Gangguan kecemasan sosial
Gangguan kecemasan sosial (bahasa Inggris: social anxiety disorder, disingkat SAD) adalah penyakit kecemasan yang ditandai dengan munculnya rasa takut yang kuat pada situasi-situasi sosial tertentu, yang menyebabkan tekanan serta ketidakmampuan untuk berfungsi secara normal dalam beberapa bagian kehidupan yang dijalani penderita. TerminologiGangguang Kecemasan Sosial kadangkala disebut sebagai antropofobia, yang berarti "takut pada manusia".[2][3] Istilah tersebut berawal dar bahasa Yunani yaitu άνθρωπος, ánthropos[4] yang artinya "manusia" dan φόβος, phóbos yang artinya "ketakutan".[5] Gangguan kecemasan sosial juga disebut sering disebut fobia hubungan interpersonal.[6] Sedangkan dalam budaya Jepang secara spesifik, gangguan ini dikenal sebagai taijin kyofusho (対人恐怖症),[7] yang mana fenomena ini lebih umum terjadi pada laki-laki daripada perempuan.[8] SejarahDeskripsi dari karya sastra mengenai rasa malu dapat ditelusuri kembali ke zaman Hippokrates sekitar 400 SM. Hippokrates dalam karyanya mendeskripsikan seseorang yang memiliki kecemasan sosial sebagai orang yang "memiliki rasa malu, kecurigaan, dan ketakutan, sehingga ia tidak akan terlihat di luar rumahnya. Ia mencintai kegelapan sebagai kehidupan tetapi tidak dapat menutupi cahaya karena ia duduk di tempat yang terang. Ia menutupi matanya dan tidak ingin melihat sesuatu, meski ia sendiri juga tidak terlihat. Dia tidak berani datang bersama orang lain karena takut dia akan disalahpahami, dipermalukan, atau melakukan sesuatu yang salah dalam hal tingkah maupun ucapan. Pada akhirnya dia takut karena mengira setiap orang akan memperhatikannya."[9] Istilah psikiatri "fobia sosial" (phobie des situations sociales) baru disebut pertama kali pada awal 1900-an.[10] Psikolog menggunakan istilah "neurosis sosial" untuk menggambarkan pasien yang memiliki kepribadian pemalu yang berlebihan pada tahun 1930-an. Penelitian tentang fobia sosial dan pengobatannya oleh Joseph Wolpe berkembang setelah ia melakukan pekerjaan ekstensif mengenai desensitisasi sistematis. Gagasan bahwa fobia sosial adalah entitas yang terpisah dari fobia lain berasal dari psikiater Inggris Isaac Marks pada 1960-an. Gagasan ini kemudian diterima oleh American Psychiatric Association dan pertama kali secara resmi dimasukkan dalam edisi ketiga dari buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Definisi mengenai fobia sosial kemudian direvisi pada tahun 1989 untuk memungkinkan komorbiditas dengan Avoidant personality disorder dan memperkenalkan fobia sosial secara umum.[10] Pada tahun-tahun sebelum 1985, fobia sosial atau kecemasan sosial merupakan bidang yang sering diabaikan. Bidang ini kemudian mendapatkan penelitian pertamanya pada tahun 1985 dengan Michael Liebowitz dan Richard Heimberg sebagai penelitinya.[11] Setelah ditelitinya gangguan ini oleh psikiater Michael Liebowitz dan psikolog klinis Richard Heimberg, ada peningkatan perhatian dan penelitian tentang gangguan tersebut. DSM-IV memberi nama alternatif dari fobia sosial sebagai "gangguan kecemasan sosial".[12] Penelitian tentang psikologi dan sosiologi kecemasan sosial dalam kehidupan sehari-hari kemudian terus berlanjut. Model dan terapi perilaku kognitif dikembangkan untuk gangguan kecemasan sosial. Pada 1990-an, paroksetin menjadi obat resep pertama di AS yang disetujui untuk mengobati gangguan kecemasan sosial.[13][14][15] DeskripsiMerasa gugup dalam beberapa situasi sosial merupakan kondisi yang normal, dan bukan merupakan gangguan kecemasan sosial. Pada gangguan kecemasan sosial (fobia sosial), interaksi sosial sehari-hari pun dapat menyebabkan ketakutan ekstrem. Gangguan kecemasan sosial adalah suatu kondisi kesehatan mental kronis yang menyebabkan kecemasan irasional atau ketakutan berada di tempat umum yang ramai. Penderita, jika berada di tempat itu, biasanya memiliki ketakutan akan mempermalukan atau menghina dirinya sendiri. Berada dan mengerjakan sesuatu di tempat umum akan menyebabkan ketidaknyamanan pada penderita gangguan kecemasan sosial. Jika seseorang terganggu oleh jenis ketakutan tersebut, orang itu kemungkinan menderita gangguan kecemasan sosial. Dari seluruh penderita fobia sosial, 50% di antaranya telah mengalami gejala fobia sosial sejak usia 11 tahun dan 80% sejak usia 20 tahun. Munculnya fobia sosial pada usia dini ini cenderung mendorong munculnya depresi berat, tindakan penyalahgunaan obat-obatan, dan konflik-konflik psikologis maupun sosial lainnya. Gejala-gejala fisik yang sering muncul pada penderita fobia sosial adalah kulit memerah/merona, munculnya keringat berlebihan (hiperhidrosis), gemetar, jantung berdebar, dan mual. Cara bicara yang terbata-bata atau gagap bersamaan dengan kecepatan bicara yang terlampau tinggi bisa juga muncul pada tingkat tertentu. Dari segi psikologis, serangan panik (panic attacks) mungkin terjadi apabila rasa takut dan tidak nyaman yang muncul luar biasa hebatnya dan benar-benar di luar kendali. Diagnosis dan penanganan dini sangat penting untuk penderita fobia sosial agar mereka tidak mengalami penyakit tambahan lain, seperti depresi. Beberapa penderita mungkin mencoba mengatasinya dengan cara yang sama sekali tidak sehat dan solutif, misalnya konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang (narkoba). Cara penanganan yang salah ini lumrah terjadi di kalangan penderita, terutama pada mereka yang tidak diberi perhatian, diagnosis dini, penanganan, perawatan, dan pengobatan yang layak. Ini bisa membuat mereka menjadi alkoholik, mendapat gangguan makan, dan terlibat berbagai tindakan penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Oleh karena itu, SAD atau fobia sosial sering kali disebut sebagai “penyakit kehilangan kesempatan atau peluang” karena berbagai risiko buruk yang muncul memengaruhi kondisi kesehatan, sosial, hingga kehidupan si penderita. PenyebabSeperti banyak kondisi kesehatan mental lainnya, gangguan kecemasan sosial mungkin timbul dari interaksi yang kompleks dari lingkungan dan gen. Para peneliti terus mempelajari kemungkinan penyebab, termasuk:
Para peneliti mencari gen-gen tertentu yang berperan dalam kecemasan dan ketakutan. Gangguan kecemasan sosial tampaknya menurun dalam keluarga. Namun, bukti menunjukkan bahwa komponen herediter pada kondisi ini disebabkan perilaku cemas yang ditiru dari anggota keluarga lainnya. Peneliti mengeksplorasi ide bahwa bahan kimia alami dalam tubuh mungkin memainkan peran dalam gangguan kecemasan sosial. Misalnya, ketidakseimbangan dalam serotonin otak bisa menjadi faktor penyebab. Serotonin, merupakan neurotransmitter yang membantu mengatur suasana hati dan emosi. Orang dengan gangguan kecemasan sosial dapat sangat sensitif terhadap efek serotonin.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa struktur dalam otak yang disebut amigdala mungkin memainkan peran dalam mengendalikan respons takut. Orang yang memiliki amigdala yang terlalu aktif mungkin memiliki respons takut yang tinggi, menyebabkan peningkatan kecemasan dalam lingkungan sosial. PerawatanGangguan kecemasan sosial biasanya berlangsung seumur hidup. Namun, pengobatan dapat membantu untuk mengontrol gejala dan menjadikan penderita lebih percaya diri dan nyaman dalam lingkungan sosial. Dua jenis perawatan yang paling efektif adalah terapi obat-obatan dan psikoterapi yang disebut terapi perilaku kognitif. Kedua pendekatan ini sering dikombinasikan untuk perawatan gangguan kecemasan sosial. PencegahanPencegahan gangguan kecemasan merupakan salah satu fokus dari beberapa penelitian.[16][17] Penggunaan Terapi Perilaku Kognitif dan teknik terkait dapat menurunkan jumlah anak dengan gangguan kecemasan sosial setelah diselesaikannya program pencegahan tersebut.[18] Lihat pulaReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
|