Kawasan PerantaraKawasan Perantara adalah model geopolitik yang digagas oleh sejarawan Yunani dan dosen Universitas Ottawa, Dimitri Kitsikis, pada tahun 1970-an.[1] Menurut model ini, benua Eurasia terbagi ke dalam tiga kawasan; selain Eropa Barat dan Timur Jauh, ada kawasan ketiga bernama "Kawasan Perantara". Kawasan Perantara dihuni oleh peradaban yang berbeda. Kawasan ini mencakup Eropa Timur dan Timur Tengah dan Afrika Utara. DeskripsiDaratan antara Laut Adriatik dan Sungai Indus membentuk Kawasan Perantara dan dianggap sebagai jembatan antara peradaban Barat dan peradaban Timur. Wilayah luas ini membentang dari Eropa bagian timur ke Asia bagian barat. Kawasan ini unik karena di sana tidak ada yang namanya keseragaman Eropa atau Asia. Istilah "Eropa" dan "Asia" merujuk pada kawasan geografis, bukan peradaban. Demografi kawasan ini didominasi oleh agama Kristen Ortodoks dan Islam Sunni, sedangkan sisanya adalah Islam Syi'ah, Alevisme, dan Judaisme. Barat didominasi oleh Katolik dan Protestan, sedangkan Timur didominasi Hinduisme dan Buddhisme. Selama 2.500 tahun, Kawasan Perantara didominasi oleh kekaisaran keagamaan yang berpusat di Selat Turki dan Laut Aegea. Pada dasarnya kekaisarannya sama, tetapi para pemimpinnya berusaha menyatukan bangsa yang menghuni kawasan tersebut. Dari Kekaisaran Persia yang dipimpin Darius, kawasan ini berpindah tangan ke Alexander Agung, lalu Kekaisaran Romawi Yunani, Bizantium, dan terakhir Kesultanan Utsmaniyah Sunni tahun 1923–24, meskipun Dinasti Utsmaniyah berasal dari aliran Alevi. Inilah sebabnya pasukan Yanisari memeluk agama Bektashi-Alevi. Kekaisaran Tengah menjadi rebutan berbagai kekaisaran. Kekaisaran yang berada di pinggir Kawasan Perantara adalah Kekhalifahan Islam, Kekaisaran Persia, dan Kekaisaran Rusia (sampai 1917). Dinamika antara Kekaisaran Tengah dan Kekaisaran Pinggiran menciptakan konflik internal di Kawasan Perantara. Setiap bangsa di wilayah ini berusaha merebut kekuasaan pusat pengaruhnya, yaitu Bizantium-Konstantinopel-Istanbul, yang menjadi titik fokus utama selama hampir 2.000 tahun. Bangsa Arab pada abad ke-8 dan Rusia abad ke-20 nyaris berhasil merebutnya, namun tidak berhasil mengambil alih kekaisaran keagamaan tersebut. Sejak abad ke-18, intervensi Barat dianggap sebagai konflik eksternal yang tujuannya bukan merebut kekuasaan, melainkan memusnahkan kekaisaran keagamaan, memecahkannya (Balkanisasi), dan menempatkannya di bawah pengaruh Westernisasi. Menurut Kitsikis, "berkat peristiwa sejarah selama ribuan tahun, benua Eurasia yang mencakup Eropa kecuali salah satu semenanjungnya terbagi menjadi tiga wilayah peradaban: a) Barat, sekarang mencakup Amerika Utara, Australia, dan Selandia Baru, serta Eropa Barat; b) Timur atau "Timur Jauh", sekarang mencakup semenanjung India, Asia Tenggara (sekaligus Indonesia) dan Tiongkok (sekaligus Korea dan Jepang); c) Kawasan Perantara yang ditemukan di antara Timur dan Barat.”[2] Lihat pula
ReferensiBacaan lanjutan
Pranala luar
|