selandia Baru berhasil menjinakkan kedua bom tersebut.[14][14][15] Masjid Al Noor, RiccartonSeorang pelaku bersenjata menyerang Masjid Al Noor di Deans Ave, Riccarton sekitar pukul 13.40.[16] Beberapa tempoh sebelum ia menjalankan aksinya, ia menyanyikan lagu mars tradisional militer Inggris "The British Grenadiers" dan juga "Serbia Strong", lagu nasionalis Serbia selama Perang Bosnia sepanjang 1992-1995 yang memuji-muji Radovan Karadžić, seseorang yang dinyatakan bersalah dalam genosida terhadap umat Islam Bosnia.[17] Salah satu pelaku menyiarkan secara langsung serangannya selama 16 menit di Facebook Live. Dalam siaran tersebut, ia mengaku sebagai supremasis kulit putih Australia berusia 28 tahun.[18][19] Senjata yang dipakai oleh pelaku bertuliskan nama-nama tokoh sejarah sejak zaman Perang Salib yang pernah terlibat konflik dengan Muslim.[18][20] Saat penembakan terjadi, tiga ratus hingga lima ratus orang sedang melakukan salat Jumat di masjid ini.[21] Dalam video yang disiarkan, pelaku mula-mula memarkirkan mobilnya di sebuah gang dekat Masjid Al Noor dan membawa sebuah senapan laras panjang sebelum akhirnya menembak pria di depan masjid yang menyapanya "Hello brother" (Halo, saudaraku),[22][23][24] memasukki lorong masjid dan kemudian sampai ke ruang utama dimana para jamaah berlindung di sudut kiri dan kanan ruang utama dimana pelaku meneruskan penembakannya. Salah satu jamaah berniat untuk menerobosnya namun ikut tertembak. Pelaku kemudian kembali ke mobil sesambil melakukan tembakan lain di luar masjid dan mengambil senjata lain dimana ia langsung kembali ke ruang utama masjid untuk menembaki tumpukan kerumunan untuk memastikan keadaan mereka. Saat pelaku keluar masjid untuk kedua kalinya, pelaku menembaki seorang wanita dan kemudian kabur memakai mobilnya sebelum akhirnya dihadang oleh polisi. Tantowi Yahya menyatakan bahwa ada 6 warga negara Indonesia yang sedang melaksanakan shalat jumat di masjid Al Noor,[25] dari lima warga negara Indonesia telah melaporkan ke KBRI Wellington bahwa mereka dalam keadaan sehat dan selamat namun salah satu warga negara Indonesia yang teridentifikasi sebagai Lilik Abdul Hamid hingga kini belum diketahui keberadaanya,[7] pada 16 Maret 2019, Kementerian Luar Negeri RI melalui Kedutaan Besar di Wellington merilis bahwa korban telah meninggal dunia kabar ini disampaikan oleh pengurus masjid Al Noor pada sore hari waktu setempat.[26] Kedubes RI mengkonfirmasi bahwa ada dua warga negara Indonesia yang menjadi korban penembakan yang merupakan seorang ayah dan anak.[27] Warga yang rumahnya bersebelahan dengan masjid melaporkan bahwa ia melihat pelaku kabur dari masjid dan menjatuhkan senjata api di pintu masuk.[28] Linwood Islamic CentrePelaku kedua menyerang Linwood Islamic Centre.[29][30] Seorang jamaah Muslim menggunakan senjata api pribadinya untuk menghentikan serangan di Linwood Centre. Ia menyerang pelaku dan menembak balik.[31] Polisi membenarkan bahwa kejadian ini adalah serangan ganda yang dilakukan secara bersamaan.[32] Tantowi juga menyatakan bahwa dua korban berkebangsaan Indonesia tersebut telah diidentifikasi sebagai ayah dan anak. Sang ayah bernama Zulfirman Syah yang merupakan seniman asal Padang yang kini tengah dirawat di ruang ICU Christchurch Hospital mengalami luka tembak pada kaki dan punggungnya, sedangkan anaknya dalam kondisi yang stabil dan sudah dapat bertemu dengan Alta Marie, istri Zulfirman Syah berkewarganegaraan Amerika Serikat yang memberikan informasi tentang korban di akun Facebook-nya.[7][33] Alat peledakPolisi juga menemukan dua alat peledak improvisasi yang terpasang di sebuah mobil, namun sebelum meledak Angkatan Pertahanan Selandia Baru telah menjinakkan bom tersebut.[34] Tidak ada bahan peledak yang ditemukan pada tersangka.[35] TersangkaKomisaris Polisi Mike Bush awalnya mengatakan bahwa tiga laki-laki dan satu perempuan ditangkap dan diduga terlibat dalam serangan ini.[14][36] Mereka menganut pandangan ekstremis. Satu di antaranya diketahui tidak terlibat dan dibebaskan.[37][38] Sebelum melancarkan serangan, pelaku menerbitkan manifesto berjudul "The Great Replacement" (mengacu kepada teori konspirasi genosida orang kulit putih dan versi Perancisnya) di forum Internet 8chan.[39][40][41] Manifesto ini menyebut nama-nama tokoh sayap kanan, meme 4chan, dan ajakan supaya orang-orang mengamini serangan ini dan membuat lebih banyak meme.[19] Pelaku juga mencap dirinya sebagai "pemusnah kebab" (kebab removalist), meme 4chan yang menyindir serangan etnis Serbia terhadap etnis Bosnia Muslim.[19] Akun Twitter pelaku menampilkan senjata api bertanda neo-Nazi, Black Sun, dan Fourteen Words (ada di dalam manifesto), yang bertuliskan nama-nama korban serangan teror di negara-negara Barat.[42] PascapenembakanKorban selamat dilarikan ke rumah sakit terdekat salah satunya yaitu Christchurch Hospital.[43][44] Canterbury District Health Board (CDHB) beroperasi sesuai rencana korban massal.[43] Polisi melaporkan bahwa mereka menemukan dua bom rakitan di sebuah mobil dan telah menjinakkan satu bom.[45] Siaran langsung dari peristiwa ini tersebar di berbagai situs video, termasuk LiveLeak dan YouTube.[46] Polisi, organisasi Muslim, dan pemerintah meminta masyarakat untuk menghapus atau melaporkan rekaman tersebut.[47] Media Australia menuai kritik karena menyiarkan rekaman langsung peristiwa ini di televisi, terlebih setelah diketahui bahwa pelakunya warga negara Australia.[48] Beberapa sekolah di dekat lokasi kejadian langsung ditutup.[36] Pihak berwenang meminta semua masjid di Selandia Baru ditutup sampai pemberitahuan lebih lanjut. Mereka juga mengerahkan personel untuk mengamankan semua masjid.[49] Sebagai upaya antisipasi, semua penerbangan Air New Zealand Link yang berangkat dari Bandar Udara Christchurch dibatalkan karena tidak ada pemeriksaan keamanan.[50] Officials Committee for Domestic and External Security Co-ordination (ODESC) mengadakan rapat untuk mengarahkan respons pemerintah. Perdana Menteri Jacinda Ardern yang saat itu sedang menghadiri acara di New Plymouth langsung terbang ke Wellington untuk mengadakan rapat.[51] Pertandingan kriket ketiga antara Selandia Baru dan Bangladesh yang sebelumnya akan dilaksanakan di Hagley Oval, Christchurch, tanggal 16 Maret dibatalkan atas alasan keamanan.[52] Tim Bangladesh berencana beribadah di Masjid Al Noor dan belum sempat masuk masjid ketika penembakan terjadi.[53][54] Para pemain menyelamatkan diri ke Hagley Oval dan berlindung di ruang ganti stadion.[55] Di Dunedin, Armed Offenders Squad dari Kepolisian Selandia Baru menggeledah sebuah rumah di Andersons Bay setelah pelaku menulis di media sosial bahwa ia berencana menyerang Masjid Al Huda. Polisi mensterilkan area di sekitar kawasan Somerville Street dan mengevakuasi warga di dekat rumah tersebut. Universitas Otago juga menunda parade dies natalis ke-150 tanggal 16 Maret atas alasan keamanan.[56][57] ReaksiPerdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menyebut insiden ini sebagai "tindak kekerasan ekstrem yang mengejutkan" dan "hari kelam Selandia Baru"[58][59][60] Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, mengutuk peristiwa ini dan mencapnya sebagai "serangan teroris sayap kanan ekstremis yang kejam". Ia membenarkan bahwa pihak berwenang Australia telah menangkap seseorang yang diduga terlibat dalam serangan ini.[61][62][63] Mengenai serangan ini, Ratu Elizabeth II juga mengutarakan kesedihannya yang mendalam, "Pangeran Philip dan saya menyampaikan perasaan duka cita yang mendalam kepada keluarga dan sahabat yang telah ditinggalkan."[64] YouTuber PewDiePie berkicau di Twitter, "Saya merasa benar-benar muak karena nama saya diucapkan oleh orang ini.", sebagai respon terhadap sang penembak yang meminta para penonton videonya untuk "berlanggan ke PewDiePie" di awal siaran langsungnya.[65] Senator Queensland Fraser Anning berpendapat bahwa serangan ini terjadi karena adanya ketakutan yang terus meningkat akibat bertambahnya keberadaan Muslim sebagai akibat kebijakan imigrasi di Selandia Baru. Pernyataan ini menuai kekecewaan dari banyak masyarakat Australia, termasuk oleh Perdana Menteri Scott Morrison yang menilainya menjijikkan.[66] Pengendalian senjataDi Selandia Baru, hukum pengendalian senjata dimula sejak 1996, terlebih senjata semi-militer bergaya otomatis sebagai respon daripada pembantaian di Port Arthur.[67] PM Ardern, mengomentari soal penembakan ini dengan beberapa patah kata: "hukum persenjataan kita akan berubah.... Rakyat telah menantikan perubahan, dan saya mengakui hal ini."[68] Tak lama berselang setelah pernyataan Perdana Menteri di atas, David Parker, Jaksa Agung Selandia Baru menyatakan bahwa pemerintahan akan melarang pemakaian senapan semi-otomatis,[69] dan tanpa diduga ia menyatakan bahwa pemerintahan takkan mengakui apapun dan regulasi mengenai senjata semi-otomatis merupakan "salah satu isu" yang juga dipertimbangkan dalam urusan pemerintah.[70] Lihat pula
Referensi
|