Husnie Hentihu
Drs. H.M. Husnie Hentihu (20 Agustus 1950 – 20 Februari 2023) adalah seorang politikus Indonesia yang menjabat sebagai Bupati Buru selama dua periode yakni 2002—2007 dan 2007—2012. Masa kecil dan pendidikanHentihu lahir pada 20 Agustus 1950 di Wamlana, sebuah desa kecil di Buru, Maluku. Hentihu memulai sekolahnya di Sekolah Rakyat Wamlana (setara SD), namun putus sekolah di kelas 5 SD dan pindah ke Ambon, ibu kota Maluku. Dia menyelesaikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Al-Hilal pada tahun 1964. Dia melanjutkan ke sekolah menengah pertama dan sekolah menengah negeri dan lulus masing-masing pada tahun 1967 dan 1970. Ia kemudian masuk Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Pattimura.[1] Selama di universitas, Hentihu bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam dan menjadi ketua dari tahun 1976 hingga 1979.[2] Hentihu memperoleh gelar sarjana muda pada tahun 1976 dan lulus dari universitas tersebut dengan gelar doktorandus pada tahun 1985.[1] KarierHentihu bekerja sebagai manajer di beberapa perusahaan sebelum terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Maluku Tengah dari Golkar pada Pemilu 1992. Ia terpilih kembali menjadi anggota dewan untuk kedua kalinya pada tahun 1997. Masa jabatan keduanya, yang seharusnya berakhir pada tahun 2002, berakhir pada tahun 1999 karena perkembangan politik setelah jatuhnya Suharto. Ia kemudian terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Maluku pada Pemilu 1999.[1] Hentihu adalah sekretaris Golkar di Maluku saat itu.[3] Beberapa hari setelah Hentihu terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Maluku, pemerintah memberlakukan undang-undang yang membentuk Kabupaten Buru.[4] Pemerintah Maluku kemudian mengangkat Rusdi Sangadji sebagai pejabat bupati. Pemilihan bupati definitif diadakan pada tanggal 6 September 2001 dengan Hentihu keluar sebagai pemenang, tetapi beberapa anggota DPRD Buru menganggap pemilihan tersebut tidak sah.[5] Pemilihan lain diadakan beberapa bulan kemudian dan dimenangkan lagi oleh Hentihu. Ia kemudian dilantik sebagai bupati sekitar tahun 2002.[1] Periode pertama Hentihu sebagai bupati terlihat adanya penurunan bentrokan bersenjata yang terjadi akibat konflik sektarian Maluku. Meski demikian, Hentihu menolak pencabutan status darurat sipil di Buru, dengan alasan pencabutan itu bisa menimbulkan bentrokan baru.[6] Menjelang berakhirnya masa jabatan pertamanya, Hentihu mengumumkan niatnya untuk mencalonkan diri kembali sebagai calon Bupati Buru dalam pemilihan mendatang. Ia memilih Ramly Umasugi, yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPRD Buru, sebagai pasangannya.[7] Hentihu dan Umasugi didukung oleh Golkar[7] dan pasangan ini berhasil memenangkan pemilu.[8] Lawan-lawan Hentihu memprotes kemenangannya dengan mengklaim bahwa Hentihu melakukan kecurangan pemilu, dan pendukung mereka melakukan protes di kantor KPU setempat.[9][10] Hentihu mengawal pembentukan Kabupaten Buru Selatan selama masa jabatannya. Hentihu mencalonkan Hakim Fatsey, salah seorang bawahannya, sebagai sekretaris bupati. Pengangkatan Fatsey oleh Hentihu ke Kabupaten Buru Selatan dipandang sebagai semacam pengasingan karena salah urus dinas pendidikan di Buru.[11] Keputusan Hentihu segera diprotes oleh penduduk Buru Selatan[11] dan Hentihu kemudian dipenjara karena salah urus.[12] Masa jabatan kedua Hentihu sebagai bupati berakhir pada 2 Februari 2012.[13] Pada Agustus 2016, sekelompok mahasiswa yang menamakan diri Front Pemuda Muslim Maluku melakukan protes di depan Komisi Pemberantasan Korupsi, menuntut agar Hentihu diperiksa atas keterlibatannya dalam kasus korupsi.[14][15] Kehidupan dan kematian pribadiHusnie Hentihu menikah dengan Murniaty Sulaiman Hentihu dan memiliki lima orang anak. Murniaty Sulaiman Hentihu menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Maluku sejak 2014 hingga meninggal dunia pada 10 Agustus 2021.[16] Hentihu meninggal dunia pada 20 Februari 2023 di RSUD Dr Haulussy Ambon, Maluku. Dia berusia 72 tahun.[17] Sebelum kematiannya, Hentihu dirawat selama tiga hari di rumah sakit. Jenazahnya dibawa ke Buru untuk dikebumikan di sana.[3] Referensi
|