Kawedanan JonggolKewedanaan Jonggol atau District Tjibaroesa (sebelum 1938) adalah salah satu kewedanaan yang pernah berdiri di Kabupaten Bogor. Kewedanan Jonggol terletak di bagian timur Kabupaten Bogor dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi di Provinsi Banten. Kewedanaan Jonggol merupakan penerus dari sebuah tanah partikelir atau tanah swasta yang bernama Land Tjibaroesa yang diakuisisi oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1938.[1] Pada saat menjadi sebuah distrik swasta/tanah partikelir, District/Land Tjibaroesa memiliki wilayah yang sangat luas yang dibagi beberapa bagian meliputi, Tanah Partikelir Tjileungsi, Tanah Partikelir Klapanoenggal, Tanah Partikelir Tjipamingkis, dan Tanah Partikelir Tjibaroesa. Pada 1936 pemerintah Hindia Belanda melakukan nasionalisasi terhadap tanah-tanah swasta yang dikuasai oleh para tuan tanah. District Tjibaroesa menjadi Onderafdeeling Djonggol. Pada tahun 1950 Pemerintah Indonesia melakukan pemekaran wilayah Kabupaten Djatinegara (Meester Cornelis) menjadi Kabupaten Bekasi, Kabupaten Tangerang, dan sebagian wilayahnya dimasukkan kedalam Wilayah Kota Praja Jakarta. Sementara, Wilayah Cibarusah (termasuk Lemah Abang) digabungkan kedalam wilayah Kawedanan Cikarang, Kabupaten Bekasi. Pada tahun 1963 Kawedanan Jonggol dibubarkan menyusul dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 1963 yang menghapus seluruh kawedanan di Indonesia. Saat ini wilayah kawedanan Jonggol (Tjibaroesa) telah terpecah menjadi kedalam tiga wilayah kabupaten/kota meliputi: Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Jonggol, Kecamatan Cileungsi, Kecamatan Cariu, Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan Sukamakmur, Kecamatan Gunung Putri dan Klapanunggal; Kabupaten Bekasi yaitu Kecamatan Cibarusah, Kecamatan Serang Baru, Bojongmangu, Kecamatan Setu, dan Kecamatan Lemahabang (saat ini terpecah menjadi, Kecamatan Cikarang Selatan, Kecamatan Cikarang Pusat, Kecamatan Cikarang Timur); Kota Bekasi yaitu Kecamatan Jatisampurna. SejarahAwal mula terbentuknya Kawedanan Jonggol tidak terlepas dari sejarah pembentukan Tanah Partikelir Cibarusah atau Land Tjibaroesa pasca kebangkrutan VOC serta krisis yang terjadi pada Kerajaan Belanda akibat dianeksasi oleh Prancis. Untuk mempertahankan wilayah koloni Hindia Belanda, Gubernur Jenderal Daendels tidak memiliki uang. Lalu untuk memperkuat (pulau) Jawa sebagai sumber pendapatan, maka untuk membangun kota-kota utama, membentuk militer yang kuat dan membangun jalan yang terintegrasi, Daendels membuat kebijakan yang tidak lazim (meniru VOC), yakni menjual lahan-lahan yang potensial untuk mendapatkan uang segar. Sebanyak enam bidang lahan dijual kepada swasta. Lahan-lahan yang dijual tersebut termasuk sebuah daerah yang luas, tidak terurus dan sangat sepi di timur Bogor, yang kemudian setelah dijual dinamai Land Tjibaroesa. Pada tahun 1745, cikal bakal masyarakat Bogor semula berasal dari 9 kelompok pemukiman dengan 3 gabungan kelompok besar antara lain Buitenzorg (wilayah tengah), Tjibaroesa/Djonggol (wilayah timur dan utara) dan Jasinga (wilayah barat) yang digabungkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Baron van Inhof menjadi inti kesatuan masyarakat Kabupaten Bogor. [3] Pada tahun 1908 Kabupaten Bogor memiliki 5 District yang dipimpin oleh seorang demang, yaitu (Buitenzorg, Tjibaroesa, Cibinong, Parung, dan Leuwiliang). Kemudian untuk memudahkan tugas distrik dibentuklah sejumlah onderdistrik yang dikepalai oleh asisten demang. Pemberitaan dari koran Het Vaderland dan Nieuws van den Daag voor Nederlandsch-Indiƫ. Penduduk land Tjibaroesa dalam perdagangan tidak lagi mengandalkan Sungai Tjipamingkis dan Sungai Tjibeet (Oost Djonggol Rivier) yang jalurnya tembus ke Tempuran Sungai Tjitaroem, tetapi telah mengembangkan jalan darat dari Tjibaroesa ke Tjikarang melalui Lemah Abang. Jalur darat telah memperpendek jalur sungai dari Tjibaroesa ke Tjikarang yang membuat jarak tempuh lebih singkat paling tidak hingga ke Tjikarang. Sedangkan bagian penghubung dengan Bekasi biasanya melaui Sungai Tji Leungsi (West Djonggol Rivier) melalui Kebantenan. Sementara itu, jalur perdagangan via darat bagi Warga di Land Tjibaroesa dapat melalui Bekasi via Tjilengsi dan belakangan dibuka jalur darat ke Lemah Abang/Tjikarang. Pilihan perdagangan dari land Tjibaroesa ke land Tjikarang membuat dua land ini dalam hal perdagangan menjadi terintegrasi. Dalam arsitektur wilayah, Asisten Residen Buitenzorg di Buitenzorg mengharapkan produk dari land Tjibaroesa mengalir ke district Tjibinong, tetapi kenyataannya justru mengalir ke pantai utara melalui Tjikarang. Ini menjadi dilematis bagi pemerintah di Buitenzorg. Terlebih pembangunan jalur rel dogong pada tahun 1930an dari Lemah Abang ke Jonggol yang dikenal Djonggol Dogong-spoorlijn, membuat jarak antara Land Tjibaroesa dengan District Tjibinong atau Residen Buitenzorg lebih jauh ketimbang menuju pantai utara (Pantura). Sejarah penamamaan Kawedanan Jonggol ini sempat mengalami beberapa kali perubahan mulai dari Rawa Jaha, Kemudian Rawalo, Tjibaroesa hingga Jonggol, perubahan nama ini terjadi beralasan mulai dari pemindahan pusat Kawedanan hingga kebijakan dari pemerintah Kolonial Belanda. Pusat Kawedanan sempat berpindah tempat beberapa kali mulai dari Dayeuh yang sekarang bagian dari Desa Sukanegara di Kecamatan Jonggol. Kemudian, Kauman yang sekarang merupakan wilayah Desa Cileungsi, selanjutnya Kampung Babakan yang sekarang termasuk bagian dari Desa Cibarusah Kota hingga yang terakhir Kampung Pojok Salak/Rawa Jaha yang sekarang menjadi alun-alun Jonggol.[4] PeninggalanTidak banyak jejak peninggalan dari Kawedanan Jonggol atau Land (District) Tjibaroesa yang masih tersisa, hanya beberapa pusat kegiatan dimasa lampau seperti Alun - alun Jonggol, Pendopo Kecamatan Jonggol, Pasar Cibarusah, dan Pasar Hewan Jonggol yang merupakan pasar hewan terbesar se - Jabodetabek. Terdapat juga jejak rel kereta api pada era Kawedanan Jonggol/Tjibaroesa yaitu jejak Rel Dogong Stasiun Lemah Abang - Jonggol yang dapat ditemukan disekitar Pojok Salak, Kota Jonggol hingga Stasiun Lemah Abang seperti reruntuhan jembatan, jalan setapak (bekas rel) dan bekas Stasiun Jonggol yang telah menjadi gudang pupuk. WilayahWilayah Kawedanan Jonggol saat ini telah terpecah menjadi bagian dari beberapa daerah antara lain;
PenghapusanPada tahun 1963 Kawedanan Jonggol dihapuskan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 1963,[5] kemudian sebagian besar wilayahnya masuk kedalam wilayah Kabupaten Bogor, sementara sebagian lainnya dilimpahkan ke Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Karawang. Saat itu, Presiden Soekarno sedang melakukan efisiensi besar-besaran terhadap segala bentuk pengeluaran pemerintah akibat dari kondisi ekonomi dan politik yang terjadi pada tahun 1960an. Pranala luar
|