Farid Ma'ruf (ulama)
Mayor Jenderal TNI (Purn.) Prof. K. H. Mohammad Farid Ma'ruf, Lc. (Ejaan Lama: Mochammad Faried Ma'roef) (25 Maret 1908 – 6 Agustus 1976) adalah seorang ulama dan politikus asal Indonesia yang pernah menduduki posisi Menteri Urusan Haji di Kabinet Dwikora I hingga III di bawah pemerintahan Soekarno menjelang akhir kekuasaan Orde Lama.[2][3] Di Muhammadiyah, ia pernah mengemban amanat sebagai wakil ketua umum.[4] Di masa tuanya, ia didapuk menjadi penasihat di bidang pendidikan dan pengajaran Muhammadiyah periode 1968 hingga 1971.[5] Kehidupan awalMohammad Farid Ma'ruf lahir di sebuah perkampungan Muhammadiyah, yakni Kampung Kauman, Kota Yogyakarta, Keresidenan Yogyakarta, Hindia Belanda, pada Rabu, 25 Maret 1908.[6] Dia merupakan putra dari pasangan Mohammad Ma'ruf dan Siti Djuariah. Nama Ma'ruf di belakang namanya berasal dari penggalan nama ayahnya. Ia dibesarkan di kampung halamannya dengan lingkungan keluarga yang religius. Farid didaftarkan sebagai santri di Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, Jawa Timur oleh ayahnya untuk memperdalam ilmu agama Islam.[6] Dua tahun setelahnya, ia disekolahkan di madrasah ibtidaiah dan sekolah Al-Irsyad di Pekalongan dan Batavia. Farid mulanya mengenyam pendidikan dasar di Hollandsch-Inlandsche School (bahasa Indonesia: Sekolah Belanda untuk kaum pribumi) pada 1920.[7] Kemudian, pada tahun 1925, Farid merantau bersama Abdul Kahar Muzakkir untuk melanjutkan pendidikan menengah di Dar el-Ulum, Mesir, selama tiga tahun dan menjadi mahasiswa di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir dalam kurun waktu empat tahun. Ketika kuliah, ia mempelajari ilmu agama beserta bahasa Arab. Di awal masa studinya, ia aktif menjadi jurnalis di Seruan Al-Azhar, bahkan ia diangkat menjadi staf pimpinan redaksi. Selain itu, Farid juga mengasaskan Perhimpunan Indonesia Raya. Melalui pekerjaannya ini, ia mendapat honor yang dipergunakannya untuk membiayai kuliah.[6] Di saat yang sama, Farid aktif berkontribusi dalam jurnalistik Suara Muhammadiyah, majalah milik Muhammadiyah. Ia pun menamatkan perkuliahannya pada 1932. Setelah tamat, dia bekerja sebagai jurnalis harian di Al-Balagh yang beroperasi di Kairo, Mesir. Sedangkan di Hindia Belanda, Farid dipekerjakan sebagai koresponden bagi Harian Adil di Surakarta dan Suluh Rakyat Indonesia di tingkat nasional. Kiprah politikPada saat Partai Islam Indonesia (PII) resmi dibentuk pada 4 Desember 1938, Farid turut serta bergabung dengan partai. Ia diberi mandat sebagai komisaris partai bersama Mas Mansur, Bagus Hadikusumo, Abdul Kahar Muzakkir, dan Mohammad Rasjidi.[8] Meski kepengurusan mayoritasnya adalah warga Muhammadiyah, tetapi anggota partai tidak mewakili nama organisasi.[9] Ia pernah berdelegasi ke Jepang pada 1931 bersama dengan Kasmat Bahuwinangun, Kahar Muzakkir, Alamudi, dan Mahfudz. Di awal 1942, PII bubar seiring dengan pendudukan Jepang. KematianSetelah menjalani perawatan medis sejak 30 Juli 1976, Farid meninggal dunia di Rumah Sakit Yayasan Rumah Sakit Islam Indonesia (YARSI), Cempaka Putih, Jakarta Pusat pada hari Jumat, 6 Agustus 1976 dalam usia 68 tahun, 134 hari. Ia dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, satu liang lahat dengan istrinya, Siti Hindun, beserta putra sulungnya, Muhammad.[1] Awalnya, pemerintah pusat menawari ahli waris untuk memakamkan jenazah Farid di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata, tetapi keluarganya memilih untuk mengebumikannya di Tanah Kusir.[10] PenghargaanDaftar pustaka
Referensi
|