Anjing Jindo
Anjing Jindo atau jindo (jindotgae) adalah anjing asli Korea yang berasal dari Jindo (Pulau Jin), pesisir barat laut Korea Selatan.[1][2][3][4][5] Jindotgae menjadi trah yang murni sejak lama karena isolasi geografi Pulau Jin dari daratan utama dan merupakan salah satu dari 3 anjing asli Korea di samping sapsal dan pungsan.[4] Walau tidak diketahui, namun ada 3 teori yang mengenai asal usul jindo: pertama, diperkenalkan oleh para pedagang Cina terdampar di Pulau Jin pada zaman Tiga Kerajaan Korea; kedua, keturunan anjing pemburu yang dibawa oleh orang Mongol pada zaman Dinasti Goryeo; ketiga, dibawa dari Mongolia sebagai anjing penjaga peternakan kuda pada zaman Dinasti Joseon.[4] Pada tahun 1938, pemerintah Korea menyatakan jindo sebagai harta negara.[3] Ukuran jindo sedang dengan jantan memiliki tinggi maksimal rata-rata 55–60 cm dan betina rata-rata 45–50 cm.[4] Dapat hidup hingga 12-15 tahun.[5] Perangai tampak tenang dengan bulu panjang berwarna coklat terang, putih, kuning, merah, merah-putih, hitam, hitam-cokelat, dan belang.[4][5] Wajah oktagonal jika dilihat dari depan dengan telinga berbentuk segitiga yang mengarah ke depan.[4] Struktur punggung dan dada kuat.[4] Ekor mulai bergerak-gerak setelah 5 bulan dilahirkan.[4] Karakternya cerdas, kuat, ceria, antusias, mandiri, setia pada majikan dan tempat ia dibesarkan,[4] namun juga agresif, keras kepala dan mudah curiga terhadap kehadiran orang asing.[3] Karena kepekaannya terhadap bau dan suara sangat baik, jindo merupakan anjing yang ideal untuk berburu.[4] Pada saat bertarung, kebiasaannya adalah tidak akan melepaskan gigitan pada tubuh musuhnya.[4] Pada zaman Penjajahan Jepang, ada cerita terkenal tentang seorang Jepang yang berhasil menangkap seekor harimau di Korea.[4] Ia memasukkan 3 ekor jindo sebagai mangsa ke kandang harimau itu sebelum dibawa pulang ke Jepang.[4] Keesokan pagi, ia menemukan harimaunya mati dan 3 ekor jindo terluka tetapi masih hidup.[4] Di Korea Selatan, jindo dilindungi sebagai Monumen Alam pada tahun 1962 demi melestarikan kemurnian rasnya.[4] Referensi
|