Horison (majalah)
Majalah Horison adalah majalah yang khusus memuat karya sastra di Indonesia. Majalah ini kali pertama terbit pada bulan Juli 1966 di Jakarta.[1][2] Majalah yang didirikan oleh Mochtar Lubis, P.K. Ojong, Zaini, Arief Budiman, dan Taufiq Ismail, ini diterbitkan untuk para sastrawan dan pegiat sastra di seluruh Indonesia. Namun, seiring perkembangannya, majalah ini tak hanya diminati oleh kalangan sastrawan saja, melainkan juga diminati oleh masyarakat umum di seluruh Indonesia.[3] Sejak 1996, Horison menambahkan sisipan baru yang ditujukan untuk guru dan siswa. Sisipan yang kemudian menjadi rubrik tetap itu bernama Kakilangit.[4] Latar belakangTahun 1966, di tengah menyongsong datangnya zaman yang menjanjikan zaman baru itu, berbagai gagasan untuk menerbitkan majalah yang mampu mengekspresikan kemerdekaan berpikir dan berbicara itu datang berbaur-baur. Gagasan-gagasan itu datang bersamaan dengan mulai timbulnya aksi-aksi Tritura demonstrasi mahasiswa sekitar tanggal 10 Januari hingga 11 Maret 1966. Soe Hok Djien, seorang mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia yang juga dikenal sebagai seorang tokoh demonstran, diam-diam pada hari-hari di sekitar itu, tanpa banyak orang tahu, telah menemui Mochtar Lubis di Rumah Tahanan Salemba. Mochtar adalah bekas pemimpin redaksi Indonesia Raya, yang sedang ditahan Soekarno karena sikap korannya yang oposan. Kepada Mochtar, Hok Djien —dikenal dengan nama Arief Budiman— mula-mula bercerita tentang keadaan kesusastraan: antara lain tentang Manikebu yang dilarang pemerintah, sekaligus tentang H.B. Jassin dan Wiratmo Soekito yang dinon-aktifkan dari kepegawaiannya. Tanpa disadari, pembicaraan kemudian melenceng pada kemungkinan menerbitkan sebuah majalah sastra yang baik. Majalah sastra terakhir yang pernah terbit adalah Sastra yang dikelola HB Jassin. Namun, majalah itu berhenti terbit setahun sebelumnya akibat gencarnya serangan Lekra. Mochtar ternyata setuju. Bahkan begitu antusiasnya, ia berjanji kepada Arief, jika sudah bebas nanti, akan berusaha menghubungi kawan-kawannya untuk mendapatkan dana. Setelah Mochtar Lubis dibebaskan pada tanggal 17 Mei, dia teringat Arief, dan mengajak Arief berkeliling kota menemui beberapa teman pengusahanya. Kemudian setelah berhasil mengumpulkan dana sekadarnya dan memperoleh tumpangan kantor, mereka mulai membentuk sebuah dewan redaksi. Yang menjadi anggota dewan, selain Mochtar dan Arief adalah HB Jassin, DS Moeljanto, Zaini, dan Taufiq Ismail. Majalah itu disepakati bernama Horison yang artinya kaki langit yang jauh. Majalah ini memang diharapkan dapat memperluas cakrawala pemikiran yang saat itu sempat terkotak-kotak. Horison terbit bulanan. Untuk itu, sebelumnya didirikanlah sebuah yayasan yang diberi nama Yayasan Indonesia, selaku penerbit majalah sastra ini. Yayasan itu diketuai Mochtar Lubis dengan sekretaris Arief dan berdiri pada tanggal 31 Mei 1966 melalui Akta Notaris W. Silitonga, No. 54. Dalam rapat Yayasan tanggal 3 Juni di rumah Mochtar di Jalan Bonang 17 dibentuk susunan pengasuh majalah terdiri dari Mochtar Lubis sebagai Pemimpin Umum/ Penanggung Jawab, dengan anggota HB Jassin, Zaini, DS Moeljanto, Taufik Ismail, dan Arief Budiman. Sebuah kesulitan kecil terjadi ketika meminta surat izin terbit (SIT) untuk majalah Horison. Dalam formulir dari PWI disebutkan bahwa Penanggung Jawab, yakni Mochtar Lubis harus berjanji akan setia kepada Manipol-Usdek, Mochtar langsung menolak. Dia mencoret kata-kata tersebut. Para sastrawan yang sudah begitu rindu akan kehadiran sebuah majalah sastra, berusaha membujuk Mochtar supaya tidak melakukan hal tersebut, karena ini hanya sekadar formalitas. Formulir ini adalah formulir lama yang akan segera diganti. Tapi Mochtar tetap pada pendiriannya. "Kita mau mendirikan sebuah majalah kebudayaan. Karena itu kita harus merintis sebuah kebudayaan baru yang sehat. Tidak enak kalau kita mulai dengan menandatangani sesuatu yang tidak kita setujui", kata Mochtar. Arief kemudian ditugaskan untuk membawa formulir itu untuk ditandatangani Ketua PWI, Mahbub Djunaidi. Mahbub ternyata mau menandatangani formulir yang sudah dicoret-coret oleh Mochtar. Dengan demikian berarti Horison pun mendapatkan SIT bagi penerbitannya. Untuk menyelenggarakan roda penerbitan sehari-hari, sementara waktu kantor redaksi menempati rumah Mochtar Lubis, sedang kantor tata usaha bertempat di kantor redaksi Kompas di Jalan Pintu Besar Selatan 86-88. Adapun majalah dicetak di Percetakan Angin, Jalan Blora 36, yang juga merupakan kantor redaksi majalah mingguan Pembina, itupun atas kebaikan AH Shahab, pemilik Pembina. Di sana, menurut DS Moeljanto, untuk ruang kerja redaksi disediakan tempat di lantai tingkat atas yang berhawa panas sekali. Perjuangan belum selesai karena Horison belum punya Surat Izin Pembelian Kertas (SIPKI). Namun, berkat kegesitan Arief, Horison mendapat utangan kertas dari Direktur PT Pembangunan, Hazil Tanzil, sebanyak 60 rim. Pada pertengahan Juli 1966, Horison nomor perdana terbit. Gambar sampulnya hanya selembar kertas koran yang dihiasi reproduksi hitam purih poster Sriwidodo, berdasarkan sajak Taufiq Ismail yang populer masa itu, Karangan Bunga yang fotonya dibuat DA Peransi.[5][6] Edisi daringPada ulang tahun ke-50 tanggal 26 Juli 2016, redaksi Horison memutuskan untuk mengalihkan penerbitan majalah dari luring atau cetak ke versi daring dengan alamat horisononline.or.id Diarsipkan 2012-05-06 di Wayback Machine..[7] Versi lama Horison juga bisa diakses di Wikimedia Commons, hal ini bisa diwujudnyatakan berkat kerja sama dengan Wikimedia Indonesia.[8] Referensi
Lihat jugaPranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Majalah Horison.
|