G.K.R. Mangkubumi
Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawana Langgeng Ing Mataram (bahasa Jawa: ꦒꦸꦱ꧀ꦠꦶꦏꦁꦗꦼꦁꦫꦠꦸꦩꦁꦏꦸꦨꦸꦩꦶ; lahir 24 Februari 1972), sebelumnya bernama Gusti Kanjeng Ratu Pembayun dan memiliki nama kecil Gusti Raden Ajeng Nurmalitasari adalah putri pertama dari pasangan Hamengkubuwana X dengan Ratu Hemas dan seorang Putri Mahkota dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Kehidupan awal dan pendidikanRatu Mangkubumi dibesarkan di Yogyakarta hingga usia Sekolah Menengah Atas. Ia bersekolah di SMA Bopkri 1 Yogyakarta sebelum akhirnya pindah sekolah ke Singapura di International School of Singapore. Setelah lulus SMA, iia kemudian melanjutkan pendidikan di beberapa college di California, Amerika Serikat sebelum akhirnya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Universitas Griffith Brisbane, Queensland, Australia. GKR Mangkubumi menerima penganugerahan Diarsipkan 2023-06-28 di Wayback Machine. gelar Doctor of Humane Letters dari Northern Illinois University Amerika Serikat pada tanggal 28 Juni 2023. Prosesi penganugerahan dilaksanakan di Universitas Widya Mataram Yogyakarta. Pernikahan dan kehidupan pribadiRatu Mangkubumi menikah dengan Nieko Messa Yudha yang bergelar Kanjeng Pangeran Harya Wironegoro pada tanggal 28 Mei 2002. Berhubung ia adalah putri tertua, maka pernikahan tersebut mendapat banyak perhatian dari publik. Pernikahan tersebut juga menjadi acuan bagi pernikahan-pernikahan keempat adik-adiknya. Sebelum menikah, sesuai dengan adat keraton, calon pengantin wanita menerima gelar dan nama baru dari sebelumnya Gusti Raden Ajeng Nurmalitasari menjadi Gusti Kanjeng Ratu Pembayun. Pemberian gelar ini dilangsungkan melalui upacara wisuda yang digelar di Keraton Yogyakarta. Sementara itu calon pengantin pria mendapat gelar Kanjeng Pangeran Haryo Wironegoro. Pada saat yang bersamaan, ia juga diangkat sebagai pemimpin kegiatan keputren dan seluruh putri keturunan Hamengkubuwana X.[1] Rangkaian acara pernikahan diawali dengan prosesi "Nyantri",[2] di mana calon pengantin pria Nieko Messa Yudha yang sebelumnya telah diberi gelar Kanjeng Pangeran Haryo Wironegoro mulai memasuki keraton Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2023. Sesuai dengan adat yang berlaku di keraton, Hamengkubuwana X sendiri yang menikahkan putrinya dengan K.P.H. Wironegoro. Prosesi "Panggih" pernikahan dihadiri oleh pejabat tinggi negara, termasuk presiden Megawati Soekarnoputri serta Duta-duta besar perwakilan negara-negara sahabat.[3] Sebagai putri raja, Ratu Pembayun melewati prosesi "Pondongan" dalam prosesi "Panggih" di mana mempelai pria dibantu salah seorang paman dari mempelai wanita GBPH Yudhaningrat memondong (mengangkat) mempelai wanita sebagai simbol 'meninggikan' posisi seorang istri. Beberapa berita melaporkan bahwa prosesi "Panggih" ini diliputi oleh suasana 'magis' berkaitan dengan angin kencang yang bertiup di dalam tembok keraton serta petir yang menyambar di siang hari.[4] Usai "Panggih", kedua mempelai kemudian dikenalkan kepada masyarakat melalui prosesi "Kirab". Sebagai putri pertama, Ratu Pembayun harus dikirab keliling benteng keraton, menggunakan kereta pusaka "Kanjeng Kyai Jongwiyat", sesuai dengan adat istiadat yang berlaku. Prosesi "Kirab" yang sudah tidak pernah dilaksanakan lagi sejak zaman pemerintahan Hamengkubuwana VIII ini dihadiri oleh ratusan ribu warga Yogyakarta.[5] Pernikahan Agung Keraton Yogyakarta ini mengikuti tradisi yang dipertahankan sejak ratusan tahun dan diteruskan hingga adik-adik dari Ratu Pembayun yaitu Maduretno, Hayu dan Bendara. Pernikahan Ratu Pembayun dan Pangeran Wironegoro dikaruniai dua orang anak, yaitu Putri Raden Ajeng Artie Ayya Fatimasari Wironegoro dan Pangeran Raden Mas Drasthya Wironegoro. Putri pertamanya sudah cukup dewasa untuk menjalani upacara adat "Tetesan" pada tanggal 22 Desember 2013. Upacara ini menandai bahwa seorang anak perempuan sudah menginjak usia dewasa.[6] Putranya, Raden Mas Drasthya, menganut agama Katolik dan bersekolah di SMA Kolese De Britto Yogyakarta.[7] Kehidupan dalam keratonSebagai putri tertua dan "Lurah Putri" di lingkungan keraton Yogyakarta, Ratu Mangkubumi bertugas mengharmoniskan hubungan dengan adik-adiknya dan keluarga besar keraton pada umumnya.[8] Jabatanya sebagai salah satu "Penghageng" juga menuntutnya untuk memimpin beberapa upacara adat di lingkungan keraton seperti "Tumplak Wajik", "Peksi Burak" juga beberapa upacara adat lainnya. Menurutnya keraton sebagai pusat kebudayaan harus menjadi saringan dari pengaruh modernisasi yang tidak sesuai dengan budaya kita. Pada saat yang sama keraton juga harus membuka diri dengan kemajuan zaman. Saat ditanya mengenai sukses di lingkungan keraton, dia menjawab "Tergantung bapak saja,".[9] Salah satu bentuk dari usaha melestarikan budaya terwujud dalam keaktifan Ratu Mangkubumi dalam olah tari. Dia adalah penari keraton andalan bersama adik-adiknya Ratu Condrokirono, Ratu Hayu dan Ratu Bendara. Pada tanggal 5 Mei 2015, sesuai Sabdaraja yang dikeluarkan oleh Hamengkubuwana X, Ratu Mangkubumi yang sebelumnya bergelar Gusti Kanjeng Ratu Pembayun menerima gelar Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawana Langgeng ing Mataram atau Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi yang secara otomatis menjadikannya sebagai pewaris tahta keraton. KarierKeorganisasian
BisnisSelain aktif dalam berbagai organisasi sosial dan kemasyarakatan, Ratu Mangkubumi menjabat sebagai Direktur PT Yogyakarta Tembakau Indonesia (perusahaan rokok kretek yang dibangun untuk mengurangi angka pengangguran di Bantul) dan PT Yarsilk Gora Mahottama, serta Komisaris Utama PT Madu Baru.[10] KepramukaanPada tanggal 28 Maret 2015, musyawarah daerah Gerakan Pramuka Daerah Istimewa Yogyakarta secara sepakat memilih Ratu Mangkubumi sebagai ketua Kwartir Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta.[11] Usai pelantikan, Ratu Mangkubumi menyampaikan visinya untuk memasarkan gerakan pramuka kepada anak anak dari SD hingga SMA. Lebih lanjut dia juga menyatakan bahwa kwarda akan memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan kegiatan kegiatan pramuka kepada anak-anak dan remaja.[12] Di berbagai kesempatan GKR Mangkubumi mendorong anggota Gerakan Pramuka untuk dapat berprestasi sampai ke tingkat Internasional. Dimulai dari Yogyakarta, untuk Indonesia dan Dunia. Meneruskan dan mengembangkan apa yang telah dimulai oleh Bapak Pramuka Kak Sultan Hamengku Buwono IX yang tidak lain adalah kakeknya. Dalam kepengutusan Kwartir Nasional masa bakti 2018-2023, GKR Mangkubumi menjadi Wakil Ketua/Ketua Komisi Pengabdian Masyarakat (Abdimas) yang terus mengaktualisasikan program pramuka dekat dengan masyarakat. Bermitra dengan berbagai lembaga-lembaga untuk terus mengembangkan program kepramukaan yang bermanfaat bagi masyarakat. Kiprah GKR Mangkubumi dalam menjalin kerjasama dengan berbagai kelembagaan membuat Komisi Abdimas menjadi semakin luas jangkauan serta kegiatan yang dilakukan. Termasuk pula memprioritaskan publikasi Diarsipkan 2023-06-08 di Wayback Machine. dalam setiap program yang dijalankan melalui berbagai media. FilantropiKonservasi alam dan satwa liarRatu Mangkubumi bergabung dengan Pusat Penyelamatan Satwa Jogya (PPSJ) Kulonprogo, Yogyakarta guna untuk menyelamatkan satwa, khususnya orang utan.[13][14] Dalam hal ini Ratu Mangkubumi bekerja sama dengan ormas, sektor swasta, dan media dari Luksemburg.[15] Tidak hanya orang utan, Ratu Mangkubumi juga aktif dalam usaha konservasi elang jawa yang menjadi inspirasi lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila.[16] KepemudaanPada bulan Oktober 2012, Ratu Mangkubumi terpilih sebagai Ketua DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta untuk periode 2012–2015.[17] Jabatan ini memberi kesempatan pada Ratu Mangkubumi untuk membawa KNPI dalam usaha memberdayakan kaum miskin. Ratu Mangkubumi juga pernah menjabat sebagai Ketua Karang Taruna provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta selama 10 tahun (2002–2012) di mana ia mengarahkan organisasi tersebut untuk membina kepemimpinan dan meningkatkan sumber penghidupan pemuda. Ratu Mangkubumi juga aktif bekerja sama dengan BKKBN untuk masalah kesehatan reproduksi remaja dan juga kesetaraan gender.[18] Ia juga aktif dalam bidang pendidikan. Sebagai seorang ibu, Ratu Mangkubumi berusaha menyempatkan waktu untuk sebisa mungkin mengawasi putra-putrinya belajar.[19] Disamping aktivitas tersebut, Ratu Mangkubumi juga duduk sebagai anggota dewan kehormatan di Palang Merah Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta.[20] Menjadikan Yogyakarta sebagai cyber provincePada awal tahun 2012, Ratu Mangkubumi membawakan proposal dengan tujuan menjadikan Yogyakarta jadi provinsi cyber/cyber province pertama. Hal itu diungkapkan Ratu Mangkubumi saat memberikan keynote speech pada pertemuan The Education World Forum 2012 yang diadakan di gedung The Queen Elizabeth II Conference Centre, London, Inggris yang berlangsung selama tiga hari dari 9 hingga 11 Januari 2012.[21] Aktivitas sosialSaat suaminya KPH Wironegoro mengawali kiprahnya di dunia politik, banyak pertanyaan apakah Ratu Mangkubumi akan mengikuti jejak suami dan ibunya. Ratu Mangkubumi menepis pertanyaan tersebut dengan menyatakan dia lebih nyaman di pekerjaan sosial.[19][22] Sebagai aktivis di bidang sosial, Ratu Mangkubumi pernah mendapatkan penghargaan "Wanita Tak Terpatahkan" (Sunsilk Unbreakable Woman) atas usahanya untuk memberdayakan perempuan di desa-desa.[23][24] Referensi
Pranala luar |