Hosokawa GraciaHosokawa Gracia (細川ガラシャ) atau Hosokawa Tama (細川玉) (1563-1600) adalah wanita bangsawan Jepang semasa perang sipil/periode Sengoku. Dia adalah putri ketiga dari Akechi Mitsuhide. Terlahir dengan nama Tama, Gracia adalah nama baptisnya setelah masuk agama Kristen. Dia menikah dengan Hosokawa Tadaoki, anak seorang daimyo dan melahirkan dua orang anak baginya. Dalam sejarah kekristenan dia adalah santa Jepang yang pertama. Kehidupan awalTahun 1578, ketika Tama masih berumur 15 tahun, dia menikah dengan Hosokawa Tadaoki, putra sulung Hosokawa Fujitaka. Mereka adalah pasangan yang serasi, Tama seorang gadis yang cantik dan pintar, mewarisi bakat intelektual ayahnya, Mitsuhide yang berpendidikan tinggi, sementara Tadaoki juga seorang yang ahli dalam melukis dan berpuisi, juga piawai dalam upacara minum teh, murid dari guru besar Sen Rikyu yang terkenal. Setelah menikah, dia menghabiskan waktunya di kastil Syoryuji, Kyoto dengan suaminya. Mereka hidup saling mencintai dan menghargai. Tahun 1580, suaminya dan mertuanya mengalahkan klan Isshiki. Setelah mertuanya pensiun, Tadaoki menjadi kepala klan berikutnya, dia menguasai provinsi Tango yang subur. Kastilnya di Miyazu terkenal akan keindahan alamnya sehingga disebut Ama-no-Hashidate yang berarti jembatan surga. Putri sang pengkhianatTahun 1582, hal tragis dalam kehidupannya bermula. Saat itu ayahnya, Mitsuhide memberontak terhadap atasannya Oda Nobunaga dalam peristiwa yang dikenal dengan Insiden Honnoji. Dalam peristiwa itu Nobunaga terjebak dan bunuh diri dalam lautan api. Hideyoshi, seorang jendral Nobunaga lainnya yang sedang bertugas di wilayah barat segera melakukan tindakan balasan. Harapan Mitsuhide agar Tadaoki dan ayahnya mendukung pemberontakan itu gagal, bahkan Takayama Ukon yang teman dekatnya pun tidak mendukungnya. 12 Juni 1582, pasukan Hideyoshi dengan kekuatan 36.000 orang berhadapan dengan pasukan Mitsuhide yang hanya 16.000 orang di pegunungan Tennozan dalam pertempuran Yamazaki. Mitsuhide kalah dalam pertempuran ini dan berusaha melarikan diri ke kastilnya di Sakamoto, tetapi dia terbunuh dalam pelariannya. Setelah pemberontakan ditumpas, Tama kini dicap sebagai putri pengkhianat. Suaminya tidak ingin menceraikannya, sebagai gantinya dia menemaninya ke pengasingan di Midono, sebuah desa kecil di daerah pegunungan Kyoto. Beberapa tahun kemudian, dia akhirnya diperbolehkan kembali ke kediaman Hosokawa di Osaka. Masuk KristenTama tadinya adalah seorang pemeluk Budha sekte Zen. Dia mulai tertarik dengan agama Kristen dari seorang pelayannya,Kihara Kayo, yang nama baptisnya Maria dan mendapatkan pemahaman Kristen lebih dalam dari seorang daimyo Kristen, Takayama Ukon yang teman suaminya. Tahun 1587, ketika suaminya sedang bertugas di Kyushu berperang dengan klan Shimazu dia mengunjungi sebuah gereja Yesuit di Osaka. Saat itu Gereja sedang didekorasi dengan indah karena menjelang Paskah. Disana Tama terlibat diskusi dengan misionaris Spanyol bernama Cesvedes. Sang misionaris terkesan akan kemampuan intelektual perempuan ini. Suaminya tidak suka Tama sering keluar meninggalkan rumahnya sehingga dia tidak lagi sering ke Gereja. Namun dia masih sering surat-menyurat dengan misionaris Spanyol itu untuk lebih mengerti tentang kekristenan. Tahun 1587, akhirnya dia dibaptis di rumahnya oleh pelayannya, Maria dan namanya berganti menjadi Gracia (Garasha dalam dialek Jepang), yang berarti anugerah Tuhan. Suaminya marah setelah mengetahui dia pindah agama, berkali-kali dia menyuruhnya meninggalkan agama barunya itu, bahkan Hideyoshi yang kini sudah memegang kekuasaan juga memerintahkannya demikian, tetapi dia tetap berpegang teguh pada imannya dan menolak. Tahun itu juga, Hideyoshi mulai memulai penindasan terhadap orang Kristen. Tindakan ini diambil atas dasar ketidaksukaannya pada beberapa daimyo yang menyumbangkan tanahnya pada gereja asing dan perdagangan manusia yang melibatkan pedagang-pedagang Portugis. Bulan Juli tahun itu, Takayama Ukon diasingkan ke Filipina karena menolak meninggalkan imannya dan bulan berikutnya Hideyoshi secara resmi mengeluarkan undang-undang pelarangan agama Kristen. Dibawah tekanan-tekanan itu Gracia tetap berpegang pada kepercayaannya. Akhir yang tragisToyotomi Hideyoshi meninggal tahun 1598, tetapi itu bukanlah akhir penderitaan bagi Gracia. Dua tahun kemudian, tahun 1600, pertempuran besar Sekigahara meletus. Suaminya memihak kubu timur yang dipimpin Tokugawa Ieyasu. Sementara suaminya berperang Gracia tinggal di Osaka yang dikuasai Ishida Mitsunari, pemimpin kubu barat. Mitsunari memakai siasat licik dengan menahan keluarga para jendral timur yang tinggal disana sebagai sandera dan memaksa mereka untuk membelot padanya atau setidaknya tidak menyerangnya. Gracia tidak rela dirinya dimanfaatkan sebagai alat, dia lebih memilih mati sebagai tanda kesetiaan pada suaminya dan pemimpinnya yang sah, Tokugawa. Karena agamanya melarang bunuh diri, maka dia memerintahkan seorang pengikut suaminya, Ogasawara Shosai untuk membunuhnya. Setelah menjalankan perintah terakhir majikannya, samurai tua itu beserta seluruh penghuni kastil juga melakukan seppuku di tengah api yang akhirnya membakar habis kastil itu. Mitsunari murka mendengar kabar ini sehingga dia terpaksa membatalkan rencana penyanderaan itu. Seorang pastor memungut jasadnya dari puing-puing kastil dan menguburkannya di Sakai namun kemudian suaminya memindahkannya ke kuil Sozenji di Osaka. Tahun 1862, tahta suci Vatikan mengkanonisasikannya sebagai santa/ orang suci. Beberapa orang memperdebatkan kepantasannya sebagai martir Kristen karena dia meninggal hanya sebagai istri setia, bukan karena mempertahankan imannya. Selain itu dengan memerintahkan pengikut suaminya untuk membunuhnya juga dianggap sebagai tindakan bunuh diri yang terlarang dalam agama Kristen. Namun, terlepas dari segala kontroversi tersebut, Gracia tetap merupakan tokoh yang dihormati baik oleh Kristen maupun non-Kristen. Hosokawa Gracia dalam budaya populer
Bacaan lebih lanjut
|