Larike, Leihitu Barat, Maluku Tengah
Larike adalah sebuah negeri yang terletak di kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Indonesia. SejarahCengkih sebagai salah satu komoditas yang diandalkan petani Larike hingga kini tercatat sudah dibudidayakan di daerah itu sejak tahun 1670. Pada tahun tersebut, tercatat bahwa selain Larike, cengkih juga diproduksi di Hitu, Haruku, Saparua, dan Nusalaut.[1] Belanda menjadikan Larike sebagai salah satu pusat perdagangan cengkih dan membangun benteng dan pos dagang serta menempatkan wakilnya di sana. Benteng tersebut diberi nama Rotterdam. Belanda membagi wilayah Pulau Ambon bagian utara menjadi dua supra-region, yakni Hitu yang membawahi semua negeri di pesisir utara, mulai dari Liang hingga Negeri Lima; dan Larike yang membawahi Asilulu, Ureng, Larike sendiri, dan Wakasihu.[2] Dalam publikasi berjudul De Generale Lantbeschrijvinge oleh W. Buijze, disebutkan bahwa sebelum tahun 1657, Maxmilian de Jong adalah pejabat atau wakil yang Belanda tempatkan di Larike.[2] Pada tahun 1657, Georg Everhard Rumphius, seorang naturalis yang masyhur ditempatkan di sana sebagai pejabat baru. Rumphius menulis banyak publikasi mengenai flora di Ambon. Ia juga mendokumentasikan kejadian tsunami pada 17 Februari 1674. yang meluluhlantakkan Ambon. Rumphius kemudian digantikan oleh putranya, Paulus Augustus Rumphius, yang menjadi pejabat di Larike pada 1693 hingga 1697.[2] Kedudukan Hitu dan Larike sebagai supra-region dalam struktur administrasi kolonial di Pulau Ambon bagian utara mulai tergeser pada abad ke-19, menyusul disatukannya administrasi daerah tersebut ke dalam satu entitas saja yang berkedudukan di Hila dan dipimpin oleh seorang asisten residen.[3] GeografiLarike merupakan negeri pesisir yang dikelilingi oleh perbukitan yang tertutup hutan tropis dan perkebunan cengkih. EkonomiNegeri Larike terkenal sebagai sentra produksi kopra. Hasil perkebunan utama di negeri ini adalah kelapa dan cengkih. PariwisataSalah satu atraksi wisata di negeri ini adalah Batu Layar dan belut raksasa yang biasa disebut morea.[4] Hubungan sosialLarike ber-pela dengan Allang, negeri tetangga mereka yang beragama Kristen Protestan dan hanya terpaut 10 menit perjalanan menggunakan mobil. Selain itu, Larike juga tercatat memiliki ikatan pela dengan Piru di Pulau Seram.[5] Negeri ini terikat hubungan gandong dengan Naku di Jazirah Leitimur.[6] Referensi
Daftar pustaka
|