Djalan Terbuka
Djalan Terbuka adalah novel karya Ali Audah yang diterbitkan pada tahun 1971 oleh Penerbit Litera. Novel ini terdiri dari 15 bagian yang setiap bagiannya ditandai dengan huruf Romawi. Djalan Terbuka berkisah tentang sebuah keluarga yaitu Keluarga Sanusi. Sepeninggal Bapak Sanusi, Nyonya Sanusi dan kedua anaknya yaitu Kamal dan Ida pindah rumah ke Jakarta. Sebelumnya mereka tinggl di Karawang bersama Pak Sanusi. Sebagai penyambung hidup keluarga selepas Pak Sanusi meninggal, Nyonya Sanusi membuka jahitan di rumah dengan menerima jahitan dari tetangga sekitar. Walau hidup dengan serba keterbatasan, Nyonya Sanusi tetap menyekolahkan kedua. Kamal anaknya yang pertama telah lulus sekolah lanjutan atas sedangkan Ida anak keduanya tidak dapat melanjutkan sekolah lagi karena keadaan ekonomi keluarga semakin parah. Karenanya Ida berusaha membantu perekonomian keluarga dengan mencari pekerjaan.[1] Pada suatu hari datanglah Basri. Basri adalah anak dari Pak Arba'i tetangga Nyonya Sanusi dulu pada waktu mereka tinggal di Karawang. Basri datang keJakarta dalam rangka pekerjaan dengan partainya. Nyonya Sanusi menerima kedatangan Basri dengan baik dan mengenalkannya pada Ida. Untuk memudahkan pekerjaannya dalam tugas partainya, Basri indekos di rumah Nyonya Sanusi. Dengan kehadiran Basri indekos di rumah Nyonya Sanusi maka terbantulah perekonomian keluarga karena adanya tambahan pemasukan untuk kelangsungan hidup dari uang kos Basri. Namun tidak begitu dengan Kamal yang tidak menyukai kehadiran Basri karena Basri adalah aktivis partai politik. Kamal sudah terlanjur tidak suka dengan politik karena menurut Kamal adalah kotor.[1] Akhirnya Basri berterus terang pada Nyonya Sanusi bahwa dia sangat mencintai Ida dan ingin meminangnya. Nyonya Sanusi mnyetujui keinginan Basri untuk segera meminang Ida. Ida pun juga menerima pinangan Basri dan menerima cinta Basri. Tetapi di sisi lain, Kamal sang kakak tambah membenci Basri. Selepas Basri mempersunting Ida, kehidupan keluarga ekonomi Nyonya Sanusi semakin membaik. Karier Basri di dunia politik semakin membaik dan menanjak sehingga Basri pun semakin sibuk. Menjelang pemilihan umum tahun 1955, Basri semakin disibukkan dengan karier partainya. Basri tambah sibuk sehingga Basri semakin jarang puang ke rumah hingga lupa akan istrinya yang sedang sakit-sakitan. Hingga Basri telah lupa akan ibunya juga yang tinggal di Karawang sehingga kabar meninggalnya ibunya sampai tak terdengar. Melihat keadaan yang seperti ini, kebencian Kamal semakin besar hingga Ida dan Nyonya Sanusi ikut membenci Basri kini. Sejauh ini Kamal masih menjadi pengangguran. Kamal bercita-cita menjadi seorang penulis tetapi sampai saat ini belum berhasil mewujudkan cita-citanya itu. Suatu ketika datanglah Marno ke rumah Nyonya Sanusi, seorang teman Kamal yang pekerjaannya sebagai wartawan. Marno adalah seorang teman yang disukai Kamal. Marno berkeinginan agar Kamal menjadi menjadi seorang guru, guru SMP. Tetapi Kamal menolak hanya karena Kepala Sekolah SMP tersebut adalah seorang koruptor. Pada suatu hari, tersiar kabar pembunuhan seorang wanita bernama Sri. Sri adalah istri dari Sumo teman satu partai Basri. Ternyata pembunuhan wanita tersebut menyeret Basri yang ikut terlibat dalam pembunuhan itu. Basri menjadi tersangka pembunuhan terhadap Sri. Dan akhirnya Basri ditahan oleh pihak kepolisian karena tuduhan tersebut. Mendengar kabar berita pembunuhan yang melibatkan Basri ini, Kamal langsung melacak berita ini ke kantor polisi. Kamal mendapat informasi dari Marno jika Basri hanya dijadikan kambing hitam oleh Sumo dan hendak menjatuhkan Basri. Sumo berbuat jahat karena dia adalah seorang penyeludup barang - barang yang akan dijual ke luar negeri. Mendengar Basri masuk penjara, penyakit Ida semakin parah. Ketika Ida ke kamar mandi, Ida terjatuh dan menyebabkan dia meninggal dunia. Referensi
|