Kasus hilangnya kepala desa KohodSeorang kepala desa Kohod, Arsin bin Sanip, diketahui menghilang setelah sebelumnya terlibat dalam perdebatan dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, mengenai status lahan pagar laut di wilayah perairan desa tersebut pada 24 Januari 2025.[1] Latar belakangPagar laut misterius sepanjang 30,16 km dengan ketinggian 6 meter membentang di pesisir utara Tangerang, dari desa Kronjo di kecamatan Kronjo hingga ke desa Tanjung Pasir di kecamatan Teluknaga.[2] Pagar laut tersebut melintasi 16 desa di 6 kecamatan. Keberadaan pagar laut berupa patok-patok bambu tersebut sebetulnya sudah dilaporkan dan diketahui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten sejak Agustus 2024.[3][4] Pagar laut tersebut akhirnya diketahui dimiliki oleh perusahaan PT Intan Agung Makmur yang memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) sebanyak 234 bidang dan PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang. Tak hanya dimiliki dua perusahaan, sertifikat itu juga dimiliki perorangan, yakni sebanyak sembilan bidang dan Surat Hak Milik (SHM) sebanyak 17 bidang. Secara total, jumlah pagar laut di Tangerang memiliki sertifikat HGB hingga 263 bidang. Saham perusahaan tercatat dimiliki oleh dua entitas, yakni Kusuma Anugrah Abadi dan Inti Indah Raya yang memiliki masing-masing 2.500 lembar saham dengan jumlah Rp. 2,5 miliar. Perusahaan ini dipimpin Belly Djaliel sebagai direktur dan Freddy Numberi sebagai komisaris. Sesuai dengan akta perusahaan, pemilik saham PT Cahaya Inti Sentosa adalah PT Pantai Indah Kapuk Dua (PANI), PT Agung Sedayu, dan PT Tunas Mekar. Agung Sedayu Group milik Sugianto Kusuma dan Salim Group milik Anthoni Salim menjadi pemegang saham di PT PANI. PT PANI diketahui memiliki 88.500 lembar saham atau senilai Rp. 88 miliar.[5] Namun, sebelumnya Agung Sedayu Group membantah kepemilikan mereka atas pagar laut tersebut dan menyatakan bahwa pagar laut tersebut justru dibangun oleh masyarakat sekitar. Agung Sedayu Group, melalui kuasa hukumnya, Muannas Alaidid, mengatakan bahwa pagar laut tersebut merupakan tanggul laut dari bambu yang dibuat berdasarkan inisiatif dan hasil swadaya masyarakat yang difungsikan untuk pemecah ombak, dan akan dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai tambak ikan di dekat tanggul laut tersebut, atau digunakan untuk membendung sampah, kemudian juga sebagai pembatas lahan masyarakat pesisir yang kebetulan tanahnya terkena abrasi.[6] Akan tetapi, masyarakat pesisir utara Tangerang membantah klaim tersebut dan menilai pernyataan tersebut tidak masuk akal.[7][8] Karena mendapatkan kecaman dari masyarakat sekitar, serta lembaga-lembaga kemasyarakatan dan lingkungan hidup,[9] Agung Sedayu Group akhirnya mengakui anak usaha mereka, PT Intan Agung Makmur (IAM) dan PT Cahaya Inti Sentosa (CIS) memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di wilayah pagar laut tersebut. Namun, melalui kuasa hukumnya, Muannas Alaidid, dikatakan bahwa HGB tersebut tak mencakup seluruh pagar laut sepanjang 30,16 km yang menjadi polemik dan menyatakan bahwa pagar laut bersertifikat HGB yang dimiliki anak usaha Agung Sedayu Group hanya berada di desa Kohod, kecamatan Pakuhaji.[10][11] Arsin bin Sanip, kepala desa Kohod di Kabupaten Tangerang menjadi sorotan publik setelah terbongkarnya kasus pagar laut di pesisir utara Tangerang, khususnya pagar laut di desanya yang dimiliki oleh Agung Sedayu Group. Masyarakat desa Kohod menyebutnya sebagai 'kepala desa istimewa' dan 'kesayangan pejabat' yang selalu terdepan dalam membela pagar laut tersebut. Ia sendiri diketahui merupakan seorang pendatang di desa Kohod yang menjabat kepala desa sejak tahun 2021.[12][13] Videonya di media sosial yang seolah-olah menjadi mandor pagar laut tersebut menjadi viral. Ia juga membuat pernyataan kontroversial saat berdebat dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN), Nusron Wahid, pada 24 Januari 2025. Arsin mengatakan bahwa kawasan pagar laut tersebut dulunya adalah tambak (Sunda: empang), karena itulah dipagari bambu. Nusron kemudian membantah, ia mengatakan bahwa kawasan itu masuk kategori tanah musnah karena tidak terlihat fisiknya. Pada saat itu, Nusron berbicara bahwa ia tidak mau berdebat dengan Arsin, dan mengucapkan kalimat "nggak mau debat, nanti gak bisa pulang".[13] Selain itu, dua kepala desa lainnya yang diduga mendukung pembangunan pagar laut tersebut, diantaranya kepala desa Kampung Melayu Barat, Subur Maryono dan kepala desa Lemo, Satria.[14] KronologiPada 24 Januari 2025, Arsin membuat pernyataan kontroversial saat berdebat dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN). Setelah kejadian tersebut, menurut masyarakat sekitar, ia jarang pergi ke kantor desa, terutama sejak kasus pagar laut di pesisir utara Tangerang viral. Sebelumnya, Arsin diketahui sering mengendarai mobil mewah didampingi sopinya, jika menuju ke kantor desa Kohod di Jalan Kalibaru.[13] Pada Selasa pagi, 28 Januari 2025, sekitar pukul 10.00 WIB, suasana di sekitaran rumah Arsin terlihat sepi. Seorang anggota kepolisian berseragam terlihat memantau ke rumah Arsin dari jarak yang tidak terlalu jauh. Kendaraan mewah milik Arsin yang bermerk Jeep Wrangler Rubicon dan Fortuner diketahui menghilang bersama dengan pemiliknya. Menurut informasi masyarakat sekitar, Arsin telah memindahkan kendaraan-kendaraanya ke rumah saudaranya di desa Lontar, kecamatan Kemiri, kemudian dioper ke desa Kampung Melayu di kecamatan Teluknaga. Selain itu, mobil mewah lainnya diduga dibawa ke Bekasi, atau bahkan sudah dijual untuk menghilangkan jejak kekayaannya. Arsin juga memiliki sejumlah rumah di luar desa Kohod, atas kekayaannya itu ia belum tercatat melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) karena belum ditemukan data kekayaannya.[13] Sebelumnya, diketahui setelah kunjungan Nusron Wahid ke desa Kohod pada 24 Januari 2025, seorang wartawan yang mencoba menemui Arsin kemudian dihalau oleh pengawalnya. Ia beralasan sedang terburu-buru karena akan menunaikan ibadah Salat Jumat dan kemudian melarikan diri dengan dibonceng sepeda motor. Hingga akhir Januari 2025, tidak seorangpun masyarakat desa Kohod yang mengetahui keberadaan Arsin. Namun menurut rumor yang beredar di masyarakat, Arsin sedang menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung.[15] TanggapanMantan Kepala Badan Reserse Kriminal, Susno Duadji mengatakan bahwa kepala desa Kohod, Arsin, perlu ditangkap. Ia awalnya geram ketika mendengar laporan tentang kasus pagar laut dari Pusat Pimpinan (PP) Muhammadiyah yang akan diproses oleh Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskim Polri) dalam kurun waktu dua minggu. Menurutnya, PP Muhammadiyah sudah melaporkan tujuh nama yang diduga terlibat di dalam kasus pagar laut di pesisir utara Tangerang. Susno cukup marah ketika mendengar waktu penanganan laporan yang dinilainya terlalu lama dan menurutnya kasus ini sudah jelas. Menurut Susno, pihak yang mendukung pembangunan pagar laut dan mengatakan bahwa kawasan tersebut dahulunya merupakan daratan adalah seorang pengkhianat. [15] Lihat jugaReferensi
Pranala luar |