Bikfaya
Bikfaya (bahasa Arab: بكفيا, juga dilafalkan Bekfayya atau Bekfaya) adalah suatu kota di Distrik Matn, Kegubernuran Gunung Lebanon. Kota ini berada di pinggiran kota Beirut yang terkenal dengan rumah-rumah batu beratap genting merah di antara hutan pinus dan ek dan menjadi salah satu resor musim panas paling populer di Lebanon. BudayaFestival Bunga BikfayaSejak tahun 1934, Bikfaya mengadakan sebuag festival bernama Festival Bunga Bikfaya. Festival ini diadakan oleh Maurice Gemayel untuk meningkatkan pariwisata di Bikfaya yang merupakan daerah pegunungan. Festival Bunga Bikfaya digelar setiap tahun dengan cara menghiasi berbagai kendaraan dengan ribuan bunga dan buah berwarna-warni sambil berpawai di jalan utama Bikfaya. Pawai disertai dengan pertunjukan musik, bazar, dan pemilihan tiga ratu kecantikan, yaitu Ratu Bunga, Ratu Buah, dan Ratu Olahraga di alun-alun dan taman-taman publik.[1] DemografiSekitar 20.000 penduduk Bikfaya adalah pengikut Katolik Maronit, Ortodoks Yunani, Katolik Yunani, Ortodoks Armenia, Baptis, dan aliran-aliran Kristen lainnya.[2] EtimologiNama Bikfaya adalah kontraksi dari frasa majemuk bahasa Aram (Suriah) "Beit Kiifa", בית קיפיא, yang berarti "rumah" dengan "Kifayya", yaitu kata sifat dari "batu" dalam bahasa Aram. Jadi, Bikfaya berarti "rumah batu" atau "rumah berbatu" dengan konotasi semantik "tempat, lokasi batu, atau tambang batu".[3] GeografiBikfaya berada di pegunungan yang mengarah ke Laut Tengah dengan ketinggian berkisar dari 900 hingga 1000 meter di atas permukaan laut. Kota ini berjarak 25 km dari Beirut dan dekat dengan resor ski Mzaar-Kfardebian dan Klub Zaarour. Saat musim panas, suhu udara di Bikfaya masih dingin dan memiliki karakteristik adanya kabut pada sore hari.[4] SejarahSejarah kunoNama kota ini berasal dari "rumah batu" dalam bahasa Fenisia (Beit Kfeya), yang ditujukan untuk pemujaan Dewa "Kifa". Sejarawan Kristen berkebangsaan Jerman, Roehinger, membuktikan bahwa orang-orang Kristen, yang kemudian dikenal sebagai orang-orang al-Marada, telah berdiam di daerah ini dan membangun BasKinta, Bikfaya, and Bhersaf sejak sekitar tahun 679, tidak lama sebelum membangun Ehden di Lebanon utara. Para sejarawan juga menyebutkan bahwa Bikfaya dan Bhersaf adalah pusat Keamiran dan Keuskupan Maronit sejak abad ke-7 Masehi dan yang paling terkenal adalah Amir Semaan yang tinggal di Bhersaf pada abad ke-11.[5] Penduduk Keserwan lama (yang pada saat itu termasuk daerah Metn dan sekitarnya) mendukung Tentara Salib yang menetap di Lebanon sejak tahun 1099 hingga 1291. Ketika Tentara Salib mundur, Mamluk mulai melakukan pembalasan di bawah kepemimpinan Pangeran pada tahun 1292 melawan warga Keserwan yang mulai beragam pada awal pembentukan kantong-kantong penganut Islam Syiah dan Maronit. Namun, daerah itu dapat bertahan menghadapi tentara Mamluk yang melakukan penyerangan kedua pada tahun 1293 yang berakhir dengan kematian pemimpin Mamluk dan pembantaian sebagian besar mereka. Mamluk kemudian mengumpulkan pasukan sebanyak 50.000 prajurit dan menyerang Keserwan pada tahun 1305. Mereka menghancurkan desa-desa, membakar kuil-kuil, menebang pohon-pohon, dan meratakan semua konstruksi, serta membunuh setiap orang yang mereka temui. Hanya sedikit warga yang selamat dan mereka melarikan diri ke pegunungan Lebanon Utara. Akibatnya, Bikfaya dan sekitarnya tak berpenghuni hingga abad ke-16.[5] Bikfaya selama era UtsmaniyahKekuasaan Mamluk diberikan oleh Kesultanan Utsmaniyah sebagai imbalan atas jasa militer mereka terhadap kesultanan. Mamluk kemudian memberikan Turkmen (dikenal sebagai Assafiyiin) kendali atas utara dengan misi melindungi garis pantai terhadap penyusupan oleh penduduk setempat dan penduduk asli.[5] Selama era Pangeran Mansur al-Assafi, dengan meningkatnya keamanan di kawasan Keserwa, beberapa anggota keluarga Bikfaya, yang bertahan dari serangan tahun 1305, mulai kembali ke kampung halamannya pada tahun 1540 (Syekh Edmond Bleybel). Kelihatannya Pangeran Mansur memutuskan untuk berdamai dengan penganut Kristen setelah mereka menghancurkan kaum Syiah di daerahnya yang berencana untuk membunuhnya. Keluarga Gemayel datang dari Jaj pada tahun 1545 dan bertemu dengan Pangeran Mansur. Pangeran menghormati mereka dan memberikan mereka kendali atas Bikfaya dan pinggiran utara Bikfaya dan segera mengirimkan mereka ke sana. Setelah itu, Keluarga Maalouf datang ke Mhaidseh. Keluarga Gemayel dan Maalouf semakin dekat setelah seorang anggota keluarga Maalouf (kini dikenal sebagai Klink) menikahi saudara perempuan Antoun Gemayel dan dianugerahi dua orang anak, yang salah satunya menjadi pendeta.[5] Pada tahun 1587 Antoun berusaha membangun sebuah gereja di Bikfaya. Tetapi, dana yang tersedia tidak cukup dan jumlah penduduk Bikfaya sedikit. Sehingga, Antoun meminta bantuan pada saudara ipar dan keponakannya dengan menyatukan upaya kota Bikfaya dan Mhaidseh dan melaksanakan proyeknya dekat sebatang pohon ek tua. Pohon itu diperkirakan berusia 1000 tahun dan batangnya masih terlihat hingga sekarang. Antoun kemudian diangkat menjadi Uskup Agung sebagai hadiah atas upayanya.[5] Referensi
Pranala luar
|