Maqashid asy-syariah
Maqashid asy-syariah (bahasa Arab: مقاصد الشريعة, maqāṣid asy-syarīʿah, "maksud-maksud syariah" atau "tujuan-tujuan syariah") adalah sebuah gagasan dalam hukum Islam bahwa syariah diturunkan Allah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.[1][2]Menurut para pengusung gagasan ini, tujuan-tujuan ini dapat ditemukan atau disarikan dari sumber utama hukum Islam (yaitu Quran dan Sunnah) dan harus senantiasa dijaga saat memutuskan perkara hukum.[3] Bersama dengan gagasan klasik lainnya yaitu mashlahah (kemaslahatan umum), gagasan ini mulai banyak berperan pada zaman modern.[3][4][5] Gagasan ini telah ada sejak masa Islam klasik, tetapi pertama kali dijabarkan secara gamblang oleh Al-Ghazali (wafat 1111) yang berpendapat bahwa secara umum tujuan Allah menurunkan hukum Islam adalah demi kemaslahatan umum, dan secara khusus untuk menjaga lima unsur penting dalam kehidupan manusia: agama, hidup, akal, keturunan, dan harta. Ahli fikih sejak masa klasik telah mengakui pentingnya prinsip maqashid asy-syariah dan mashlahah, tetapi terdapat perbedaan pendapat mengenai seberapa besar perannya dalam hukum Islam.[3][5] Sebagian menganggapnya hanya sebagai penalaran tambahan yang cakupannya terbatas dan harus tunduk pada kesimpulan berdasarkan Quran, hadis dan qiyas.[3][6] Sebagian lain menganggapnya sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri dan dapat mengesampingkan kesimpulan-kesimpulan tertentu yang berdasarkan pemahaman harfiah terhadap Quran dan hadis.[3] Pendapat terakhir ini tidak banyak dianut ahli fikih masa klasik, tetapi pada zaman modern muncul ulama-ulama terkemuka yang mengusungnya dalam berbagai bentuk. Ulama-ulama modern ini bertujuan menyesuaikan hukum Islam dengan kondisi sosial yang terus berubah dengan tetap berdasarkan tradisi intelektual hukum Islam.[3][7][4] Para ulama ini juga memperluas cakupan maqashid atau tujuan syariah di luar lima maqashid klasik yang diajukan Al-Ghazali. Contohnya adalah reformasi dan hak-hak wanita (oleh Rasyid Ridha), keadilan dan kebebasan (oleh Muhammad Al-Ghazali) serta hak asasi dan martabat manusia (oleh Yusuf al-Qaradhawi).[3] ReferensiCatatan kaki
Sumber
|