Charles VI dari Prancis
Charles VI (3 Desember 1368 – 21 Oktober 1422), disebut yang Terkasih (bahasa Prancis: le Bien-Aimé) dan yang Gila (bahasa Prancis: le Fol atau le Fou), merupakan seorang Raja Prancis dari tahun 1380 sampai kematiannya. Charles berasal dari Wangsa Valois. Charles VI hanya berusia 11 tahun ketika ia menjai ahli waris takhta di tengah-tengah Perang Seratus Tahun. Pemerintah dipercayakan kepada empat pamandanya: Philippe yang Berani, Adipati Bourgogne; Jean, Adipati Berry; Louis I, Adipati Anjou, dan Louis II, Adipati Bourbon. Meskipun usia mayoritas kerajaan ditetapkan pada usia 14 tahun, para adipati tersebut mempertahankan cengkeraman mereka pada Charles sampai ia mengambil alih kekuasaan di usianya yang ke-21. Selama pemerintahan pamandanya, sumber daya keuangan kerajaan, yang dengan susah payah dibangun oleh ayahandanya, Charles V, disia-siakan untuk keuntungan pribadi para adipati, atas kepentingan yang kerap berbeda atau bahkan bertentangan. Ketika dana kerajaan dikeringkan, pajak yang baru harus dinaikkan, akibatnya hal tersebut memicu timbulnya beberapa pemberontakan. Pada tahun 1388 Charles VI memecat pamanda-pamandanya dan membawa kembali kekuasaan mantan penasihat ayahandanya, yang dikenal sebagai Marmouset. Kondisi politik dan ekonomi di kerajaan meningkat dengan pasti, dan Charles mendapat julukan "yang Terkasih". Namun pada bulan Agustus 1392 ketika berada di perjalanan ke Bretagne dengan pasukannya di hutan Le Mans, Charles tiba-tiba menjadi gila dan membunuh empat orang ksatria dan juga hampir membunuh saudaranya, Louis dari Orléans.[2] Sejak saat itu, serangan kegilaan Charles menjadi lebih sering dan berdurasi lebih lama. Selama serangan ini, ia megalami delusi, dan percaya bahwa dia terbuat dari kaca atau menyangkal bahwa ia memiliki istri dan anak. Ia juga menyerang pelayan-pelayannya atau berlari sampai kelelahan, meratap bahwa ia terancam oleh musuh-musuhnya. Terdapat interval selama beberapa bulan ketika Charles relatif waras. Namun, ia tidak mampu berkonsentrasi atau membuat keputusan, kekuasaan politik diambil darinya oleh beberapa pangeran yang sedarah, yang menimbulkan banyak kekacauan dan konflik di Prancis. Perjuangan sengit kekuatan yang berkembangan di antara Louis dari Orléans, saudara raja, dan Jean II, Adipati Bourgogne, putra Philippe yang Berani. Ketika Jean menghasut pembunuhan Louis pada bulan November 1407, konflik berubah menjadi perang saudara di antara Armagnac (pendukung Wangsa Valois) dan Bourgogne. Jean menawarkan sebagian besar Prancis kepada Raja Henry V dari Inggris, yang masih berperang dengan monarki Valois, di dalam pertukaran atas dukungan. Setelah pembunuhan Jean, putranya Philippe yang Baik membuat Charles yang Gila menandatangani Perjanjian Troyes yang terkenal (1420), merebut warisan keturunannya dan mengakui Henry V sebagai ahli waris yang sah atas takhta Prancis. Ketika Charles VI meninggal, ia digantikan oleh putranya, Charles VII, dan saat itu Valois sedang berada di dalam situasi yang mengenaskan. Kehidupan awalCharles lahir di Paris, di kediaman kerajaan di Hôtel Saint-Pol, pada tanggal 3 Desember 1368, putra raja Prancis Charles V, dari Wangsa Valois, dan Jeanne dari Bourbon. Sebagai ahli waris takhta Prancis, beberapa kakandanya telah meninggal sebelum ia lahir, Charles bergelar Dauphin Prancis. Setelah kematian ayahandanya pada tanggal 16 September 1380, ia menjadi ahli waris takhta Prancis. Penobatannya berlangsung pada tanggal 4 November 1380, di Katedral Reims.[3] Meskipun usia mayoritas kerajaan jatuh pada usia 14 tahun ("usia dewasa" di bawah hukum kanon Katolik Roma), Charles tidak menghentikan pemangku takhta dan memerintah secara pribadi sampai tahun 1388.[3] Ia menikahi Isabeau dari Bayern pada tanggal 17 Juli 1385,[4] ketika ia berusia 17 tahun dan istrinya berusia 14 tahun (dan dianggap dewasa pada saat itu). Isabeau memiliki 12 orang anak, sebagian besar di antaranya meninggal pada usia muda. Putra sulung Isabeau bernama Charles, lahir pada tahun 1386, Dauphin Viennois (ahli waris), tetapi hanya bertahan selama 3 bulan. Anak keduanya, Jeanne, lahir pada tanggal 14 Juni 1388, meninggal pada tahun 1390. Anak ketiga, Isabella, lahir pada tahun 1389 dan menikah dengan Richard II, Raja Inggris pada tahun 1396, pada usia 6 tahun, ia menjadi Ratu Inggris. Richard meninggal pada tahun 1400 dan mereka tidak memiliki keturunan. Pengganti Richard, Henry IV, kemudian menginginkan Isabella menikah dengan putranya, calon raja yang berusia 14 tahun, Henry V, tetapi ia menolaknya. Ia menikah lagi pada tahun 1406, kali ini dengan sepupunya, Charles, Adipati Orleans, pada usia 17 tahun. Ia meninggal saat melahirkan pada usia 19 tahun. Anak keempat Isabeau, Jeanne, lahir pada tahun 1391, menikah dengan Yann VI, Adipati Bretagne pada tahun 1396, pada usia 5 tahun; mereka memiliki keturunan. Anak kelima Isabeau yang lahir pada tahun 1392 juga bernama Charles, seorang Dauphin. Charles VI kemudian menjadi gila. Charles muda bertunangan dengan Marguerite dari Bourgogne pada tahun 1396, tetapi ia meninggal pada usia 9 tahun. Anak keenam Isabeau, Marie, lahir pada tahun 1393. Ia tidak pernah menikah, dan tidak memiliki keturunan. Anak ketujuh Isabeau, Michelle, lahir pada tahun 1395. Ia bertunangan dengan Philippe, putra Jean II, Adipati Bourgogne, pada tahun 1404 (pada saat itu keduanya berusia 8 tahun) dan mereka menikah pada tahun 1409, pada usia 14 tahun. Ia memiliki satu anak yang meninggal pada masa bayi, sebelum dia meninggal pada tahu 1422, diusianya yang ke-27. Anak kedelapan Isabeau, Louis, lahir pada tahun 1397, juga seorang Dauphin. Ia menikah dengan Marguerite dari Bourgogne yang telah bertunangan dengan saudara Charles, tetapi mereka tidak memiliki keturunan sebelum ia meninggal pada tahun 1415, usia 18 tahun. Anak kesembilan Isabeau, Jean, lahir pada tahun 1398, dan juga seorang Dauphin dari tahun 1415, setelah kematian saudaranya Louis. Ia menikahi Jacqueline, Comtesse Hainaut pada tahun 1415, ketika berusia 17 tahun, tetapi mereka tidak memiliki keturunan sebelum ia meninggal pada tahun 1417, usia 19 tahun. Anak kesepuluh Isabeau, Catherine, lahir pada tahun 1401. Ia menikah pertama-tama dengan Henry V, Raja Inggris pada tahun 1420, dan mereka memiliki satu orang anak, yang menjadi Henry VI dari Inggris. Henry V tiba-tiba meninggal pada tahun 1422. Catherine kemudian diam-diam menikah dengan Owen Tudor pada tahun 1429, dan memiliki anak dengannya. Ia meninggal pada tahun 1437, usia 36. Anak kesebelas Isabeau, juga bernama Charles, lahir pada tahun 1403. Pada tahun 1413, Ratu Isabeau dan Yolande dari Aragon membuat sebuah kontrak pernikahan di antara Charles dan Yolande, putri Marie dari Anjou, sepupu kedua Charles. Dauphin Louis dan kemudian Dauphin Jean meninggal ketika berada di dalam perawatan Jean II, Adipati Bourgogne dan pemangku takhta untuk Raja Charles yang gila. Yolande menjadi pelindung Charles, dan menjadi Dauphin yang baru pada tahun 1417. Ia menolak perintah Ratu Isabeau untuk kembali ke istana Charles di Prancis, ia dilaporkan menjawab, "Kami tidak memelihara dan mengasihi yang satu ini untuk anda untuk membuatnya mati seperti saudara-saudaranya atau menjadi gila seperti ayahandanya, atau menjadi orang Inggris seperti anda. Aku menjaganya untuk diriku sendiri. Datang dan bawa ia pergi, jika kau berani." Setelah kematian Charles VI pada tahun 1422, pemangku takhta Inggris menuntut mahkota Prancis Henry VI, yang ketika itu berusia 1 tahun, menurut ketentuan Perjanjian Troyes. Namun, Charles, usia 19, menolak perjanjian dan tuntutan tersebut dan menjadi Raja Prancis, sebagai Charles VII, yang memicu pertempuran baru dengan Inggris. Ia menikah dengan Marie dari Anjou pada tahun 1422, dan mereka memiliki banyak anak, yang sebagian besar meninggal pada usia yang sangat dini. Ia meninggal pada tahun 1461, satu-satunya keturunan Isabeau yang panjang usianya. Anak kedua belas Isabeau dan yang terakhir, Philippe, lahir pada tahun 1407, tetapi meninggal tak lama setelah itu. Pemangku takhtaCharles VI hanya berusia 11 tahun ketika ia dinobatkan sebagai Raja Prancis. Meskipun Charles berhak untuk memerintah secara pribadi pada usia 14 tahun, para adipati mempertahankan cengkeraman mereka di atas takhta sampai Charles menghentikan kekuasaan mereka pada usia 21 tahun. Dimasa kecilnya, Prancis diperintah oleh beberapa pamanda Charles, sebagai pemangku takhta. Mereka diantaranya adalah: Philippe yang Berani, Adipati Bourgogne, Louis I, Adipati Anjou, Jean, Adipati Berry, dan Louis II, Adipati Bourbon, pamanda Charles VI dari pihak ibundanya. Philippe berperan dominan selama pemrintahan tersebut. Louis dari Anjou berjuang untuk menuntut Kerajaan Napoli setelah tahun 1382, dan ia sekarat ada tahun 1384, Jean dari Berry hanya tertarik terutama di Languedoc,[5] dan tidak terlalu tertarik pada urusan politik; sementara Louis dari Bourbon adalah tokoh yang tidak penting, karena kepribadiannya (ia menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan mental) dan statusnya (karena ia bukan putra raja). Selama pemerintahan pamandanya, sumber daya keuangan kerajaan, yang dengan susah payah dibangun oleh ayahandanya Charles V, disia-siakan untuk keuntungan pribadi para adipati tersebut, dan kepentingan yang sering berbeda atau bahkan berlawanan. Selama waktu itu, kekuasaan administrasi kerajaan diperkuat dan pajak didirikan kembali. Kedua kebijakan kemudian tidak mewakili wasiat ayahanda raja Charles V untuk mencabut pajak, dan menyebabkan pemberontakan pajak, yang dikenal sebagai Harelle. Peningkatan penerimaan pajak diperlukan untuk mendukung kebijakan egois para pamanda sang raja, serta kepentingan yang sering bertentangan dengan tokoh-tokoh yang bermahkota dan dengan satu sama lain. Di dalam Pertempuran Roosebeke (1382), misalnya, yang dimenangkan telak oleh pasukan kerajaan, dilaksanakan semata-mata untuk kepentingan Philippe dari Bourgogne. Kas surplus yang dengan hati-hati dikumpulkan oleh Charles V disia-siakan begitu saja. Charles VI menghentikan kekuasaan pemangku takhta pada akhir tahun 1388, dan ia memerintah secara pribadi. Ia mengembalikan kekuasaan penasihat Charles V yang sangat kompeten, yang dikenal sebagai Marmouset,[6] yang diantar dalam periode baru harga tinggi untuk mahkota. Charles VI secara luas disebut sebagai Charles yang Terkasih oleh rakyatnya. PemerintahanPenyakit mentalKeberhasilan awal dari pemerintahan tunggal Charles VI dengan cepat menghilang karena serangan psikosis yang ia alami pada awal usia dua puluhan. Penyakit mental yang telah diwariskan selama beberapa generasi melalui ibundanya, Jeanne dari Bourbon. Meskipun demikian ia masih disebut oleh rakyatnya Charles yang Terkasih, dan juga sebagai Charles yang Gila kemudian. Episode pertama Charles yang dikenal terjadi pada tahun 1392 ketika sahabat dan penasihatnya, Olivier de Clisson, menjadi korban percobaan pembunuhan. Meskipun Clisson selamat, Charles bertekad untuk menghukum pembunuhnya, Pierre de Craon, yang telah berlindung di Bretagne. Yann V, Adipati Bretagne tidak ingin menyerahkannya, sehingga Charles menyiapkan sebuah ekspedisi militer. Orang sejaman menyatakan bahwa Charles tampaknya terserang "demam" untuk memulai kampanye dan terputus bicaranya. Charles berangkat dengan pasukan pada tanggal 1 Juli 1392. Kemajuan pasukan lambat, yang hampir membuat Charles habis kesabarannya. Sebagai raja dan pengawalnya yang bepergian melalui hutan di dekat Le Mans. Suatu pagi di musim panas pada bulan Agustus, seorang penderita kusta yang bertelanjang kaki dan berpakaian compang-camping bergegas naik ke kuda Raja dan meraih tali kekang. "Jangan lanjutkan, yang mulia Raja!" ia berteriak: "kembali! Anda telah dikhianati!" Pengawal Raja mengarahkan orang itu kembali, tetapi tidak menangkapnya, dan ia mengulang teriakan tersebut selama setengah jam.[7] Rombongan muncul dari hutan pada siang hari. Seorang pengawal yang terkena sengatan matahari menjatuhkan tombak raja, yang berdentang keras mengenai helm baja yang dikenakan oleh pengawal lain. Charles gemetar, menghunus pedangnya dan berteriak "Maju melawan para pengkhianat! Mereka ingin membawaku ke hadapan musuh!" Raja memacu kudanya dan mulai mengayunkan pedangnya ke orang-orangnya, berperang sampai salah seorang pelayannya dan sekelompok pasukan mampu meraihnya dari pelana dan membaringkannya ke atas tanah. Ia berbaring diam dan tidak bereaksi, tetapi jatuh ke dalam koma. Raja membunuh seorang ksatria yang dikenal sebagai "Bastar Polignac" dan beberapa orang lainnya.[8] Raja terus menderita dari periode penyakit mental di sepanjang hidupnya. Satu serangan pda tahun 1393, ia tidak dapat mengingat namanya dan tidak tahu bahwa dirinya adalah seorang raja. Ketika istrinya datang untuk mengunjungi, ia bertanya pada para pelayannya siapa wanita itu dan memerintahkan mereka untuk mengurus apa yang ia perlukan sehingga ia akan meninggalkannya seorang diri.[9] Selama sebuah episode pada tahun 1395-96 ia menyatakan bahwa ia adalah Santo Georgius dan bahwa lambangnya adalah seekor singa dengan pedang yang menembusnya.[10] Pada saat ini, ia mengenal seluruh petugas rumah tangganya, tetapi tidak mengenali istrinya atau anak-anaknya. Kadang-kadang ia berlari liar melalui koridor kediamannya di Paris, Hôtel Saint-Pol, dan untuk menjaganya terus berada di dalam, pintu masuknya berdinding. Pada tahun 1405, ia menolak untuk mandi atau berganti pakaian selama lima bulan.[11] Episode psikotiknya kemudian tidak dijelaskan secara detail, mungkin karena perilaku yang persis dan delusi. Paus Pius II, yang lahir pada masa pemerintahan Charles VI, menulis di dalam komentar-komentarnya bahwa terdapat masa ketika Charles berpikir bahwa ia terbuat dari kaca, dan ini menyebabkannya melindungi dirinya dengan berbagai cara sehingga ia tidak akan pecah. Ia dilaporkan memiliki batang besi yang dijahitkan di bajunya, sehingga ia tidak akan pecah jika ia bersentuhan dengan orang lain.[12] Kondisi Ini dikenal sebagai delusi kaca. Sekretaris Charles VI, Pierre Salmon, menghabiskan banyak waktu berdiskusi dengan raja ketika ia menderita psikosis. Di dalam upaya untuk menemukan obat bagi penyakit raja, menstabilkan situasi politik yang bergolak, dan mengamankan masa depannya sendiri, Salmon mengawasi produksi dua versi yang berbeda dari buku-buku panduan beriluminasi indah pemerintahan raja yang baik yang dikenal sebagai Dialog Pierre Salmon. Bal des ArdentsPada tanggal 29 Januari 1393, sebuah pesta dansa bertopeng, yang dikenal sebagai Bal des Ardents ("Pesta Pembakaran orang") karena tragedi yang terjadi, yang diselenggarakan oleh Isabeau dari Bayern untuk merayakan pernikahan salah satu dayangnya di Hôtel Saint-Pol. Atas saran Huguet de Guisay, raja dan empat lord lainnya[13] berpakaian seperti boneka kayu dan menari. Mereka mengenakan "kostum dari kain linen yang dijahit ke tubuh mereka dan direndam di dalam lilin atau resin rami, sehingga mereka tampak kasar dan tebal dari kepala hingga kaki".[14] atas pernyataan salah satu Yvain de Foix, raja memerintahkan bahwa pembawa obor berdiri di sisi ruangan. Meskipun demikian, saudara raja Louis dari Valois, Adipati Orléans, yang tiba terlambat, di dekati dengan penerangan dari obor untuk mengenali identitas yang bertopeng, dan ia membakar salah satu dari mereka. Terjadi kepanikan ketika api menyebar. Adipati wanita Berry melemparkan bagian dari gaunnya ke atas raja.[13] Beberapa ksatria mencoba memadamkan kebakaran tersebut. Empat dari orang-orangan kayu tewas: Charles de Poitiers, putra Comte Valentinois; Huguet de Guisay; Yvain de Foix; dan Comte Joigny. Lainnya – Jean, putra Lord Nantouillet – menyelamatkan diri dengan melompat ke dalam tub air cucian.[13] Pengusiran bangsa Yahudi, 1394Pada tanggal 17 September 1394, Charles tiba-tiba menerbitkan sebuah peraturan di mana ia menyatakan bahwa secara substansi, sejak lama ia telah mencatat banyak keluhan yang dipicu dari ekses dan pelanggaran ringan yang dilakukan oleh bangsa Yahudi terhadap orang-orang Kristen, dan bahwa jaksa, setelah melakukan beberapa penyelidikan, telah menemukan banyak pelanggaran yang dilakukan oleh bangsa Yahudi dari perjanjian yang telah mereka buat dengannya. Oleh karena itu, ia menyatakan, sebagai hukum dan undang-undang yang tidak dapat dibatalkan, bahwa sejak saat itu tidak ada bangsa Yahudi yang boleh berdiam di dalam domainnya ("Ordonnances", vii. 675). Menurut Religieux de St. Denis, raja menandatangani keputusan ini di instansi ratu ("Chron. de Charles VI." ii. 119).[15] Keputusan tersebut tidak segera diberlakukan, kelonggaran diberikan kepada bangsa Yahudi agar mereka bisa menjual properti mereka dan membayar utang mereka. Bagi mereka yang berhutang diperintahkan untuk menebus kewajiban mereka dalam waktu yang ditetapkan, jika tidak maka jaminan mereka akan dijual oleh bangsa Yahudi. Mayor akan mengawal bangsa Yahudi ke perbatasan kerajaan. Selanjutnya, raja membebaskan orang-orang Kristen dari utang mereka. Perjuangan untuk kekuasaanDengan penyakit mental Charles VI, dari tahun 1393 istrinya Isabeau memimpin sebagai seorang pemangku takhta. Philippe yang Berani, Adipati Bourgogne, bertindak sebagai pemangku takhta selama raja masih dibawah umur (dari tahun 1380 sampai 1388), berpengaruh besar atas diri ratu (ia menyelenggarakan pernikahan kerajaan selama bertakhta). Pengaruhnya semakin bergeser ke Louis I, Adipati Orléans, saudara raja, saingannya di dalam kekuasaan, dan juga diduga, sebagai kekasih ratu.[16] Pamanda Charles VI yang lainnya kurang berpengaruh selama pemerintahan: Louis II dari Napoli masih terlibat mengelola Kerajaan Napoli, dan Jean, Adipati Berry, bertugas sebagai mediator di antara Orléans (yang akan menjadi Armagnac) dan partai Bourgogne (Bourguignons). Persaingan meningkat sedikit demi sedikit dan pada akhirnya mengakibatkan perang saudara secara langsung. Pemangku takhta yang baru memberhentikan berbagai penasihat dan pejabat yang telah ditunjuk Charles. Setelah kematian Philippe yang Berani pada bulan April 1404, putranya, Jean II mengambil alih tujuan politik ayahandanya, dan perseteruan dengan Louis meningkat. Jean, yang tidak memiliki hubungan besar dengan Isabeau, lagi-lagi kehilangan pengaruh di istana. Peperangan dengan Bourgogne dan InggrisPada tahun 1407, Louis dari Orléans dibunuh di rue Vieille du Temple, Paris. Jean II tidak menyangkal tanggung jawab dan menyatakan bahwa Louis adalah seorang tiran yang menyia-nyiakan uang. Putra Louis, Charles, adipati baru Orléans, memihak ayah mertuanya, Bernard VII, Comte Armagnac, untuk dukungan melawan Jean II. Hal ini mengakibatkan Perang sipil Armagnac-Bourgogne, yang berlangsung dari tahun 1407 sampai 1435, di luar pemerintahan Charles, meskipun perang dengan Inggris masih di dalam proses. Dengan bangsa Inggris yang mengambil alih banyak negara, Jean II berusaha untuk mengakhiri perseteruan dengan keluarga kerajaan dengan bernegosiasi dengan Dauphin Charles, ahli waris raja. Mereka bertemu di jembatan Montereau pada tanggal 10 September 1419, tetapi di dalam pertemuan itu, Jean II tewas oleh Tanneguy du Chastel, pengikut Dauphin. Penerus Jean, Philippe yang Baik, adipati Bourgogne yang baru, melemparkan banyak wilayahnya ke bangsa Inggris. Serangan Inggris dan kematianPemerintahan Charles VI ditandai dengan berlanjutnya konflik dengan Inggris, yang dikenal sebagai Perang Seratus Tahun. Upaya awal atas perdamaian terjadi pada tahun 1396 ketika putri Charles, yang hampir berusia tujuh tahun Isabella dari Valois, menikah dengan Richard II dari Inggris yang berusia 29 tahun. Namun pada tahun 1415, perseteruan di antara wangsa kerajaan Prancis dan Wangsa Bourgogne menyebabkan kekacauan dan anarki di seluruh Prancis sehingga Henry V dari Inggris berhasrat untuk memanfaatkan kesempatan tersebut. Henry memimpin sebuah serangan yang berpuncak pada kekalahan tentara Prancis di Pertempuran Agincourt pada bulan Oktober. Pada tahun 1420, Perjanjian Troyes adalah perjanjian yang ditandatangani oleh Henry V dari Inggris dan Charles VI dari Prancis, yang mengakui Henry sebagai penerus Charles, dan menyatakan Henry sebagai ahli waris yang akan menggantikannya di atas takhta Prancis. Perjanjian tersebut memutuskan hak waris Dauphin Charles (dengan tuntutan selanjutnya, pada tahun 1421, Charles yang muda dinyatakan tidak sah). Perjanjian ini juga termasuk perjodohan putri Charles VI, Catherine dari Valois dengan Henry V (lihat Tuntutan Inggris atas takhta Prancis). Perjanjian memutuskan hak waris Dauphin Prancis demi mahkota Inggris ini terang-terangan menentang kepentingan Prancis. Nasib sang Dauphin tertutup, di mata raja gila, ketika ia menyatakan dirinya sebagai pemangku takhta, menyita otoritas kerajaan, dan menolak untuk mematuhi perintah raja untuk kembali ke Paris.[17] Ketika Perjanjian Troyes diselesaikan pada Mei 1420, Dauphin Charles hanya berusia 17 tahun. Charles VI meninggal pada tanggal 21 Oktober 1422 di Hôtel Saint-Pol, Paris. Ia dimakamkan di Basilika Saint Denis, di mana istrinya Isabeau dari Bayern akan dimakamkan dengannya setelah kematiannya pada bulan September tahun 1435. Setelah kematian Charles VI, cucunya yang masih bayi, yang telah menjadi Raja Henry VI dari Inggris setelah kematian ayahandanya sendiri pada bulan Agustus 1422, adalah, menurut Perjanjian Troyes, juga Raja Prancis, dan penobatan tersebut berlangsung di Katedral Notre Dame de Paris pada tanggal 26 Desember 1431. Sementara itu, Dauphin Charles, yang menetap di Bourges, Paris diduduki oleh Inggris-Bourguignons sejak tanggal 29 Mei 1418, harus menunggu kedatangan Jeanne d'Arc yang akan dibawa ke Katedral Reims untuk penobatannya sebagai Charles VII, Raja Prancis pada tanggal 17 Juli 1429. Selama pemerintahannya, Charles VII, putra Charles VI, menjadi dikenal sebagai "Charles sang Pemenang".[18] Kehidupan pribadiSilsilah
Pernikahan dan keturunanCharles VI menikahi Isabeau dari Bayern (skt. 1371 – 24 September 1435) pada tanggal 17 Juli 1385. Mereka memiliki 12 orang anak:
Charles juga memiliki seorang anak haram dengan Odette de Champdivers: Marguerite, bâtarde de France (meninggal skt. 1458). Referensi kebudayaan
ReferensiKutipan
Sumber
|