High Explosive Research

High Explosive Research
Uji coba nuklir pertama oleh Britania, Operasi Hurricane, di Australia, 3 Oktober 1952
Jenis proyekPengembangan senjata nuklir
NegaraBritania Raya
Perdana MenteriClement Attlee, Winston Churchill
Tokoh pentingCharles Portal, William Penney, Christopher Hinton
Dimulai1945
Selesai1953

High Explosive Research ("Penelitian Peledak Besar") adalah proyek Britania Raya (disebut juga "Inggris Raya") untuk mengembangkan senjata nuklir setelah Perang Dunia II. Proyek ini dimulai dari keputusan sebuah subkomite Kabinet Britania Raya pada 8 Januari 1947 dan diumumkan di Dewan Rakyat pada 12 Mei 1948. Keputusan ini diambil setelah Amerika Serikat membatalkan kerja sama teknologi kedua negara sejak Perjanjian Quebec (1943) dan didorong oleh kekhawatiran bahwa Britania akan kehilangan status sebagai kekuatan besar dunia.

Proyek ini dikelola oleh pihak sipil alih-alih militer. Para pegawai direkrut melalui Dinas Sipil dan digaji oleh badan tersebut. Proyek ini dikepalai oleh Charles Portal, Pengendali Produksi Tenaga Atom di Kementerian Pemasok Britania. Atomic Energy Research Establishment didirikan di sebuah bekas lapangan udara di Harwell, Oxfordshire di bawah kepemimpinan fisikawan John Cockroft. Reaktor nuklir pertama milik Britania, yaitu sebuah reaktor penelitian kecil dengan nama GLEEP mencapai titik kritis pada 15 Agustus 1947. Tim Britania di Laboratorium Montreal, Kanada merancang sebuah reaktor yang lebih besar, dengan nama BEPO, yang mencapai titik kritis pada 5 Juli 1948. Dengan kedua reaktor penelitian ini, Britania mendapat ilmu dan pengalaman yang kelak akan berguna dalam reaktor-reaktor nuklir produksi sungguhan.

Reaktor dan fasilitas-fasilitas produksi dibangun di bawah kepemimpinan insinyur Christopher Hinton, yang bermarkas di bekas pabrik amunisi kerajaan di Risley, Lancashire. Ini termasuk pembangunan pabrik logam uranium di Springfields, dua reaktor nuklir dan sebuah pabrik pengolahan plutonium di Windscale, serta fasilitas pengayaan uranium melalui difusi gas di Capenhurst, dekat Chester. Dua reaktor yang dibangun di Windscale mulai beroperasi pada Oktober 1950 dan Juni 1951, sedangkan Capenhurst mulai menghasikan uranium diperkaya pada 1954.

Selanjutnya, ilmuwan William Penney memimpin perancangan bom nuklir di Fort Halstead. Pada 1951, timnya berpindah ke lokasi baru di Aldermaston, Berkshire. Hasilnya. Britania menguji coba bom atom pertamanya pada 3 Oktober 1952 dalam Operasi Hurricane. Dalam uji coba ini, sebuah bom atom diledakkan di dalam kapal fregat HMS Plym di lepas pantai Kepulauan Montebello, Australia. Proyek ini diselesaikan dengan pengiriman bom atom Blue Danube kepada Angkatan Udara Britania Raya pada November 1953. Tak lama setelah Operasi Hurricane, Amerika Serikat mengembangkan teknologi bom hidrogen pada November 1952, yang jauh lebih kuat dibandingkan bom atom fisi biasa. Setelah itu, Britania pun mulai mengembangkan bom hidrogennya sendiri, dan berhasil melakukan uji coba bom hidrogen pertama pada 1957. Setelah itu, AS dan Britania melanjutkan kerja sama nuklir mereka dengan disetujuinya Perjanjian Pertahanan Bersama kedua negara.

Latar belakang

Tube Alloys

Potret lelaki duduk berpakaian resmi.
Sir John Anderson, menteri yang bertanggung jawab atas proyek Tube Alloys

Partikel neutron ditemukan oleh James Chadwick di Universitas Cambridge, Inggris, Britania Raya pada Februari 1932.[1] Pada April 1932, rekan laboratoriumnya John Cockroft dan Ernest Walton berhasil membelah atom litium dengan menggunakan proton berkecepatan tinggi.[2] Kelompok yang dipimpin Enrico Fermi di Roma bereksperimen dengan menembakkan neutron lambat terhadap berbagai unsur dan menghasilkan unsur-unsur serta isotop-isotop berbeda yang lebih berat.[3] Kemudian, pada Desember 1938, Otto Hahn dan Fritz Strassman menembak uranium dengan neutron lambat[4] dan menemukan hasil reaksi berupa barium, yang menunjukkan bahwa inti uranium telah mengalami pembelahan.[3] Hahn memberitahu rekannya Lise Meitner, sementara Meitner bersama keponakannya Otto Frisch mengembangkan penjelasan teoretis terhadap hasil eksperimen ini yang kemudian diterbitkan di jurnal Nature pada 1939.[5] Dengan analogi terhadap fisi atau pembelahan sel dalam biologi, mereka menamakan proses ini "fisi nuklir" atau pembelahan inti atom.[6]

Penemuan fisi nuklir memunculkan kemungkinan dibuatnya bom atom berkekuatan tinggi.[7] Masyarakat Britania telah mengenal istilah "bom atom" akibat novel fiksi ilmiah The World Set Free (1913) karya H. G. Wells.[8] Penelitian terhadap uranium selanjutnya dilakukan oleh George Paget Thomson dari Imperial College London dan Mark Oliphant dari University of Birmingham. Pada Februari 1940, kelompok yang dipimpin Thomson telah gagal melakukan reaksi berantai pada uranium alamiah dan menyimpulkan bahwa penelitian ini tidak layak dilanjutkan.[9] Namun, kelompok Oliphant di Birmingham mencapai kesimpulan sebaliknya. Dua ilmuwan yang ditugaskan meneliti hal ini, Rudolf Peierls dan Otto Frisch (keduanya mengungsi ke Britania akibat berkuasanya Adolf Hitler), menghitung massa kritis bola logam uranium-235 murni. Perhitungan ini menunjukkan bahwa massa kritisnya berada dalam kisaran 1–10 kilogram, bukan ribuan kilogram yang banyak diyakini sebelumnya, dan jumlah sekecil ini dapat menghasilkan ledakan berkekuatan jutaan kilogram dinamit.[10][11][12]

Laporan yang disusun Frisch dan Peierls, disebut Memorandum Frisch–Peierls, ditunjukkan oleh Oliphant kepada ketua Komite Survei Ilmiah Pertahanan Udara Sir Henry Tizard.[13] Pemerintah Britania mendirikan Komite MAUD untuk melakukan penelitian lebih lanjut.[14] Komite ini melakukan penelitian intensif dan menulis laporan pada Juli 1941 dengan kesimpulan bahwa bom atom bukan hanya layak secara teknis, tetapi juga memungkinkan untuk dibuat pada masa perang melawan Jerman, mungkin dalam dua tahun. Komite ini sepakat menyarankan dilanjutkannya pengembangan bom atom dan mengangapnya sebagai hal mendesak, walaupun mereka mengakui bahwa sumber daya yang dibutuhkan mungkin tidak semuanya dimiliki Britania.[15][16] Britania mendirikan sebuah badan baru bernama Tube Alloys ("Paduan-Paduan Tabung", sengaja dinamakan demikian dengan tujuan mengecoh), untuk mengarahkan upaya ini. Sir John Anderson, ketua Dewan Penasihat Britania, menjadi menteri yang bertanggung jawab atas proyek ini, dan Wallace Akers dari perusahaan Imperial Chemical Industries (ICI) ditunjuk sebagai direktur.[17]

Proyek Manhattan

Pada Juli 1940, Britania menawarkan akses terhadap penelitiannya kepada Amerika Serikat (AS),[18] dan dalam Misi Tizard, Cockroft menjelaskan perkembangan di Britania kepada para ilmuwan AS.[19] Cockroft melihat bahwa saat itu AS memiliki proyek serupa yang jauh lebih kecil dan lebih tertinggal dibandingkan Britania.[15] Britania dan AS kemudian bertukar informasi tentang proyek masing-masing, tetapi pada awalnya tidak menggabungkan upaya mereka. Amerika menawarkan penggabungan pada Agustus 1941, tetapi tidak dijawab Britania.[20] Pada November 1941, Frederick L. Hovde, kepala perwakilan Kantor Pengembangan dan Penelitian Ilmiah AS di London, menyebutkan isu kerja sama dan pertukaran informasi kepada Anderson dan Frederick Lindemann. Kedua pejabat Britania ini menyatakan keberatan dan keraguan atas keamanan proyek AS. Ironisnya, pada saat ini justru proyek Britanialah yang telah disusupi mata-mata Uni Soviet, yang juga ingin mengembangkan bom atom sendiri.[21]

AS memiliki sumber daya yang lebih besar dibandingkan Britania Raya dan tak lama kemudian proyek bom atom AS jauh lebih maju dibandingkan Britania.[22] Pada 30 Juli 1942, Anderson memberi tahu PM Britania Winston Churchill bahwa "Kita harus menghadapi kenyataan bahwa ... karya rintisan kita ... adalah aset yang semakin mengecil, dan bahwa, jika kita tidak menggunakannya secepatnya, kita akan disalip. Saat ini, kita masih memiliki sumbangsih sungguhan jika terjadi 'penggabungan'. Tak lama lagi, kita akan cuma punya sedikit atau tidak punya apa-apa."[23]

Dua orang sedang berbicara di sebuah kantor
James Chadwick (kiri), pemimpin misi Britania untuk Proyek Manhattan, berbincang dengan Mayjen Leslie R. Groves, direktur proyek tersebut.

Britania mempertimbangkan mengembangkan bom atom sendiri tanpa melibatkan AS, tetapi untuk mencapai ini dibutuhkan prioritas tinggi dan biaya sangat besar yang dapat mengacaukan upaya-upaya lain terkait perang yang sedang berlangsung. Selain itu, hasilnya mungkin akan terlambat dan tidak sempat memengaruhi jalannya Perang Dunia II. Para pejabat Britania sepakat bahwa sebelum mengambil jalan ini, mereka perlu mencoba jalan lain yaitu melalui kerja sama dengan AS.[24] Pada Konferensi Quebec I, Agustus 1943, Churchill dan Presiden AS Franklin Roosevelt menandatangani Perjanjian Quebec yang menggabungkan proyek nuklir kedua negara.[25] Ketentuan perjanjian ini menempatkan Britania di posisi yang lebih rendah di antara kedua sekutu ini. Britania menerima perjanjian ini dengan anggapan bahwa inilah perjanjian terbaik yang bisa mereka dapatkan dalam kondisi saat itu. Batasan-batasan dalam perjanjian tersebut adalah harga yang harus dibayar demi informasi teknis yang akan dalam proyek nuklir setelah perang selesai.[26]

Perjanjian Quebec mengatur didirikannya "Komite Kebijakan Gabungan" dan "Perwalian Pengembangan Gabungan" untuk mengoordinasi upaya masing-masing negara.[27] Pada 19 September 1944, sebuah aide-mémoire yang disetujui Roosevelt dan Churchill memperluas kerja sama militer dan komersial kedua negara hingga masa setelah perang berakhir.[28] Para ilmuwan Britania memiliki andil besar dalam Proyek Manhattan yang kelak menghasilkan bom atom pertama dunia untuk AS. Tim Britania yang dipimpin Akers membantu pengembangan teknologi difusi gas di New York.[29] Tim lain, dipimpin Oliphant yang ditunjuk sebagai wakil direktur Laboratorium Radiasi Berkeley, membantu proses pemisahan isotop secara elektromagnetis.[30] Cockroft menjadi direktur Laboratorium Montreal.[31] Tim Britania juga dikirim ke Los Alamos, pada awalnya dipimpin James Chadwick dan kemudian dipimpin Peierls. Tim ini beranggotakan ilmuwan terkemuka Britania seperti Geoffrey Taylor, James Tuck, Niels Bohr, William Penney, Frisch, Ernest Titterton, dan Klaus Fuchs (Klaus kelak diketahui sebagai mata-mata Soviet).[32][33] Sebagai pemimpin umum seluruh tim Britania, Chadwick mengarahkan anggotanya agar berkontribusi secara penuh,[34] dan ia sendiri membangun hubungan akrab dengan Direktur Proyek Manhattan Brigjen Leslie R. Groves.[35]

Berakhirnya kerja sama dengan AS

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, hubungat erat Britania dan AS yang dijuluki Special Relationship ("Hubungan Istimewa") mulai merenggang.[36] Pemerintah Britania awalnya menganggap bahwa teknologi nuklir hasil Proyek Manhattan adalah penemuan bersama dan AS akan berbagi teknologi dengan Britania. Pada 8 Agustus 1945, Perdana Menteri Clement Attlee menyebut dirinya dan Presiden AS Harry Truman sebagai "kepala-kepala pemerintahan yang mengendalikan kekuatan hebat ini".[37] Kenyataannya, setelah meninggalnya Roosevelt pada 12 April 1945, pemerintah AS selanjutnya tidak terikat pada aide-mémoire September 1944.[38] Bahkan pada Juni 1945 saat Jenderal Besar Britania Henry Maitland Wilson menyebut isu ini dalam pertemuan Komite Kebijakan Gabungan, pihak AS tidak menemukan salinan aide-mémoire milik mereka.[39] Ketika Britania mengirim sebuah fotokopi pada 18 Juli,[38] Groves mempertanyakan keabsahan dokumen tersebut, dan baru beberapa tahun berikutnya AS menemukan salinan milik mereka dalam arsip milik Laksamana Madya Wilson Brown, Jr., anggota staf militer Roosevelt dari pihak angkatan laut. Agaknya seseorang salah menyimpannya karena terkecoh dengan istilah Tube Alloys dan mengiranya terkait urusan angkatan laut.[39][40][41]

Pada 9 November 1945, Attlee dan Perdana Menteri Kanada Mackenzie King mengunjungi Washington, D.C. untuk membicarakan rencana kerja sama senjata dan tenaga nuklir.[42][43] Mereka lalu menandatangani sebuah memorandum yang menggantikan Perjanjian Quebec. Dengan memorandum ini, Komite Kebijakan Gabungan dan Perwalian Pengembangan Gabungan dilanjutkan, Kanada menjadi mitra penuh, dan kewajiban untuk saling meminta izin dalam penggunaan senjata nuklir diganti menjadi hanya kewajiban berkonsultasi.[44] Ketiga kepala pemerintahan menyetujui bahwa akan ada kerja sama penuh dan efektif mengenai tenaga nuklir, tetapi yang selanjutnya terjadi tidak sesuai dengan harapan pihak Britania.[45] Pihak AS menganggap bahwa kerja sama ini hanya terbatas untuk penelitian sains dasar.[46]

Pertemuan Komite Kebijakan Gabungan selanjutnya pada 15 April 1946 tidak menghasilkan kesepakatan mengenai kerja sama. Pertemuan ini dilanjutkan dengan pertukaran pesan antara Truman dan Attlee. Pada 20 April, Truman mengirim kabel diplomatik berisi bahwa ia tidak menganggap memorandum sebelumnya mewajibkan AS membantu Britania dalam merancang, membangun, dan mengoperasikan pembangkit tenaga nuklir.[47] Pada Agustus 1946, Amerika mengesahkan Undang-Undang Tenaga Atom 1946 ("McMahon Act"), yang berlaku efektif pada 1 Januari 1947 dan mengakhiri kerja sama teknis di bidang nuklir.[48] Undang-undang ini membatasi pertukaran informasi yang disebut "data terlarang" (restricted data) sehingga sekutu-sekutu AS tidak lagi boleh menerima informasi apapun.[49] Ilmuwan Britania yang masih bekerja di AS dilarang membuka dokumen-dokumen yang mereka tulis sendiri beberapa hari sebelumnya.[50]

Kembalinya proyek mandiri Britania Raya

Organisasi

portret seorang berseragam perwira militer
Charles Portal, Pengendali Produksi, Tenaga Atom

Pada 10 Agustus 1945, Attlee membentuk sebuah subkomite dalam Kabinet Britania yang bernama Komite Gen 75 (dijuluki "Komite Bom Atom" oleh Attlee)[51] yang bertujuan menyelidiki kelayakan program senjata nuklir.[52] Attlee juga membentuk Komite Penasihat Mengenai Tenaga Atom di bawah pimpinan Sir John Anderson untuk memberikan masukan teknis. Anderson adalah seorang anggota parlemen independen yang duduk di kabinet bayangan pihak oposisi. Sebagai ketua Komite Penasihat, Anderson diberi kantor sendiri di Cabinet Office. Ia menemani Attlee dalam kunjungan ke AS pada November 1945.[53] Sebuah dokumen yang ditulis Kantor Angkatan Laut pada 2 September 1945 berjudul The Influence of the Atomic Bomb on War memprediksi bahwa sebuah negara musuh dapat membuat 500 bom selama sepuluh tahun masa damai. Dokumen ini juga memperingatkan bahwa jika 10% saja digunakan terhadap Britania Raya, "dalam waktu semalaman pangkalan utama Imperium Britania akan dilumpuhkan",[54] sementara senjata yang tersisa akan cukup untuk menghadapi sisa kekuatan Britania di seluruh dunia.[54]

Pada Oktober 1945, Komite Gen 75 mempertimbangkan masalah tanggung jawab kementerian terhadap tenaga atom. Sekretaris Kabinet Sir Edward Bridges dan Komite Penasihat Tentang Tenaga Atom menyarankan bahwa upaya ini berada di bawah lingkup Kementerian Pemasok. Mengembangkan tenaga nuklir membutuhkan proyek pembangunan yang sangat besar sehingga amat cocok dilakukan oleh Kementerian Pemasok.[55] Sejak 1 November 1945, Direktorat Tube Alloys dipindahkan ke dalam kementerian tersebut.[56] Untuk mengoordinasikan proyek ini, dibuatlah sebuah jabatan Controller of Production, Atomic Energy (CPAE, "Pengendali Produksi Tenaga Atom"). Untuk posisi ini, Menteri Pemasok John Wilmot menyarankan Marsekal Besar Charles Portal yang telah menjabat Kepala Staf Angkatan Udara sejak Perang Dunia II. Portal pada awalnya enggan karena merasa ia tidak memiliki pengalaman pemerintahan di luar Angkatan Udara, tetapi akhirnya menerima jabatan ini dengan masa dua tahun dimulai Maret 1946. Dengan jabatan ini, ia dapat langsung berhubungan dengan Perdana Menteri.[57] Portal mengepalai proyek ini hingga digantikan Sir Frederick Morgan pada 1951.[58] Portal bermarkas di Shell Mex House, Strand, London. Tempat ini kemudian dikenal dengan julukan The Cage ("Kandang") karena adanya pagar pembatas demi keamanan.[59][60]

John Cockroft, kepala Atomic Energy Research Establishment

Dengan diangkatnya Portal, Komite Penasihat Mengenai Tenaga Atom mulai dipertimbangkan untuk dipecah karena fungsi gandanya sebagai penasihat dan badan antardepartemen. Pada Agustus 1946, didirikan sebuah komite baru yaitu Komite Resmi Tenaga Atom (Atomic Energy Official Committee) yang menjalankan fungsi sebagai badan antardepartemen. Pada Maret 1947, Roger Makins menjadi ketuanya. Komite Penasihat Mengenai Tenaga Atom mulai berkurang pengaruhnya, dan bubar ketika ditinggal Anderson pada akhir 1947.[61] Selama Perang Dunia II, Christopher Hinton dipinjamkan dari perusahaan ICI ke Kementrian Pemasok dan menjadi pejabat tinggi dalam urusan pabrik amunisi. Ia dijadwalkan kembali ke ICI pada akhir 1945, tetapi ia memutuskan untuk memimpin perancangan, pembangunan, dan operasi fasilitas nuklir Britania, dengan gaji di bawah tawaran ICI. Mulai 4 Februari 1946, ia bermarkas di bekas pabrik amunisi di Risley, Lancashire.[62] Portal juga mengangkat Michael Perrin sebagai Wakil Pengendali bidang Kebijakan Teknis. Hal ini menyebabkan gesekan dengan Hinton karena Perrin dulunya adalah junior Hinton di ICI. Portal juga mendirikan sebuah komite teknis untuk menggantikan komite teknis Tube Alloys.[63] Untuk mengukuhkan kendali Kementerian Pemasok atas program nuklir di mata hukum, sebuah rancangan undang-undang diusulkan di Dewan Rakyat pada 1 Mei 1946 dan disahkan sebagai Undang-Undang Tenaga Atom pada 6 November 1946.[64]

Saat perang masih berkecamuk, Chadwick, Cockroft, Oliphant, Peierls, Harrie Massey, dan Herbert Skinner pernah bertemu di Washington, D.C. pada November 1944 dan menyusun sebuah proposal mengenai badan penelitian tenaga atom di Britania dengan perkiraan biaya £1,5 juta.[65] Komite Tube Alloys mendukung usulan ini pada April 1945. Attlee mengumumkan pendirian badan ini di Dewan Rakyat pada 29 Oktober dan menyebut badan ini membutuhkan £1 juta untuk pendirian serta £500 juta untuk biaya operasi per tahun.[56] Chadwick dan Cockroft menjadi pilihan utama untuk diangkat sebagai direktur. Chadwick menyarankan agar Cockroft yang diangkat. Cockroft setuju, tetapi meminta jaminan tertulis bahwa ia bertanggung jawab langsung kepada Menteri Pemasok dan sekretaris tetapnya, dan bahwa badan ini akan dijalankan layaknya sebuah universitas, dengan pertukaran gagasan yang bebas serta penerbitan artikel ilmiah, kecuali jika ada rahasia militer.[66] Pengangkatan Cockroft diumumkan pada November 1945, tetapi ia baru pulang dari Kanada pada September 1946.[67] Atomic Energy Research Establishment (AERE, "Badan Penelitian Tenaga Atom") segera dibentuk, tetapi baru berada di bawah wewenang Portal pada Januari 1950. Badan ini berlokasi di sebuah lapangan udara di Harwell, sekitar 21 km selatan Oxford. Lokasi ini adalah lapangan udara modern dengan landasan pacu yang panjang, dan Kementerian Udara pada awalnya enggan melepasnya hingga ada intervensi dari Perdana Menteri.[68]

Dalam sistem organisasi ini, wewenang mengembangkan bom atom berada di luar Kementerian Pertahanan. Salah satu penyebabnya adalah bahwa kementerian itu baru berdiri pada Oktober 1946, saat Portal telah diangkat sebagai CPAE.[69] Tizard menjadi Kepala Penasihat Ilmiah untuk Kementerian Pertahanan pada 1946.[70] Pada Januari 1947 ia merangkap menjadi Ketua Komite Kebijakan Penelitian Pertahanan yang didirikan untuk memberi masukan bagi Menteri Pertahanan dan para Kepala Staf Angkatan Bersenjata mengenai kebijakan terkait sains.[69] Tizard lalu berusaha mengambil alih sebagian kebijakan senjata nuklir. Setelah bubarnya Komite Penasihat Mengenai Tenaga Atom, muncul dua organisasi baru yaitu Komite Tenaga Atom (Penelitian Pertahanan) yang diketuai oleh Tizard dan Komite Tenaga Atom (Peninjauan Produksi) di bawah wewenang Portal. Walaupun begitu, Tizard tetap gagal mengambil alih kebijakan tenaga atom.[71]

Keputusan

Pada awalnya, terjadi perdebatan antara ilmuwan proyek ini mengenai pilihan bahan yang akan dibuat menjadi bom atom, yaitu antara isotop uranium-235 dan plutonium. Proyek Tube Alloys telah menghasilkan banyak penelitian awal tentang proses difusi gas untuk pengayaan uranium, sementara kelompok pimpinan Oliphant di Berkeley telah banyak bekerja dengan proses elektromagnetik untuk tujuan yang sama. Karena itu, kebanyakan anggota proyek yang berada di Inggris selama perang mendukung pilihan uranium-235. Namun, para ilmuwan yang turut serta dalam Proyek Manhattan mendukung plutonium dengan alasan unsur tersebut lebih efisien sebagai bahan peledak. Kendala pilihan ini adalah tidak adanya keahlian merancang reaktor nuklir untuk memproduksi plutonium maupun tidak adanya pengetahuan yang cukup tentang ilmu kimia dan metalurgi yang diperlukan untuk memperoleh unsur tersebut dari alam. Faktor lain yang mendukung pilihan plutonium adalah bahwa Laboratorium Montreal pernah merancang dan sedang membangun reaktor perintis. Laboratorium ini juga telah mengerjakan beberapa hal yang terkait pemisahan plutonium dari uranium. Proyek Manhattan sendiri mengerjakan baik bom plutonium maupun uranium, dan para ilmuwan yang terlibat di Los Alamos tahu bahwa ada biji senjata komposit yang mencampurkan keduanya, tetapi mereka khawatir bahwa Britania tidak memiliki cukup uang, sumber daya, maupun keahlian untuk melakukan hal ini. Akhirnya, perdebatan ini diselesaikan dengan pertimbangan ekonomi. Reaktor penghasil plutonium dapat dibuat dengan lebih murah dibandingkan pabrik pengayaan uranium dengan hasil setara serta dapat menggunakan bahan mentah uranium dengan lebih efisien. Anggaran sebesar £20 juta disiapkan untuk membangun reaktor dan fasilitas pemisahan dengan produksi plutonium yang cukup untuk 15 bom per tahun.[72] Pembangunan fasilitas ini disetujui "dengan sangat mendesak dan penting" oleh Komite Gen 75 pada 18 Desember 1945.[73]

dua orang berfoto di sebuah kantor
Perdana Menteri Clement Attlee dan Menteri Luar Negeri Ernest Bevin

Beberapa bulan setelahnya, Portal (yang belum menjabat ketika keputusan ini diambil) mulai merasa ragu. Ia mendengar masalah di reaktor-reaktor di Hanford Site yang terancam ditutup akibat Efek Wigner. Dalam kunjungan ke AS pada Mei 1946, Groves menyarankan Portal untuk tidak membangun reaktor, karena sulitnya menjamin keselamatannya. Pada saat itu muncul minat di kalangan para ilmuwan akan penggunaan bahan mentah uranium yang lebih baik dengan cara memperkaya batang uranium yang telah dipakai. Biaya fasilitas difusi gas untuk pengayaan uranium diperkirakan sebesar £30–£40 juta. Komite Gen 75 mempertimbangkan usulan ini pada Oktober 1946.[74] Perrin yang hadir dalam pertemuan ini kelak mengingat:

Pertemuan tersebut hampir memutuskan untuk menentangnya dengan alasan biaya, lalu [Menlu Ernest] Bevin datang terlambat dan berkata, "Kita harus memilikinya. Aku sendiri tidak apa-apa, tetapi aku tidak mau Menteri Luar Negeri lain dari negara kita ini diajak bicara oleh Menlu Amerika Serikat dengan cara yang baru saja aku alami saat berdiskusi dengan [Menlu AS] Tuan Byrnes. Kita harus memilikinya di sini, tak peduli biayanya... Kita harus kibarkan Bendera Union Jack sialan itu di atasnya."[52][75][a]

William Penney adalah salah satu anggota Laboratorium Los Alamos sejak 1944, dan juga anggota komite yang memilih kota Jepang mana yang akan diserang bom atom. Ia berada dalam pesawat pengamat Big Stink saat pengeboman Nagasaki, dan ikut meninjau kerusakan di lokasi serangan bom atom di Jepang setelah berakhirnya perang.[76] Ia pulang ke Inggris pada November 1945 dan berniat melanjutkan karier akademisnya, tetapi ia didekati C. P. Snow, salah satu Komisioner Dinas Sipil, dan diminta untuk menjadi Chief Superintendent Armament Research (CSAR, "Inspektur Kepala Penelitian Persenjataan"), yang bertugas mengepalai Departemen Penelitian Persenjataan di Kementerian Pemasok. Pengangkatannya sebagai CSAR diumumkan pada 1 Januari 1946, tetapi Groves memintanya membantu uji coba nuklir AS di Atol Bikini (Operasi Crossroads). Penney berangkat ke AS pada Maret 1946, dan baru kembali lagi ke Britania pada 1946.[77] Portal lalu memintanya membuat rencana Seksi Senjata Atom dalam departemennya, yang bertugas merancang, mengembangkan, dan membuat bom atom. Ia menulis laporan untuk Portal pada 1 November 1946, mengusulkan sebuah bagan organisasi, merincikan persyaratan untuk pegawai, dan menguraikan kebutuhan-kebutuhan mengenai tempat, yang ia rasa dapat terpenuhi oleh Fort Halstead, sebuah pabrik senjata kerajaan di Woolwich, dan sebuah instalasi militer dekat Shoeburyness.[78][79]

portret seseorang berpakaian resmi
William Penney, Inspektur Kepala Penelitian Persenjataan

Pada Juli 1946, Komite Kepala Staf Angkatan Bersenjata Britania membicarakan masalah senjata nuklir dan menyarankan agar Britania memilikinya. Saran ini diterima oleh Komite Pertahanan Kabinet pada 22 Juli 1946.[80] Kepala Staf Angkatan Udara, Arthur Tedder, secara resmi mengajukan permintaan bom atom pada 9 Agustus 1946.[81][82] Para kepala staf memperkirakan bahwa 200 bom atom akan dibutuhkan menjelang 1957.[83] Walaupun demikian, dan meskipun penelitian dan pembangunan fasilitas telah disetujui, masih belum ada keputusan resmi untuk dimulainya pembuatan bom atom.[84] Portal melayangkan usulannya untuk melakukan hal ini pada pertemuan Komite Gen 164 (sebuah komite ad hoc dalam kabinet) yang setuju untuk memulai pengembangan bom atom. Pertemuan ini juga mendukung usul Portal untuk menyerahkan tanggung jawab ini kepada Penney, walaupun Penney baru akan diberitahu pada Mei.[85] Margaret Gowing menulis:

Keputusan Britania untuk membuat bom atom "muncul" dari sejumlah asumsi umum. Keputusan ini bukanlah tanggapan terhadap sebuah ancaman militer langsung, melainkan sesuatu yang sangat mendasar dan hampir naluriah—sebuah perasaan bahwa Britania harus memiliki senjata pamungkas untuk mencegah musuh yang bersenjata atom, suatu perasaan bahwa Britania sebagai sebuah kekuatan besar harus memiliki semua senjata besar yang terbaru, suatu perasaan bahwa senjata atom adalah perwujudan keunggulan ilmu dan teknologi yang harus diandalkan Britania, negara yang sangat lemah jika diukur dengan jumlah manusia saja.[86][b]

Hal ini mewakili gagasan politik dan strategi Britania yang telah lama tertanam.[87] Perang Dunia II menyebabkan Britania melarat. Cadangan emas dan dolarnya telah mengering. Sepertiga dari kapal-kapal pedagangnya telah ditenggelamkan. Sekitar 250.000 rumah telah hancur dan 3.000.000 lainnya rusak, dan hampir tidak ada pembangunan baru selama bertahun-tahun. Pada awal 1947, pabrik-pabrik menghentikan produksi akibat kelangkaan batu bara. AS menghentikan program bantuan Lend-Lease saat perang berakhir. Program ini digantikan oleh pinjaman sebesar $3,75 milar dari AS dan $1,25 milar dari Kanada, tetapi pinjaman ini sudah hampir terpakai semua pada Agustus 1947.[88] Namun, tetap ada kepercayaan yang kokoh bahwa masa depan akan kembali seperti masa lalu.[89] Pada 16 Mei 1947, Bevin berseru di hadapan Dewan Rakyat bahwa:

Pemerintahan Sri Ratu tidak menerima pandangan ... bahwa kita bukan lagi sebuah kekuatan besar, atau pendapat bahwa kita tak lagi memiliki peran tersebut. Kita menganggap diri kita sebagai salah satu kekuatan yang terpenting untuk perdamaian dunia, dan kita masih memiliki peran sejarah. Fakta bahwa kita telah berjuang begitu keras demi kebebasan, dan membayar dengan begitu besar, menunjukkan bahwa kita berhak mempertahankan posisi tersebut; dan sungguh tugas kita adalah terus mempertahankannya. Saya tidak mengetahui adanya pendapat yang benar-benar serius bahwa dalam sekejap mata kita telah kehilangan posisi sebagai kekuatan besar.[90][c]

Dalam memoarnya pada tahun 1961, Attlee menjelaskan keputusannya:

Saat itu harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan [Amerika Serikat] akan menarik diri dan menjadi isolasionis lagi. Konsekuensinya, pembuatan bom atom Britania pada saat itu diperlukan sekali untuk pertahanan kita. Anda harus ingat bahwa semua ini terjadi sebelum NATO. NATO telah mengubah banyak hal. Tetapi pada saat itu walaupun kami melakukan yang terbaik agar orang-orang Amerika menyadari kenyataan situasi Eropa—situasi dunia—kami tidak yakin bahwa kami akan berhasil. Nantinya, kami berhasil. Tetapi sementara itu, kami tidak dapat mengambil risiko mengenai keamanan Britania.[91][d]

Keputusan ini diumumkan pada 12 Mei 1948 di Dewan Rakyat oleh Menteri Pertahanan Albert Alexander. Pemerintah melarang diterbitkannya rincian rancangan, pembangunan, maupun lokasi senjata nuklir.[92][93] Proyek ini disamarkan dengan nama "Basic High Explosive Research" ("Penelitian Dasar Peledak Besar").[94] Kata "Basic" lalu dihilangkan sehingga menjadi "High Explosive Research" (HER, "Penelitian Peledak Besar").[95]

Sumber uranium

Pada saat itu, uranium mutlak dibutuhkan dalam reaktor sebagai bahan bakar nuklir, dan bagi program nuklir Britania mengamankan sumber uranium adalah hal yang wajib.[96] Selama Perang Dunia II, Britania memimpin dibukanya kembali pertambangan uranium terbesar dunia, yaitu pertambangan Shinkolobwe di Kongo yang dikuasai Belgia, yang sebelumnya ditutup akibat banjir. Pihak Britania mengendalikan 30% saham Union Minière, perusahaan yang menguasai Shinkolobwe. Pada Mei 1944, Sir John Anderson dan Duta Besar AS John Winant menegosiasikan perjanjian dengan Pemerintah Belgia di London dan direktur Union Minière Edgar Sengier, untuk membuka kembali lokasi pertambangan ini dan membeli 1.750 ton bijih uranium seharga $1,45 per pon.[97] Para pemimpin AS dan Britania menganggap penting menguasai sebanyak mungkin cadangan uranium di seluruh dunia. Perwalian Pengembangan Gabungan didirikan pada 14 Juni 1944 untuk tujuan ini.[98] Perwalian ini beranggotakan 3 orang AS, 2 orang Britania, dan 1 orang Kanada, dengan Groves (dari AS) sebagai ketuanya.[99] Pada akhir Perang Dunia II, perwalian ini telah menguasai 97% uranium dan 65% torium dunia.[100]

Uranofan dalam spesimen malachite dari pertambangan Shinkolobwe.

Selama perang, seluruh uranium dari Kongo dikirim ke AS, dan begitu pula dengan uranium yang direbut dalam Operasi Alsos di Eropa. Sebagian dikirim melalui perantaraan Britania.[101] Menurut kontrak yang dibuat, seluruh hasil produksi Shinkolobwe hingga 1956 akan dibeli oleh Perwalian Pengembangan Gabungan, tetapi pada Maret 1946 muncul kekhawatiran bahwa cadangan uraniumnya akan habis pada 1947.[102] Setelah negosiasi, Groves dan Chadwick menyetujui pembagian hasil produksi bijih uranium. Hasil produksi hingga Maret 1946 menjadi milik AS, tetapi setelah itu akan dibagi rata untuk kedua negara.[101][102] Rapat Komite Kebijakan Gabungan pada 31 Juli 1946 memutuskan tentang keuangan pertambangan ini. Sebelumnya, kedua negara membagi rata biaya pembelian uranium, tetapi setelah ini tiap negara hanya membayar apa yang didapatnya.[101] Dengan cara ini, Britania dapat memenuhi kebutuhan uraniumnya tanpa harus melakukan persaingan harga melawan AS dan dapat membayarnya dengan pound sterling. Karena perubahan ini berlaku surut hingga akhir Perang Dunia II, Britania bahkan menerima pembayaran dolar sebagai ganti uranium yang sempat dibayar bersama tetapi dialokasikan kepada AS.[101][103] Hal ini mengurangi kekurangan devisa dolar yang dialami Britania.[103]

Pada akhir 1946, Britania telah menerima sekitar 1.370 ton bijih uranium, belum termasuk sekitar 500 ton yang disimpan di Springfields, Lanchasire atas nama Perwalian Pengembangan Gabungan. Bijih ini hanya bisa disimpan atas nama Perwalian karena McMahon Act melarang AS mengekspor bijih uraniumnya. Hal ini berlanjut hingga 1947, dan sekitar 1.400 ton lagi dikirim ke Britania untuk disimpan di Springfields. Menumpuknya bijih uranium ini menyebabkan AS memulai negosasi lagi, yang menghasilkan "Modus Vivendi",[104] sebuah persetujuan yang memungkinkan pembagian informasi teknis secara terbatas antara AS, Britania, dan Kanada.[105][106] Dalam persetujuan ini, seluruh bijih dari Kongo selama 1948 dan 1949 akan dikirim ke AS.[104] Perwalian Pengembangan Gabungan berganti nama menjadi Badan Pengembangan Gabungan (Combined Development Agency) pada Januari 1948.[99][107]

Pada Agustus 1949, Uni Soviet berhasil menguji bom atom pertamanya. Hal ini dirasa memalukan untuk Britania, yang memperkirakan Uni Soviet paling cepat baru akan mampu melakukannya pada 1954, dan tidak mengira akan didahului.[108] Bagi AS, ini adalah alasan untuk meningkatkan kerja sama dengan Britania. Persetujuan sebelumnya mengenai bijih uranium akan berakhir pada 1949.[109] AS menawarkan untuk menyediakan bom atom yang ada di AS untuk digunakan Britania jika Britania setuju mengakhiri program bom atomnya. Tawaran ini ditolak dengan alasan "tidak patut bagi status kami sebagai kekuatan kelas pertama untuk bergantung kepada negara lain mengenai senjata yang mahapenting ini."[110] Sebagai gantinya, Britania menyarankan diadakannya pertukaran informasi nuklir secara penuh,[111] dan penyimpanan bom atom AS di Britania sebagai ganti diakhirinya produksi bom atom Britania.[110] Ini akan memberi Britania bom atom sebelum targetnya yaitu tahun 1952. Namun, saran ini ditolak akibat ketidaksetujuan beberapa tokoh kunci AS, seperti Komisioner Tenaga Atom Lewis Strauss, Senator Bourke B. Hickenlooper, dan Arthur Vandenberg, serta akibat kekhawatiran setelah Klaus Fuchs (mata-mata Soviet yang bekerja di Harwell) ditangkap pada 2 Februari 1950.[112]

Pada saat itu, 1.370 ton bijih uranium Britania telah habis digunakan, dan AS menyetujui tambahan alokasi 513 ton kepada Britania yang diambil dari simpanan di Springfields. Pada 1951, alokasi untuk Britania ditambah lagi sebesar 570 ton, dan selanjutnya 510 ton pada 1952. Setelah itu, meningkatnya produksi uranium disertai penemuan dan pengembangan sumber-sumber baru di Portugal, Afrika Selatan, dan Australia menyebabkan tersedianya uranium yang cukup untuk AS, Britania, dan Kanada.[113][114]

Pembangunan fasilitas

Antara Januari 1946 dan Maret 1953, Britania membangun berbagai fasilitas terkait senjata nuklir, yang seluruhnya memakan biaya ₤44 juta.[115] Para pegawai direkrut melalui Dinas Sipil dan digaji oleh badan tersebut.[116]

Pabrik logam uranium

Saat Perang Dunia II masih berkobar, Chadwick mengatur agar ICI membangun sebuah pabrik kecil untuk membuat logam uranium. Logam ini digunakan untuk sebuah reaktor eksperimen bernama "BEPO" di Harwell. Pada 1947, pabrik ini telah beroperasi dan memproduksi sekitar 1.400 kg per minggu. Namun, sejak AS memberlakukan McMahon Act, negara tersebut melarang ekspor uranium oksida yang dibutuhkan sebagai bahan mentah pabrik ICI ini. Akibatnya, Hinton dan pegawainya di Risley membuat pabrik logam uranium baru di Springfields, di lokasi bekas sebuah pabrik gas beracun,[117] dengan biaya ₤5,5 juta. Pabrik ini menghasilkan logam uranium pertama pada Oktober 1948.[118]

Pabrik baru ini menghasilkan logam uranium dari bijih uranium. Bijih tersebut dihancurkan dan dilarutkan dalam asam. Zat-zat pengotor dipisahkan dan uranium oksida kemudian diendapkan. Hasil samping berupa radium dikembalikan ke Union Minière sesuai kontrak. Uranium oksida yang dihasilkan kemudian dimurnikan melalui reaksi dengan asam nitrat (HNO3) menghasilkan uranil nitrat (UO2(NO3)2). Uranil nitrat kemudian dilarutkan dalam eter, dipisahkan secara pengendapan melalui penambahan amonia menghasilkan amonium diuranat (ADU, rumus kimia (NH4)2U2O7). ADU kemudian dipanaskan dalam sebuah tanur dan direduksi menggunakan hidrogen dan asam fluorida menghasilkan uranium tetrafluorida. Senyawa ini kemudian dipanaskan dan dicampur dengan logam kalsium, sehinga tereduksi membentuk logam uranium disertai terak (ampas) kalsium fluorida. Logam uranium ini dicetak menjadi batangan yang kemudian diekstrusi dan dibungkus dalam kaleng aluminium.[119][120]

Reaktor nuklir

Reaktor nuklir pertama di Britania Raya, sebuah reaktor penelitian bernama "GLEEP", berhasil mencapai titik kritis di Harwell pada 15 Agustus 1947.[121] Bahan bakarnya adalah 12 ton logam uranium dan 21 ton uranium dioksida, dan menggunakan sekitar 500 ton grafit nuklir sebagai moderator (pelambat) neutron.[122] Reaktor ini cukup memadai untuk penelitian, tetapi produksi isotop radioaktif membutuhkan reaktor lebih besar (berdaya 6.000 kW) dengan fluks neutron lebih tinggi. Britania sudah memiliki pengalaman yang relevan untuk perancangan reaktor baru ini: para pegawai Britania eks Laboratorium Montreal merancang BEPO pada 1945 dan 1946, dan Risley menangani pembangunan dan rekayasa tekniknya. Pertimbangan penting dalam merancang reaktor adalah pemilihan bahan bakar, moderator neutron, dan zat pendigin. Karena Britania belum memiliki uranium diperkaya, satu-satunya pilihan bahan bakar yang tersedia adalah uranium alamiah. Mengenai pilihan moderator neutron, walaupun pengalaman di Laboratorium Montreal melibatkan rancangan dan pembangunan reaktor air berat ZEEP di Kanada, air berat tidak tersedia di Britania, sehingga satu-satunya pilihan adalah grafit. Mengenai zat pendingin, karena reaktor yang dibangun hanyalah reaktor penelitian, pendingin udara adalah pilihan yang paling tepat. Reaktor yang akhirnya dirancang memiliki banyak kemiripan dengan Reaktor Grafit X-10 milik AS.[123] BEPO, yang mencapai titik kritis pada 5 Juli 1948, menggunakan ±40 ton logam uranium dan ±850 ton grafit yang dibungkus ±600 ton baja dan ±3.000 ton beton.[124]

pabrik dengan kubah dan dua cerobong asap
Reaktor nuklir di Windscale

Untuk reaktor penghasil plutonium, uranium alamiah digunakan sebagai bahan bakar dan grafit sebagai moderator, dengan alasan yang sama yaitu ketersediaan. Untuk pendingin, asumsi awal adalah penggunaan pendingin air seperti di reaktor Hanford Site milik AS.[125] Reaktor berpendingin air dengan ukuran yang diinginkan akan memerlukan sekitar 140.000 liter air per hari, dan kemurnian tinggi mungkin akan dibutuhkan agar tidak menyebabkan korosi pipa yang terbuat dari logam. Selain itu, muncul kekhawatiran keselamatan. Karena air juga berfungsi menyerap neutron, jika suplai air berkurang maka aliran neutron maupun suhu reaktor akan meningkat, mengakibatkan kebocoran nuklir yang amat berbahaya.[126] Kelak, kemungkinan ini benar-benar terjadi dalam bencana Chernobyl di Uni Soviet pada 1986.[127] Amerika Serikat mengatasi masalah ini dengan menempatkan reaktor nuklir di lokasi terpencil, sedangkan di Kepulauan Britania tidak ada tempat seperti itu kecuali di Skotlandia bagian utara dan barat.[125] Pada April 1947, Hinton berhasil meyakinkan Portal bahwa pendingin gas adalah pilihan yang lebih baik.[125] Pada awalnya, gas helium menjadi pilihan pertama, tetapi sumber utama gas tersebut adalah Amerika Serikat. Berdasarkan McMahon Act, AS tidak bisa mengekspornya untuk tujuan produksi senjata nuklir.[128] Akhirnya, pendingin yang dipilih adalah pendingin udara.[129]

Dengan pilihan ini, reaktor nuklir tidak lagi perlu dibangun di lokasi terpencil. Lokasi yang dipilih adalah kawasan pantai Cumberland, tepatnya di bekas pabrik senjata Sellafield. Karena mirip Springfields, nama lokasi ini kemudian diganti menjadi Windscale.[130] Pembangunan dimulai pada September 1947.[131] Dalam pembangunan ini, risiko terjadinya Efek Wigner ikut diperhatikan. Fisikawan AS Walter Zinn mengunjungi Britania pada 1947 dan memberikan informasi-informasi penting. Informasi tersebut menghasilkan perhitungan baru yang menyebabkan perubahan rancangan balok grafit yang ketika itu telah mulai dicetak.[132] Dua reaktor di Windscale mulai beroperasi pada Oktober 1950 dan Juni 1951.[131] Reaktor ketiga juga sempat direncanakan, tetapi batal akibat terjadinya kelangkaan uranium.[133] Akibat kesalahan perhitungan saat perancangan, kedua reaktor yang dibangun tidak menghasilkan jumlah yang diharapkan.[134] Akibatnya, dibutuhkan kerja keras agar plutonium dapat mulai dikirim kepada Penney Juni 1952, dan untuk mengirim jumlah yang cukup sebelum tenggat waktu 1 Agustus 1952 yang telah dijanjikan. Hampir saja jumlah yang dibutuhkan Penney tidak terpenuhi, tetapi terjadi perbaikan dalam rancangan bom sehingga kebutuhan plutonium dapat dikurangi 15%.[135] Mulai 1953, reaktor-reaktor Windscale dapat menggunakan uranium diperkaya rendah sebagai bahan bakar.[134] Namun, kedua reaktor ini ditutup setelah bencana Windscale pada Oktober 1957.[136]

Fasilitas pengolahan plutonium

Paket-paket uranium diradiasi di reaktor Windscale menghasilkan plutonium. Paket-paket ini melewati reaktor hingga keluar dan dijatuhkan ke dalam wadah baja yang kemudian ditarik ke dalam sebuah kolam pendingin. Setelah dikenai radiasi, kandungan setiap paket dapat mencapai 180 isotop dari 35 unsur kimia. Dari bahan yang masuk, yang berubah menjadi plutonium kurang dari 0,5%. Sebanyak 5% menjadi hasil reaksi fisi yang radioaktif, dan sisanya adalah uranium terdeplesi. Setelah disimpan di bawah air selama 150 hari, isotop-isotop berumur pendek telah meluruh, menyisakan hanya 20 isotop radioaktif dengan jumlah signifikan. Paket-paket ini kemudian dipindahkan dengan mesin yang dikendalikan dari jauh ke dalam peti berlapis timbal dan dikirim ke pabrik pemisahan kimiawi untuk memisahkan plutonium dari uranium.[137]

Di Hanford milik AS, pemisahan ini dilakukan melalui proses bismut fosfat. Proses ini tidak begitu efisien karena setelah plutonium diperoleh, uranium yang tersisa berada dalam kondisi yang tidak mudah digunakan lagi.[138] Sebuah tim di Laboratorium Montreal menyelidiki masalah ini, dan merancang proses baru untuk memperoleh plutonium. Tim ini percaya dapat menerapkan proses ini dalam skala industri untuk memperoleh 20 mg plutonium dari setiap batang bekas bahan bakar di Hanford. Paket-paket ini dilarutkan dalam asam nitrat dan senyawa dibutil karbitol digunakan untuk memisahkan plutonium.[139]

Sejak 1946, satu-satunya sumber plutonium adalah reaktor NRX di Kanada, dan produknya baru sampai di Britania pada pertengahan 1948. Laboratorium yang dapat mengolah produk ini dalam skala besar baru dibangun di Britania pada 1949 (selain itu, sebuah laboratorium kecil berhasil dioperasikan pada 1948). Sebuah fasilitas percobaan didirikan di Laboratorium Chalk River yang beroperasi hingga 1950.[140] Walaupun muncul keraguan akan kesuksesan proses ini, dan terjadi banyak perubahan kecil dan masalah konstruksi terkait baja yang digunakan, fasilitas pengolahan plutonium selesai dibangun sesuai jadwal pada April 1951. Plutonium mulai diolah pada 25 Februari 1952. Batang plutonium pertama dicetak pada 31 Maret 1952, tetapi hasil awal ini memiliki banyak pengotor sehingga tidak bisa dibuat menjadi bom atom. Harwell dan Windscale harus bekerja lagi untuk menyempurnakan proses ini. Fasilitas ini bekerja dengan baik selama 12 tahun, melebihi target produksi saat dirancang, dan hanya berhenti beroperasi saat digantikan oleh fasilitas yang lebih besar.[141]

Fasilitas difusi gas

Dari segi teknis, fasilitas difusi gas untuk memperkaya uranium adalah fasilitas nuklir yang paling rumit dalam proyek ini.[142] Gas uranium heksafluorida (UF6) dipompa ke dalam sebuah proses bertingkat, dan diperkaya dalam setiap tingkat dengan cara melewati serangkaian membran. Dalam Proyek Manhattan digunakan serbuk nikel dari sebuah perusahaan Britania, sehingga Britania dapat menggunakan sumber yang sama dengan mudah. Fasilitas difusi gas dibangun di sebuah bekas pabrik amunisi di Capenhurst, dekat Chester dan hanya 40 km dari markas Hinton di Risley.[143] Produksi uranium heksafluorida di Springfields menggunakan klorin trifluorida (ClF3) alih-alih menggunakan unsur fluor yang transportasinya cukup sulit dan berbahaya. Proses menggunakan klorin trifluorida ini masih belum teruji, dan pada awalnya tidak berjalan dengan baik. Saat produksi dimulai pada Februari 1952, fasilitas ini tidak bekerja dengan semestinya dan harus dirancang ulang dengan biaya £250.000. Akhirnya produksi fasilitas difusi gas di Capenhurst dimulai pada 1953 setelah mengabiskan £14 juta.[142] Pada awalnya fasilitas ini hanya menghasilkan uranium diperkaya rendah, dan baru menghasilkan uranium diperkaya tinggi pada 1954. Pada 1957, fasilitas ini menghasilkan 125 kg uranium diperkaya tinggi per tahun.[144] Rancangan bom Britania saat itu membutuhkan jumlah uranium diperkaya yang tinggi, misalnya 87 kg untuk Green Bamboo dan 117 kg untuk Orange Herald.[145] Pada akhir 1961, fasilitas difusi gas Britania telah menghasilkan 3,8–4,9 ton uranium diperkaya tinggi, dan dialihfungsikan untuk menghasilkan uranium diperkaya rendah untuk bahan bakar pembangkit listrik sipil.[144]

Perancangan bom atom

Para staf kunci mulai direkrut ke Fort Halstead untuk membuat bom atom, termasuk John Challens yang mulai bekerja 1 Januari 1948.[146] Pada pertengahan 1948, Penney mendapati bahwa perkiraan awalnya mengenai kebutuhan pegawai (220 orang) meleset jauh, dan ia merasa membutuhkan sekurangnya 500 orang. Hal ini berarti proyek-proyek lain harus diambil pegawainya, bahkan sebagian harus dibatalkan.[147] Pada Oktober 1948, Penney menyampaikan permintaan untuk membangun lokasi baru yang terpisah untuk proyek High Explosive Research, dengan alasan keamanan, keselamatan, dan ekonomi.[148] Permintaan ini disetujui, tetapi baru enam bulan kemudian lokasi baru dapat dipilih. Pangkalan Udara South Cerney di Gloucestershire dipilih, tetapi pihak angkatan udara (RAF) menolak menyerahkan lokasi tersebut. Selanjutnya dipilih sebuah bekas lapangan udara di Aldermaston, Berkshire.[149] Pada saat yang sama, pemerintah memutuskan pemisahan proyek HER dari Departemen Penelitian Persenjataan. Hal ini menyebabkan konflik birokrasi memperebutkan staf kunci seperti Challens, yang keahliannya dibutuhkan untuk pengembangan bom atom maupun peluru kendali. Akhirnya, HER berhasil mempertahankan 25 dari 30 pegawai yang diperebutkan, termasuk Challens. Tim HER mengambil alih lokasi barunya pada 1 April 1950. Penney diangkat sebagai Inspektur Kepala HER.[150] Tahap pertama pekerjaan di Aldermaston selesai pada Desember 1951, tetapi bangunan pengolahan plutonium baru diserahkan pada April 1952, saat jadwal kedatangan plutonium pertama dari Windscale. Saat masa puncak pada tahun 1953, lebih dari 4.000 orang bekerja di lokasi ini.[151]

Skema bom atom jenis "implosi" atau meledak ke dalam.
Rancangan bom atom jenis "implosi". Inisiator neutron (merah) berbahan polonium-berilium (merah) terletak di tengah. Pusat ini dikelilingi oleh plutonium berbentuk setengah bola. Lalu terdapat rongga udara (putih) dan pemantul neutron dari uranium. Di luarnya terdapat pendorong berbahan aluminium (ungu). Ini dibungkus oleh lensa ledak (kuning tua).

Pemilihan plutonium sebagai komponen fisi dalam rancangan bom berarti tim HER di Fort Halstead harus merancang bom atom jenis "implosi" atau ledakan ke dalam (lihat gambar). Laboratorium AS di Los Alamos membuatnya menggunakan lensa ledak. Keterlibatan beberapa ilmuwan Britania di Los Alamos memberikan HER dasar yang kuat untuk memulai pekerjaan ini. Rancangan Britania banyak mengikuti rancangan bom Fat Man yang dijatuhkan AS di Nagasaki. Perbedaan penting adalah penggunaan RDX (produk Britania sendiri) alih-alih Composition B sebagai komponen peledak cepat dalam lensa yang dibuat. Baratol tetap menjadi komponen peledak lambat seperti halnya dalam Fat Man.[152] Ahli bahan peledak di Woolwich bertugas merancang proses pencetakan dan membuat prototipe lensa beserta pencetaknya. Produksi dikerjakan oleh dua pabrik militer kerajaan. Produk lensa pertama selesai pada 1952, yang cukup untuk dua set yang dirakit untuk Operasi Hurricane. Supercharge, atau bahan peledak berbentuk bola yang mengelingi pemantul neutron, dihasilkan oleh Woolwich.[153] Uji coba lensa ledak dilakukan di Foulness oleh sebuah tim yang dipimpin Roy Pilgrim.[154] Untuk memastikan lensa-lensa meledak secara hampir bersamaan, tim Britania membuat detonator jembatan kawat meledak seperti dilakukan tim bom atom AS.[155] Ernest Mott dan Cecil Bean merancang detonator ini, sementara Challens merancang rangkaian penyalanya.[156]

Pengerjaan bagian inti plutonium baru bisa dimulai ketika Windscale selesai membuat bahan yang cukup, yaitu pada akhir 1951. Pemantul neutron dari uranium ternyata lebih sulit dari yang diperkirakan, karena kurangnya alat pencetak, dan masalah dengan tanur vakum yang dipakai. Inti atau "bola" pertama berhasil dicetak pada Desember 1951. Namun, walaupun semuanya berbentuk bulat dengan ketepatan di bawah 0.02 mm, terdapat beberapa kecacatan yang dikhawatirkan dapat mengganggu proses implosi. Kecacatan tersebut lalu diperbaiki dan dua rakitan dipersiapkan untuk Operasi Hurricane. Pekerjaan terkait kimia dan metalurgi plutonium dilakukan di Harwell, karena laboratorium di Aldermaston belum selesai sebelum Mei 1952. Batang plutonium pertama dicetak di Harwell menggunakan plutonium nitrat dari Laboratorium Chalk River pada 1951. Para ahli metalurgi memilih memadukan plutonium dengan galium untuk menstabilkannya dalam alotrop plutonium fase δ. Ketika batang plutonium pertama dikirim dari Harwell, barulah dapat dipastikan kalau paduan ini berfungsi. Plutonium yang pertama diproduksi di Aldermaston dicetak dalam atmosfer argon dalam sangan serium sulfida.[157]

Unsur radioaktif lain yang digunakan adalah polonium, yang digunakan dalam inisiator neutron. Tim Britania dalam Proyek Manhattan tidak terlibat dalam bagian ini, dan mereka tidak banyak mengetahui sifat-sifat fisik dan kimianya. Mereka lalu menemukan bahwa butiran polonium dapat melompat sendiri di udara menggunakan emisi partikel alfa. Fenomena ini cukup mengkhawatirkan, dan menyebabkan ditingkatkannya prosedur keselamatan. Polonium ini diproduksi di Windscale dengan meradiasikan bismut. Sebuah pabrik khusus didirikan untuk melakukan ekstraksi polonium, yang baru beroperasi pada Juni 1952. Hasil akhirnya hanyalah 500 curie (18.000 becquerel) polonium, atau kurang dari 1 mg. Polonium ini baru tersedia saat mendekati waktu Operasi Hurricane.[158]

Sebuah tim kecil RAF (yang akhirnya mencapai 10 orang) ditugaskan untuk berhubungan dengan HER, di bawah perintah Komandan Sayap John Rowlands. Ia bertanggung jawab kepada sebuah komite dalam Kementerian Udara, dengan nama kode "Herod". Tim ini mempertimbangkan cara penerbangan misi bom atom, dan menyiapkan kursus pelatihan dan buku panduan tentang cara menyimpan, menangani, dan merawat bom atom yang akan dibuat (bom ini diberi nama "Blue Danube").[159] Selongsong bom dirancang di Farnborough.[158] Rowlands juga berperan memerintahkan sebuah perubahan penting dalam rancangan bom. Untuk alasan keamanan, ia meminta inti bom baru dipasang atau ditancapkan ketika pesawat sudah di udara.[160] Fuchs pernah melakukan perhitungan fisika nuklir di Harwell pada 1948,[157] dan perhitungan ini dapat dipakai untuk sebuah rancangan alternatif yang dapat digunakan (tetapi belum teruji). Rancangan baru ini menggunakan "biji melayang", yang melibatkan rongga udara antara inti plutonium dan uranium di sekitarnya. Ini memberi waktu lebih bagi ledakan untuk meningkatkan momentumnya, mirip seperti palu yang memukul paku setelah bergerak dulu di udara.[161]

Uji coba

Sebuah kapal di tengah laut
HMS Plym pada 1943

Uji coba adalah bagian tak terpisahkan dari sebuah upaya pembuatan bom atom. Pada awalnya, Britania merencanakan kawasan uji coba AS di Samudra Pasifik sebagai pilihan pertama. Pilihan lain yang dipertimbangkan adalah beberapa lokasi di Kanada dan Australia. Pada September 1950, Kantor Angkatan Laut menyarankan Kepulauan Monte Bello di Australia sebagai lokasi yang cocok, dan Attlee mengirim permintaan kepada PM Australia Robert Menzies untuk meminta izin mengirimkan penyelidik ke kepulauan tersebut. Menzies setuju dan pada November 1950, tiga orang penyelidik yang dipimpin Marsekal Muda E. D. Davis dikirim ke sana. Pemerintah Australia secara resmi menyetujui penggunaan kepulauan tersebut untuk uji coba nuklir pada Mei 1951, dan pada Desember 1951, pemerintah Britania yang baru (di bawah PM Winston Churchill) memastikan pilihan lokasi tersebut.[162] Pada 26 Februari 1952, Churchill mengumumkan di Dewan Rakyat bahwa bom atom pertama Britania akan diuji coba di Australia sebelum akhir tahun itu.[163]

Uji coba ini diberi nama "Operasi Hurricane", dan Britania membentuk armada kecil yang dipimpin Laksamana Muda A. D. Torlesse dan beranggotakan kapal induk HMS Campania sebagai kapal bendera, disertai tiga kapal pendarat tank Narvik, Zeebrugge, dan Tracker. Leonard Tyte dari Aldermaston ditugaskan sebagai direktur teknis operasi ini.[164] Bom yang digunakan dirakit di Foulness, dan diangkut oleh HMS Plym pada 5 Juni 1952 untuk dibawa ke Australia.[165] Campania dan Plym memakan waktu delapan minggu untuk mencapai tujuannya, karena kapal-kapal ini berlayar memutari Afrika melalui Tanjung Harapan, demi menghindari Terusan Suez karena Mesir sedang dilanda revolusi.[164][166] Armada ini mencapai Kepulauan Montebello pada 8 Agustus.[167] Sebelas kapal Angkatan Laut Australia ikut bergabung, termasuk kapal induk HMAS Sydney.[168] Inti plutonium diangkut melalui udara dari Britania (pangkalan RAF Lyneham) ke Singapura melalui Siprus, Sharjah, dan Sri Lanka dengan sebuah pesawat Handley Page Hastings. Dari Singapura, inti ini dibawa oleh perahu terbang Short Sunderland menuju tujuan akhirnya.[169] Penney juga tiba dengan pesawat pada 22 September.[170]

Bom atom uji coba ini berhasil diledakkan di kapal Plym pada 09:29:24 tanggal 3 Oktober 1952 lokasi setempat (23:59:24 tanggal 2 Oktober 1952 UTC).[171] Ledakan ini terjadi 2,7 m di bawah permukaan air dan menyebabkan kawah berbentuk mangkuk di dasar laut sedalam 6 m dan selebar 300 m.[172] Daya ledak diperkirakan sebesar 25 kiloton TNT (sekitar 100 terajoule).[173]

Pesawat pengebom

Laporan Komite Survei Ilmiah Pertahanan Udara pada Juli 1945 meramalkan ditemukannya roket jarak jauh dan pesawat tanpa awak, tetapi menganggap penemuan tersebut kurang mungkin terjadi dalam sepuluh tahun berikutnya, sehingga menyarankan pengembangan pesawat pengebom jarak jauh.[174] Pada 1946, pengebom lini depan RAF adalah Avro Lincoln, yang merupakan kelanjutan dari Avro Lancaster dari masa Perang Dunia II. Jangkauan pengebom ini tidak cukup jauh (tidak mampu mencapai Uni Soviet) dan tidak dapat menghadapi sergapan pesawat pemburu.[175] Persyaratan operasi OR229 dari Kementerian Udara menggariskan perlunya pesawat pengebom jet berketinggian atas, dengan jangkauan 1.500 mil laut (2.800 km), dan berkemampuan membawa bom atom. Pada 9 Agustus 1946, persyaratan untuk bom atom (OR1001) mensyaratkan panjang di bawah 24 kaki (7,3 m), diameter di bawah 5 kaki (1,5 m) dan berat di bawah 10.000 pon (± 4.500 kg).[174]

Pesawat panjang berwarna putih.
Pesawat Vickers Valiant dengan warna putih cerah anti radiasi.

OR229 disetujui komite terkait pada 17 Desember 1946, dan Kementerian Pemasok membuka tender pada 8 Januari 1947. Proses ini menghasilkan 3 jenis pengebom: Vickers Valiant, Avro Vulcan, dan Handley Page Victor,[174] yang bersama-sama dijuluki "Bomber V". Prioritas tinggi yang diberikan kepada program bom atom tidak berlaku untuk program Bomber V.[176] Perusahaan Vickers mendapat pesanan pertama pada 9 Februari 1951, dan 25 pesawat yang dipesan diterima pada 8 Februari 1955. Pesanan kepada perusahaan Avro dan Handley Page menyusul berikutnya, dan pesawatnya mulai beroperasi pada 1956 (Avro Vulcan) dan 1957 (Handley Page Victor).[177] Saat bom Blue Danube diantarkan ke Komando Pengebom Armaments School di pangkalan RAF Wittering pada November 1953,[178] pihak angkatan udara belum memiliki pengebom yang mampu membawanya.[176][179] Penney menyebutkan bahwa "RAF [Angkatan Udara Britania] telah menjalankan pesawat sejak lama dan dapat menerbangkan pesawat Valiant begitu keluar dari lini produksi. Namun, Angkatan Udara belum pernah menangani senjata nuklir, karena itu kita harus mengirimkan bom atom untuk RAF secepat mungkin, sehingga prosedur penanganan dan perawatan dapat dilatih dan dikembangkan secara penuh."[180] Sebelum pesawat pengebom ini beroperasi, Britania belum bisa dianggap sebagai kekuatan nuklir sendiri dan masih tergantung pada "payung nuklir" Amerika Serikat.[181]

Pada 5 November 1953, Staf Angkatan Udara dan Laut mengeluarkan OR1127, menguraikan spesifikasi bom atom yang lebih kecil dan ringan untuk dibawa pesawat-pesawat yang lebih kecil seperti English Electric Canberra, Gloster Javelin, dan Supermarine Scimitar. Aldermaston mulai mengembangkan bom baru ini pada 1954, dengan kode "Red Beard". Bom ini memiliki inti campuran uranium-plutonium, dan menggunakan lensa ledak udara demi memperkecil ukurannya dan mempertahankan daya ledak sekurangnya 10 kiloton. Versi berpenggalak yang dibuat kemudian bahkan mampu mencapai daya ledak 100 kiloton. Red Beard berbobot 750 kg, sekitar seperlima dari Blue Danube, dan panjang 3,91 m serta diameter 71 cm. Bom ini diuji coba dalam Operasi Buffalo di Maralinga pada September dan Oktober 1956, tetapi ditemukan sejumlah masalah sehingga versi akhir (bukan uji coba) baru dapat diterima Angkatan Udara dan Angkatan Laut pada 1960.[182][183][184]

Hasil

Pada 1951, Penney menulis, "ujian yang membedakan kekuatan kelas satu dan yang bukan adalah apakah negara tersebut telah membuat bom atom, dan kita harus lulus ujian ini, kalau tidak kita akan benar-benar kehilangan pamor, baik di dalam negeri maupun di luar."[185] Ada kekhawatiran akan ketertinggalan, dan ada harapan bahwa Amerika Serikat akan terkesan dengan keberhasilan Britania sehingga melanjutkan kembali "hubungan istimewa" kedua negara.[185] Keberhasilan uji coba bom atom ini adalah sebuah pencapaian teknologi yang istimewa, dan Britania merupakan negara ketiga yang mencapainya.[186]

Proyek High Explosive Research berhasil mencapai tujuannya dengan efisiensi tinggi, tetapi biayanya tetap amat tinggi.[187] Antara 1946 dan 1953, Risley menghabiskan £72 juta, Harwell menghabiskan £27 juta dan sistem senjata menghabiskan £9,5 juta lebih.[188] Sebagai perbandingan, total pengeluaran pertahanan Britania pada tahun 1948 adalah £600 juta.[189] HER bertanggung jawab atas 11% dari pengeluaran Kementerian Pemasok antar 1946 dan 1953.[190] Walaupun demikian, proyek ini didukung rakyat dan kedua partai utama di parlemen (Konservatif dan Buruh).[191] Mengingat posisi keuangan Britania yang morat-marit, muncul gagasan untuk mengganti kekuatan militer konvensional dengan bom atom. Bom atom memang mahal, tetapi dapat mengantarkan kekuatan penghancur yang dahsyat dengan biaya relatif rendah.[192][193] Teori deterensi mulai berkembang, yaitu teori bahwa kemampuan nuklir suatu negara dapat mencegah negara lain (bahkan yang lebih kuat) untuk menyerangnya, akibat dahsyatnya kerusakan yang dapat ditimbulkan.[194] Teknologi yang dikembangkan dalam proyek ini juga memiliki penerapan selain senjata. Keberadaan reaktor nuklir, pengetahuan cara pembuatan bahan bakar nuklir, dan sejumlah pengetahuan terkait merupakan dasar untuk pembentukan industri tenaga nuklir.[195]

Selain bertujuan agar Britania berdiri sendiri, proyek ini juga bertujuan mengembalikan hubungan istimewa dengan AS. Hal ini semakin dibutuhkan karena negara-negara lain mulai pulih pascaperang dan mulai menyaingi status Britania. Tujuan-tujuan ini gagal dicapai Britania meskipun proyek HER berhasil menghasilkan bom atom.[196] Teknologi yang diuji di Kepulauan Monte Bello pada Oktober 1952 bukan lagi teknologi baru melainkan sudah berumur tujuh tahun. Sebulan setelah uji coba tersebut, Amerika Serikat berhasil menguji coba Ivy Mike, sebuah bom hidrogen, yaitu bom atom generasi selanjutnya dengan daya ledak jauh lebih besar. Pemerintah Britania harus memutuskan apakah negaranya juga hendak memulai program bom hidrogennya sendiri. Penney sendiri khawatir bahwa program tersebut berada di luar kemampuan ekonomi Britania yang masih buruk akibat perang.[193] Namun, ahirnya program bom hidrogen Britania pun dimulai, dan uji coba bom tersebut berhasil dilakukan pada 1957. Keberhasilan ini, serta kondisi hubungan internasional yang tercipta akibat Krisis Sputnik, menyebabkan diubahnya McMahon Act pada 1958 dan kembalinya hubungan kerja sama nuklir AS dan Britania melalui Perjanjian Pertahanan Bersama kedua negara.[197]

Lihat pula

Catatan penjelas

  1. ^ Kutipan asli: The meeting was about to decide against it on grounds of cost, when Bevin arrived late and said "We've got to have this thing. I don't mind it for myself, but I don't want any other Foreign Secretary of this country to be talked at or to by the Secretary of State of the United States as I have just been in my discussion with Mr Byrnes. We've got to have this thing over here, whatever it costs... We've got to have the bloody Union Jack flying on top of it."[52][75]
  2. ^ Kutipan asli: The British decision to make an atomic bomb had "emerged" from a body of general assumptions. It had not been a response to an immediate military threat but rather something fundamental and almost instinctive – a feeling that Britain must possess so climactic a weapon in order to deter an atomically armed enemy, a feeling that Britain as a great power must acquire all major new weapons, a feeling that atomic weapons were a manifestation of the scientific and technological superiority on which Britain's strength, so deficient if measured in sheer numbers of men, must depend.[86]
  3. ^ Kutipan asli: Her Majesty's Government does not accept the view ... that we have ceased to be a great power, or the contention that we have ceased to play that role. We regard ourselves as one of the powers most vital to the peace of the world, and we still have a historic part to play. The very fact we have fought so hard for liberty, and paid such a price, warrants our retaining that position; and indeed it places a duty upon us to continue to retain it. I am not aware of any suggestion, seriously advanced, that by a sudden stroke of fate, as it were, we have overnight ceased to be a great power.[90]
  4. ^ Kutipan asli: At that time we had to bear in mind that there was always the possibility of [the United States] withdrawing and becoming isolationist again. The manufacture of a British atom bomb was therefore at that stage essential to our defence. You must remember this was all prior to NATO. NATO has altered things. But at that time although we were doing our best to make the Americans understand the realities of the European situation—the world situation—we couldn't be sure we'd succeed. In the end we did. But we couldn't take risks with British security in the meantime.[91]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Clark 1961, hlm. 9.
  2. ^ Gowing 1964, hlm. 17–18.
  3. ^ a b Clark 1961, hlm. 11.
  4. ^ Clark 1961, hlm. 5.
  5. ^ Bernstein 2011, hlm. 240.
  6. ^ Zimmerman 1995, hlm. 262.
  7. ^ Gowing 1964, hlm. 23–29.
  8. ^ Farmelo 2013, hlm. 15–24.
  9. ^ Gowing 1964, hlm. 37–39.
  10. ^ Gowing 1964, hlm. 39–41.
  11. ^ Peierls, Rudolf; Frisch, Otto (Maret 1940). Frisch-Peierls Memorandum, March 1940. atomicarchive.com (Laporan). Diakses tanggal 2 Januari 2015. 
  12. ^ Bernstein 2011, hlm. 440–446.
  13. ^ Clark 1961, hlm. 54–56.
  14. ^ Hewlett & Anderson 1962, hlm. 39–40.
  15. ^ a b Phelps 2010, hlm. 282–283.
  16. ^ Hewlett & Anderson 1962, hlm. 42.
  17. ^ Gowing 1964, hlm. 108–111.
  18. ^ Phelps 2010, hlm. 126–128.
  19. ^ Zimmerman 1995, hlm. 266–267.
  20. ^ Bernstein 1976, hlm. 206–207.
  21. ^ Paul 2000, hlm. 26.
  22. ^ Bernstein 1976, hlm. 206–208.
  23. ^ Bernstein 1976, hlm. 208.
  24. ^ Gowing 1964, hlm. 162–165.
  25. ^ Hewlett & Anderson 1962, hlm. 277.
  26. ^ Farmelo 2013, hlm. 240-241.
  27. ^ Hewlett & Anderson 1962, hlm. 285–286.
  28. ^ Gowing 1964, hlm. 340–342.
  29. ^ Gowing 1964, hlm. 250–256.
  30. ^ Gowing 1964, hlm. 226–227, 256–258.
  31. ^ Jones 1985, hlm. 246–247.
  32. ^ Szasz 1992, hlm. 148–151.
  33. ^ Gowing 1964, hlm. 260–268.
  34. ^ Gowing 1964, hlm. 242.
  35. ^ Gowing 1964, hlm. 236–239.
  36. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 93.
  37. ^ Goldberg 1964, hlm. 410.
  38. ^ a b Paul 2000, hlm. 72–73.
  39. ^ a b Hewlett & Anderson 1962, hlm. 457–458.
  40. ^ Nichols 1987, hlm. 177.
  41. ^ Groves 1962, hlm. 401–402.
  42. ^ Gott 1963, hlm. 240.
  43. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 73–77.
  44. ^ Hewlett & Anderson 1962, hlm. 468.
  45. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 92.
  46. ^ Paul 2000, hlm. 80–83.
  47. ^ Paul 2000, hlm. 88.
  48. ^ Jones 1985, hlm. 576–578.
  49. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 106–108.
  50. ^ Farmelo 2013, hlm. 322.
  51. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 21.
  52. ^ a b c Baylis & Stoddart 2015, hlm. 32.
  53. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 24–25.
  54. ^ a b Baylis 1995, hlm. 391.
  55. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 26–27.
  56. ^ a b Goldberg 1964, hlm. 417.
  57. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 40–41.
  58. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 46.
  59. ^ Cathcart 1995, hlm. 16.
  60. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 42–43.
  61. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 30–31.
  62. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 41.
  63. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 43–45.
  64. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 48.
  65. ^ Gowing 1964, hlm. 350.
  66. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 38–39.
  67. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 137–138.
  68. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 40–43.
  69. ^ a b Gowing & Arnold 1974a, hlm. 32–33.
  70. ^ Goodchild 2016, hlm. 65.
  71. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 36–37.
  72. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 165–168.
  73. ^ Wynn 1997, hlm. 11–12.
  74. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 176–179.
  75. ^ a b Cathcart 1995, hlm. 21.
  76. ^ Szasz 1992, hlm. 62–64.
  77. ^ Cathcart 1995, hlm. 39–43.
  78. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 180.
  79. ^ Wynn 1997, hlm. 19–21.
  80. ^ Wynn 1997, hlm. 16–18.
  81. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 174.
  82. ^ Wynn 1997, hlm. 6, 18.
  83. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 216.
  84. ^ Wynn 1997, hlm. 18.
  85. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 181–184.
  86. ^ a b Gowing & Arnold 1974a, hlm. 184.
  87. ^ Baylis & Stoddart 2015, hlm. 31.
  88. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 36.
  89. ^ Baylis & Stoddart 2015, hlm. 31–33.
  90. ^ a b Baylis & Stoddart 2015, hlm. 33.
  91. ^ a b Williams 1961, hlm. 119.
  92. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 211–213.
  93. ^ Cathcart 1995, hlm. 88–89.
  94. ^ Cathcart 1995, hlm. 24, 48.
  95. ^ Cathcart 1995, hlm. 57.
  96. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 349–351.
  97. ^ Hewlett & Anderson 1962, hlm. 285–288.
  98. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 393–395.
  99. ^ a b Gowing & Arnold 1974a, hlm. 352–353.
  100. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 356–357.
  101. ^ a b c d Gowing & Arnold 1974a, hlm. 102–103.
  102. ^ a b Gowing & Arnold 1974a, hlm. 358–359.
  103. ^ a b Gowing & Arnold 1974a, hlm. 356.
  104. ^ a b Gowing & Arnold 1974a, hlm. 358–360.
  105. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 245–254.
  106. ^ Hewlett & Duncan 1969, hlm. 281–283.
  107. ^ Hewlett & Duncan 1969, hlm. 285.
  108. ^ Aldrich 1998, hlm. 333.
  109. ^ Hewlett & Duncan 1969, hlm. 308.
  110. ^ a b Baylis 1995, hlm. 75.
  111. ^ Hewlett & Duncan 1969, hlm. 307.
  112. ^ Dawson & Rosecrance 1966, hlm. 27–29.
  113. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 390–392.
  114. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 361–363.
  115. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 340.
  116. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 658–61.
  117. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 370–371.
  118. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 376.
  119. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 372–373.
  120. ^ Jay 1954, hlm. 14–19.
  121. ^ Atomic Energy Research Establishment 1952, hlm. 15.
  122. ^ Atomic Energy Research Establishment 1952, hlm. 96.
  123. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 379–380.
  124. ^ Atomic Energy Research Establishment 1952, hlm. 100–105.
  125. ^ a b c Gowing & Arnold 1974b, hlm. 382.
  126. ^ Arnold 1992, hlm. 9–11.
  127. ^ Weinberg 1994, hlm. 25.
  128. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 285–286.
  129. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 404.
  130. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 386.
  131. ^ a b Arnold 1992, hlm. 15.
  132. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 391.
  133. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 363.
  134. ^ a b Gowing & Arnold 1974b, hlm. 400–401.
  135. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 347–348.
  136. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 392.
  137. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 402–403.
  138. ^ Jones 1985, hlm. 592.
  139. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 405–406.
  140. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 410–413.
  141. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 413–420.
  142. ^ a b Gowing & Arnold 1974a, hlm. 440–441.
  143. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 430–433.
  144. ^ a b "Britain's Nuclear Weapons – British Nuclear Facilities". Nuclear Weapon Archive. Diakses tanggal 23 Maret 2017. 
  145. ^ "Britain's Nuclear Weapons – British Nuclear Testing". Nuclear Weapon Archive. Diakses tanggal 23 Maret 2017. 
  146. ^ Cathcart 1995, hlm. 65–68.
  147. ^ Cathcart 1995, hlm. 60–61.
  148. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 443–444.
  149. ^ Cathcart 1995, hlm. 96.
  150. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 450.
  151. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 194–196.
  152. ^ Cathcart 1995, hlm. 50–56.
  153. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 457, 463.
  154. ^ Cathcart 1995, hlm. 78–79.
  155. ^ Cathcart 1995, hlm. 69.
  156. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 464.
  157. ^ a b Gowing & Arnold 1974b, hlm. 466–468.
  158. ^ a b Gowing & Arnold 1974b, hlm. 469–470.
  159. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 460–461.
  160. ^ Cathcart 1995, hlm. 136–138.
  161. ^ Cathcart 1995, hlm. 138–140.
  162. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 476–477.
  163. ^ "Hansard, 26 February 1952". Diakses tanggal 4 Februari 2017. 
  164. ^ a b Gowing & Arnold 1974b, hlm. 480–485.
  165. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 471–473.
  166. ^ Cathcart 1995, hlm. 185.
  167. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 487.
  168. ^ Cathcart 1995, hlm. 241.
  169. ^ Cathcart 1995, hlm. 210–211.
  170. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 492.
  171. ^ Cathcart 1995, hlm. 253.
  172. ^ Atomic Weapons Research Establishment 1954, hlm. 20.
  173. ^ Cathcart 1995, hlm. 270.
  174. ^ a b c Wynn 1997, hlm. 43–47.
  175. ^ Goldberg 1964, hlm. 603–604.
  176. ^ a b Gowing & Arnold 1974a, hlm. 234–235.
  177. ^ Wynn 1997, hlm. 55–56.
  178. ^ Wynn 1997, hlm. 92.
  179. ^ Baylis 1995, hlm. 180.
  180. ^ McLelland 2013, hlm. 73-74.
  181. ^ Baylis 1995, hlm. 124.
  182. ^ Moore 2010, hlm. 113–116.
  183. ^ Arnold & Smith 2006, hlm. 139–140.
  184. ^ Spinardi 1997, hlm. 554.
  185. ^ a b Gowing & Arnold 1974b, hlm. 500.
  186. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 498.
  187. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 502.
  188. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 191.
  189. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 218.
  190. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 87.
  191. ^ Gowing & Arnold 1974a, hlm. 408.
  192. ^ Goldberg 1964, hlm. 615–618.
  193. ^ a b Gowing & Arnold 1974b, hlm. 497–498.
  194. ^ Goldberg 1964, hlm. 600.
  195. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 502–505.
  196. ^ Gowing & Arnold 1974b, hlm. 500–501.
  197. ^ Navias 1991, hlm. 193–198.

Daftar pustaka

Kembali kehalaman sebelumnya