Banjardowo, Jombang, Jombang
Pranala luar
Sejarah Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada sebagai Patih merupakan salah satu tiang utama negara Majapahit, sehingga pada masa pemerintahan Majapahit mencapai zaman keemasan dan kejayaannya. Seiring dengan berjalan waktu, hari, minggu, bulan dan tahun, maka pada tahun 1364 Patih Gajah Mada telah meninggal dunia. Kemunduran Kerajaan Majapahit semakin jelas dengan wafatnya Raja Hayam Wuruk tahun 1389. Sehingga berakhir pula kejayaan Majapahit. Dalam hal ini, suatu tradisi di Pulau Jawa kemunduran Majapahit ini akibat dari masuknya Agama Islam. Pada waktu itu disebutkan bahwa raja terakhir dari Majapahit adalah brawijaya V. Masuknya agama Islam ini dianut diantara garwo selir dari Majapahit yang melahirkan beberapa keturunan-keturunan diantaranya Raden Jumpono dan Raden Subanjar. Raden Jumpono dan Raden Subanjar yang menganut dan memluk agam Islam telah diberi petuah/amanat dari kanjeng Sunan Ampel untuk melakukan syiar agama Islam. Dalam perjalanan syiar/da’wah tersebut Raden Jumpono ditemani adiknya yang bernama Raden Subanjar. Dalam perjalanan ke arah barat jalan (laku, Jawa) Raden Jumpono dan Raden Subanjar melewati jalan setapak yang mengalami kelelahan. Raden Subanjar merasa kehausan dan Raden Jumpono juga mencari air untuk wudlu melakukan sholat Dhuhur, dalam sitirahatnya tersebut, kedua Raden mendengar suara gemericik, maka didatangilah sumber suara air tersebut dan Reden Subanjar merasa air tersebut berbau nangka, maka Raden Jumpono besok-besok kalau (rejane zaman, Jawa) desa ini dinamakan Sumbernongko. Setelah dirasa cukup untuk istirahat, maka kedua Raden tersebut berjalan terus ke arah barat dan berhentilah kedua Raden tersebut. Karena Raden Subanjar merasa kehausan kembali, sedangkan Raden Jumpono mencarai air yang tujuan untuk berwudlu kare sudah (majing, Jawa) masuk waktu Ashar, akan tidak diketemukan air tersbut. Malah Raden banjar mendengar suara keret-keret yang dikiranyna suara kayu yang bergesekan dengan kayu lain, setelah didekati tidak tahunya gedang. Maka Raden Jumpono mengatakan besok-besok kalau (Jawa, rejane zaman) desa ini dinamakan Gedang Keret. Karena Raden Subanjar merasa kehausan yang tidak bisa dihindari, maka kedua Raden tersebut berjalan terus ke arah barat, merasa kelelahan kedua Raden tersebut istirahat, sambil menoleh kekanan dan kekiri. Raden Subanjar suara gemericik air, maka didatangilah sumber air tersebut. Raden Banjar tahu kalau air tersebut berada di bawah kayu winong, maka minumlah Raden Subanjar dengan sepuas-puasnya. Sedangkan Raden Jumpono mengambil air untuk melaksanakan Ashar, dan Raden Jumpono menberi nama tempat tersebut Sumber Winong. Setelah kedua Raden dalam istirahatnya dirasa cukup, maka melanjutkan perjalanan ke arah narat, seperti yang sudah-sudah, raden Subanjar ini manusia yang diciptakan Allah yang selalu haus, akhirnya Raden Subanjar mendengar suara kumpulan manusia yang sedang ramai didatangilah sumber suara keramaian tersebut, begitu kagetnya Raden Subanjar selama perjalanan tadi mendengar suara gaduh dan ramainya. Setelah didatangi suara tersebut sepi, tempat tersbut tidak lain adalah (tlogo, blumbang, Jawa). Raden Jumpono tahu dan mengerti bahwa kumpulan tersebut bukan kumpulan manusia, melainkan kumpulan makhluk halus 9jenis jin). Maka Raden Jumpono memberi nama kelak nanti nama/tempat ini dinamakan Sendang Rejo. Setelah memberi nama tempat tersebut kedua Raden melanjutkan perjalanan ke utara. Karena dalam perjalanan tersebut kedua Raden mengalamiu kepayahan dan seiring dengan waktu menggunakan waktu istirahat yang jauh dari arah utara, selatan, barat dan timur. Kedua Raden tersebut magak (berhenti sejenak). Maka Raden Jumpono memberi nama tempat tersebut dengan nama Pagak. Raden Subajar merasa kehausan yan tidak bisa ditahan lagi, karena kerep (sering) minum maka kedua Raden tersebut melanjutkan laku (perjalanan) ke arah timur. Berhentilah kedua Raden tersebut ditempat itulah lagi-lagi Raden Jumpono memberi nama Banjardowo, dan banyak tanaman yang panjang dan tinggi serta kerep sekali (berhimpitan) setelah memberi nama sekali kedua Raden berjalan lagi (laku) ke arah barat dan utara, maka berhentilah di tempat tersbut, lagi-lagi Raden Subanjar merasakehausan dan beristirahatlah kedua raden tersebuty. Di bawah pohon asem Raden Subanjar tidak tahu kalau di bawah asem teesebut ada tawon gong, yang tahu Raden Jumpono. Seperti biasa yang sudah-sudah Raden Jumpono memberi nama tempat tersebut dengan nama Banjar Agung. Setelah memberi nama kedua Raden melanjutkan perjalanan kearah timur. Dalam perjalanan Raden Subanjar merasa kelaparan dan kehausan, akhirnya berhentilah kedua Raden tersebut di salah satu tempat, saking laparnya, Raden Subanjar kepingin buah “kenthos”. Saat istirahat tersebut Raden Subanjar melihat buah tersebut, langsung dimakan, lho, kok rasanya pahit. Raden Jumpono tahu bahwa pohon tersebut bukanpohon kethos melainkan pohon gempol yang buahnya terasa pahit. Maka Reden Jumpono memberi tempat tersbut dengan nama Gempol Pahit. Parjalanan kedua Raden tersebut melanjutkan ke arah selatan dan berhentilah di bawah pohon sentono, dimana kedua Raden tersebut mendirikan tempat istirahat semacam tenda (Jawa, gubuk).
Sejarah Nama Desa Banjardowo Arti Nama Banjardowo : Banjar : Desa Dowo : Panjang Sehingga terjemahan bebasnya berarti desa yang luas. Desa Banjardowo terdiri dari 7 dusun yakni : a. Dusun Banjardowo b. Dusun Banjaragung c. Dusun Banjarkerep d. Dusun Gedangkeret e. Dusun Sumberwinong f. Dusun Sendangrejo g. Dusun Gempolpait Sejarah Kepala Pemerintahan Desa Sejarah Kepala Pemerintahan Desa Banjardowo yang terdokementasi adalah : 1. Karyorejo berhenti….. Tahun 1935 2. Timo ………… Tahun 1935 s/d 1938 3. Martoharjo…. Tahun 1938 s/d 1970 4. Adenan………… Tahun 1970 s/d 1991 5. Sri Mudjiati ….. Tahun 1991 s/d 1992 6. PJS(Carik)Tri Harto th. 1992 s/d 1993 7. Sutajab ……….. Tahun 1993 s/d 2001 8. A. Nalutomo…. Tahun 2003 s/d 2007 9. H.Hery Santoso. Tahun 2008 s/d 2013 10. M Irwanto (Iwan). Tahun 2013 s/d 2019 11. Syamsudin Arif . Tahun 2021 s/d sekarang |