Jamang

Penari Jawa mengenakan jamang di kepalanya.

Jamang atau juga disebut siger adalah sejenis perhiasan kepala yang dikenakan di dahi. Cara mengenakan jamang adalah melingkari kepala menyerupai ikat kepala, biasanya menghiasi kening, puncak dahi terus hingga ke pelipis. Jamang dapat dikenakan sendiri atau dipadukan dengan sumping dan rambut yang disanggul susun tinggi dan diberi perhiasan laksana mahkota sebagai kelengkapan jatamakuta.

Jamang ditemukan dalam khazanah budaya Indonesia, khususnya budaya Jawa, Sunda, Bali, Lampung, Palembang dan Minang dikenakan sebagai atribut busana pengantin ataupun busana penari. Jamang kadang juga disebut siger atau singkar sebagai kelengkapan busana adat. Jamang pada busana adat Sunda disebut siger, tetapi istilah siger juga bisa dikaitkan dengan mahkota busana adat Lampung. Dalam bahasa Banjar disebut katopong yang dikenakan pemain Wayang Gung, sedang dalam mahkota pengantin wanita Banjar disebut amar.

Bahan

Jamang gaya Palembang, Singkar sukun Pa sangko.

Aslinya jamang dibuat dari logam mulia; seperti emas atau perak yang diukir halus, kadang bertatahkan intan atau batu permata seperti batu mirah delima. Namun kini jamang biasanya terbuat dari kuningan atau kulit yang ditatah kerawangan (tembus berlubang) dan dicat emas.

Asal mula

Arca Pradnyaparamita mengenakan jamang berbentuk daun emas yang berjajar melingkari kepalanya dari dahi, pelipis hingga belakang kepala.

Perhiasan jamang sebenarnya merupakan warisan kesenian Hindu-Buddha masa klasik Indonesia, terutama pada masa Kerajaan Mataram. Ukiran orang yang mengenakan perhiasan lengkap termasuk jamang menandakan bahwa tokoh yang mengenakannya adalah seseorang yang memiliki status sosial tinggi dari kasta ksatriya, orang kaya, bangsawan, atau keluarga kerajaan. Ukiran relief dan arca di candi Borobudur dan Prambanan menampilkan busana Jawa kuno, yakni kaum bangsawan digambarkan mengenakan busana yang raya dengan perhiasan yang lengkap, termasuk gelang, kelat bahu, upawita, dan jamang.[1] Arca-arca Jawa kuno masa klasik juga menggambarkan sosok dewa-dewi atau bodhisatwa yang mengenakan jamang yang melingkari kepalanya menghiasi dahi dan pelipis, misalnya arca Pradnyaparamita yang mengenakan jamang dari jajaran perhiasan berbentuk daun-daun emas bertatahkan permata, yang melingkari kepalanya, serta dilengkapi jatamakuta.

Lihat juga

Referensi

  1. ^ Inda Citraninda Noerhadi (July 2012). Busana Jawa Kuna. Jakarta: Komunitas Bambu. hlm. 49–50. ISBN 978-602-9402-16-2. 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya