Dita Indah Sari
Kehidupan awalIa adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Adjidar Ascha dan Magdalena Willy F Firnandus. Ayahnya merupakan perantau Minang asal Padang Panjang yang pernah menjadi anggota DPRD Medan dari Golongan Karya periode 1974–1978, sementara ibunya bekerja di perusahaan asing.[4] Pendidikan dasarnya mulai dari Taman Kanak-kanak sampai SMP diselesaikan di Medan. Pendidikan menengah atasnya diselesaikan di SMU I PSKD (1988-1991), Jakarta. Dunia gerakan mulai dikenalnya ketika menjadi mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1991. AktivismePada tahun 1992, Ia bergabung dengan Forum Belajar Bebas, sebuah kelompok studi mahasiswa progresif yang membahas persoalan demokrasi dan keadilan sosial. Berlanjut dari kelompok studi, Dita kemudian menjadi organisator buruh di daerah Tangerang, Bogor, dan Pluit mulai tahun 1993 hingga pada tahun 1994 bersama kawan-kawan yang lain mendirikan Partai Rakyat Demokratik. Dalam kongres Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI) yang pertama di Semarang pada Oktober 1994, Dita Sari dipercaya menjadi Sekretaris Jenderal yang pertama. PPBI adalah satu-satunya organisasi buruh yang pada masa itu melakukan demonstrasi menuntut kenaikan upah, penghidupan yang layak buat kaum buruh dan penggulingan Soeharto. Sampai pada Februari 1995, Dita kemudian dipercayakan menjadi ketua umum PPBI. Dita Sari, begitu namanya sering disingkat, kemudian ditangkap ketika sedang memimpin aksi di Tandes, Surabaya bulan Juli 1996. Dalam sebuah pengadilan yang tidak adil, Dita dijatuhkan hukuman delapan tahun penjara beserta beberapa teman-temannya yang lain, dan oleh rezim Soeharto PPBI dianggap sebagai organisasi terlarang. Dita Sari pernah ditahan di LP Wanita Malang dan LP Wanita Tangerang periode tahun 1997-1998, Dita kemudian dibebaskan setelah mendapat amnesti dari Presiden Habibie. Kemudian, pada tahun 1999 Dita mendeklarasikan Front Nasional Perjuangan Buruh Nasional Indonesia, yang merupakan penggabungan antara PPBI dengan serikat-serikat buruh lokal seperti PPBS Surabaya, dan SBI Bandung dan Dita terpilih sebagai ketuanya. Pasca-ReformasiPada September 2001, Dita mendapat penghargaan Ramon Magsaysay Award. Februari 2002 Dita juga mendapat Reebok Human Rights Award, yang kemudian ditolaknya karena Reebok sebagai salah satu perusahaan sepatu besar yang tidak berpihak terhadap kesejahteraan kaum buruh. Dalam periode ini Dita juga tercatat sebagai salah seorang pendiri sebuah lembaga penelitian, yaitu Lembaga Pembebasan Media dan Ilmu Sosial (LPMIS), serta Senjata Kartini sebuah LSM yang bergerak di bidang perempuan. Memasuki momentum pemilu 2004, FNPBI, bersama organisasi sektoral lainnya, seperti SBMI, JMD, STN dll, mendirikan Partai Persatuan Oposisi Rakyat (POPOR), dan Dita terpilih sebagai ketua umum, akan tetapi POPOR kemudian gagal memenuhi verifikasi Depkeh HAM. Pada Maret 2005, dalam kongres luar biasa Dita Indah Sari terpilih sebagai ketua umum Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (KPP-PRD). Referensi
|