Gugum Ridho Putra
Gugum Ridho Putra (lahir 29 Juli 1988) adalah seorang advokat, akademisi di bidang hukum tata negara, dan Ketua Umum Partai Bulan Bintang. Gugum Ridho Putra juga aktif sebagai praktisi hukum tata negara dengan melakukan uji materi melalui Mahkamah Konstitusi..
PendidikanGugum Ridho Putra mengenyam pendidikan sarjana dan pascasarjana di Fakultas Ilmu Hukum Universitas Indonesia Sejak tahun pertama perkuliahan, Gugum Ridho Putra bergabung ke organisasi mahasiswa Islam SERAMBi di fakultas dan selanjutnya bergabung dengan MaPPI (Masyarakat Pemantau Peradilan)[1] yang diketuai oleh Asep Rahmat Fajar. KarierGugum Ridho Putra memulai karir sebagai advokat di IHZA & IHZA Lawfirm pada tahun 2013 sebelum akhirnya membangun law firm sendiri Gugum Ridho & Partners (GRPLAW)[2] pada tahun 2018. PolitikKetua Umum Partai Bulan Bintang (2025-2029) Gugum Ridho Putra saat ini aktif sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang[3] menggantikan PJ Ketua Umum Fahri Bachmid. Gugum Ridho Putra menjadi ketua umum setelah menang di Muktamar VI Partai Bulan Bintang[4] yang dilaksanakan di Bali pada tanggal 13-15 Januari 2025. Dari 532 suara sah, Gugum Ridho Putra mendapatkan 398 suara, lebih tinggi dari mantan Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang (2019-2024) Afriansyah Noor yang hanya meraup 134 suara. Sebelumnya, Gugum Ridho Putra menjabat sebagai Ketua Mahkamah Partai[5] di Partai Bulan Bintang (PBB). Pengajuan Undang-Undang di Mahkamah KonstitusiSebagai ahli hukum tata negara, Gugum Ridho Putra juga sudah berulang kali mengajukan undang-undang di Mahkamah Konstitusi. Pengujian Pasal 1 angka 35 UU Pemilu Tahun 2017 tentang Citra Diri[6]Dalam [ Putusan Nomor 166/PUU-XXI/2023], Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan mengenai pemolesan citra diri menggunakan Artificial Intelligence (AI) secara berlebihan. Dalam amar putusan, MK Menyebutkan bahwa citra diri yang dimaksud tidak mempunyai hukum yang mengikat selama tidak dimaknai foto/gambar tentang dirinya yang original dan terbaru serta tanpa direkayasa/dimanipulasi secara berlebihan dengan bantuan teknologi kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence). Pengujian Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tentang Presidential Threshold[7]Mengajukan ambang batas maksimal pada Pemilu melalui uji materi terhadap Ketentuan Pasal 222 yang dinilai dapat menimbulkan ketidakpastian hukum karena berpotensi memunculkan koalisi super dominan. Gugum Ridho Putra mengemukakan bahwa Koalisi Super Dominan pada saat pemilu dapat mengunci pemilu presiden hanya diikuti oleh dua pasangan calon (head to head) atau satu pasangan calon tunggal. Pengujian Pasal 42 UU Nomor 30 Tahun 2002; (2024) tentang UU KPK [8]MK mengabulkan sebagian penafsiran baru mengenai Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002; (2024) tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). MK menyebutkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, sepanjang proses penegakan hukum perkara yang dimaksud ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh lembaga antirasuah. Pengujian Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017; (2024) tentang Presidential ThresholdGugum Ridho Putra menguji pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 mengenai ambang batas presiden sebesar 20% kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau 25% suara sah secara nasional. Menurut Gugum Ridho Putra sebagai penggugat, Presidential Threshold tidak sekadar melemahkan partai-partai minoritas untuk berkembang, tetapi secara langsung juga melemahkan sistem presidensial. Ia menambahkan ketika Undang-Undang Dasar menegaskan bahwa calon presiden dan wakil presiden diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik, maka Undang-Undang Dasar sejatinya menghendaki partai politik yang menjalankan fungsi sebagai produsen kandidat-kandidat presiden berkualitas secara berkesinambungan. Pengujian UU lain yang dilakukan Gugum Ridho Putra melalui Mahkamah Konstitusi & Mahkamah Agung
Kasus Sengketa Pilkada
Kasus Pidana
Referensi
|