Maneron, Sepulu, Bangkalan
Perbatasan
Kepala Desa
SejarahManeron menurut sejarah yang diceritakan oleh para tetuah Desa Maneron, kata Maneron diambil dari nama seorang Sunan yang menyebarkan ajaran Islam di daerah ini, yaitu Sunan Maneron yang masih bersaudara dengan sunan yang menyebarkan ajaran Islam di Arosbaya. Itu sebabnya para tetuah menyebut Maneron dan Arosbaya merupakan saudara. Dan memiliki beberapa kesamaan, contohnya corak Masjid dan juga nama tempat, semisal Tengket. Di Arosbaya, Tengket dijadikan nama sebuah Desa sementara di Maneron sendiri, Tengket dijadikan sebagai tempat wisata pantai yang terdapat dipesisir utara Maneron. Meski Sunan Maneron menyebarkan Islam didaerah ini, namun ketika Beliau wafat, dimakamkan di Arosbaya. Versi lain menyebutkan, yang biasa diceritakan saat ada pengajian di Masjid Jami' Maneron bahwa nama Maneron berasal dari bahasa arab, yaitu Muniran yang berarti cahaya. Jika itu mengacu pada nama tempat, maka bisa bermakna sebagai tempat yang bercahaya, namun jika mengacu untuk sebutan bagi penduduk (atau orang) setempat, maka bermakna penduduk yang "bercahaya" yang artinya mendapat keberkahan. Maneron, juga memiliki ragam legenda kisah mistis dan misteri yang menarik dan masih tetap dipercaya oleh warga sebagai warisan dari para leluhur, selain Masjid Jami' Maneron ada pula tempat-tempat lainnya, semisal tentang sumur tantoh yang jika di artikan kedalam bahasa Indonesia adalah sebuah sumur yang jadi sendiri (tidak ada yang membuatnya). Ada banyak sekali sumur tantoh di Desa Maneron, dan konon katanya berjumlah tujuh dan saling terhubung, namun yang masih diketahui hanya beberapa saja yaitu Brungbung, Nangger, Furkennye, Mor cabbhâ', dan takobir. Tempat wisata
Pembagian Dusun
Karang adalah nama sebuah dusun di Desa Maneron yang terletak dibagian barat desa Maneron dan berbatasan langsung dengan Desa Larangan Glintong yang masuk kedalam Kecamatan Klampis
Mangka'an adalah nama sebuah dusun di Desa Maneron yang terletak dibagian sebelah timur desa Maneron dan berbatasan langsung dengan Desa Klabetan
Senangguh adalah nama sebuah dusun di Desa Maneron yang terletak dipinggir jalan raya dan berada di tengah bagian utara desa Maneron
Binoloh adalah nama sebuah dusun di Desa Maneron yang terletak di bagian paling selatan desa, dibatasi pegunungan yang membentang luas dari timur ke barat, penduduk biasa menyebutnya (Dhâri Môncôllah sampé' ke Anjhir). Dusun Binoloh berbatasan langsung dengan desa Kalabetan di sebelah timur. Dan Desa Gangseyan di tenggara dan selatan.
Tajhung adalah nama sebuah dusun di Desa Maneron yang terletak dibagian pesisir pantai utara desa Maneron, karena berbatasan langsung dengan Desa Sepulu, uniknya sebagaian dari dusun Tajhung, masuk kedalam Dusun Lebak Barat yang menjadi bagian area pemerintahan Desa Sepulu.
Totémpah atau Patémpah adalah nama sebuah dusun di Desa Maneron yang terletak dibagian barat daya desa Maneron, berbatasan langsung dengan dusun Sorjân Lao' Desa Larangan Sorjân dan Dusun Glintong Lao' Desa Glintong yang masuk kedalam Kecamatan Klampis TradisiTradisi di Desa Maneron tidak lepas dari Budaya Hindu, karena memang sebelum Islam masuk ke pulau Madura pada abad ke 14 - 16 Masehi melalui perdagangan di bagian timur Sumenep, mayoritas penduduk Suku Madura khususnya didaerah Seppolo atau yang sekarang Kecamatan Sepulu dulunya beragama Hindu. Suku Madura memang terkenal akan ketaatannya dalam beragama. Sehingga jika menganut sebuah kepercayaan, maka akan selalu menjaga sampai akhir hayat hidupnya alias tidak akan pernah tergoyahkan. Di Maneron sendiri, meski penduduknya 100% beragama muslim, namun tidak bisa lepas dari tradisi Hindu yang masih melekat dan mengalami Islamisasi, sehingga terciptalah tradisi baru yang unik dan beragam. Karena Desa Maneron merupakan salah satu Desa yang terletak dipesisir pantai utara Madura, dahulu sering di adakan upacara Rokat Tasé' di dusun Tajhung. Rokat Tasek sendiri adalah upacara adat yang dilaksanakan setiap 6 atau 7 bulan sekali di bulan-bulan masa panen ikan yang melimpah di laut, sebagai ucapan terima kasih dan ungkapan syukur kepada Tuhan atas kelimpahan ikan di laut yang telah di terima selama satu tahun terakhir, serta bencana dan rintangan apa pun yang sudah dilewatinya. Namun sekarang tradisi tersebut sudah mulai ditinggalkan. Tradisi lain yang masih berbau Hinduisme dan masih tetap dijalankan sampai saat ini, namun do'a-do'anya diganti dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an antara lain: - Rebbhâ yaitu sesajen yang disiapkan tiap malam jum'at dan hari besar sebagai persembahan kepada keluarga yang sudah meninggal. Tujuan utamanya untuk mendo'akan orang yang sudah meninggal. Sesajen tersebut berupa Nasi, minuman entah air putih, kopi, teh ataupun susu, buah-buahan (umumnya pisang), kembang tujuh rupa, beberapa makanan dan jajanan pasar tujuh rupa, tajhin selamat (Bubur hijau daun suji), dan terakhir ada dupa yang dibakar sambil menyebut nama-nama keluarga yang sudah meninggal agar hadir dan memakan makanan yang sudah disediakan. Kemudian diakhiri dengan pembacaan do'a ayat suci Al-Qur'an. Hari besarnya di bulan Sya'ban, sehingga warga kadang menyebut bulan Sya'ban dengan sebutan Bulân Rebbhâ. Jika dalam tradisi Hindu sesajen akan dibiarkan untuk dimakan hewan, untuk tradisi Rebbhâ Madura, setelah didoakan, sesajen tersebut akan diberikan kepada tetangga dan tidak boleh dimakan oleh keluarga yang tinggal di satu rumah karena pamali akan dapat keburukan. - Beras kuning (dalam tradisi Hindu biasa disebut Wija/Bija). Penduduk Desa Maneron masih melakukan tradisi tabur beras kuning dalam berbagai acara dan kegiatan. Beras kuning dipercaya sebagai pembawa keberkahan dan penolak bala. Juga melambangkan kemakmuran selamanya yang biasanya ditabur dalam acara pernikahan, dan fungsi sebagai penolak bala kadang ditaburkan ditempat yang dianggap keramat agar tidak diikuti oleh sesuatu yang jahat. - Jhâg Bhumé, adalah salah satu tradisi hindu yang mengalami islamisasi di Desa Maneron (dan seluruh Madura). Ritual adat ini berupa nasi tumpeng yang di do'akan untuk keselamatan bagi masyarakat di bumi khususnya bumi tempat kita tinggal yang kita pijak saat ini. Biasanya dilakukan di bulan Rejjhâb (Jawa: Rojab) (Arab: Rajab). Sebenarnya setiap bulan umumnya selalu ada ritual adat di Desa Maneron. Misalnya di bulan Muharram (Dalam Kalender Madura: Tajhin Petdhis atau Bubur Pedas), tiap rumah biasanya Rebbhâ bubur khas dengan rasa sedikit pedas dari cabai dan ketumbar, kemudian ter a ter (membagikannya) pada tetangga. Safar (Dalam Kalender Madura: Tajhin Méra atau bubur Merah). Sama seperti ritual adat bulan Muharram, namun jenis bubur yang berwarna merah/coklat dan rasanya manis. Rabi'ul Awwal identik dengan Maulid Nabi. Rabi'ul Akhir biasa disebut Len Rasol umumnya para warga bersedekah Nasi Tumpeng ke Masjid. BahasaDi Desa Maneron, bahasa yang digunakan adalah Bahasa Madura tingkat umum (Iyeh - Enjhâ'), tingkat menengah (Éngghi - Enten) dan tingkat tinggi alias halus/sopan (Éngghi-Bhunten) juga menggunakan Bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan orang luar daerah. Komunitas & OrganisasiManeron memiliki klub sepak bola yang diberi nama Maneron FC dan sering ikut berbagai turnamen yang diadakan oleh Desa Tetangga, tingkat Kecamatan, bahkan event tingkat Kabupaten. Sarana pendidikan
Tempat bersejarah
Kuliner khas
Pranala luar
|