Aneksasi Santo Domingo
Aneksasi Santo Domingo merupakan upaya perjanjian pada Era Rekonstruksi, yang diprakarsai oleh Presiden Amerika Serikat Ulysses S. Grant pada tahun 1869, untuk menganeksasi "Santo Domingo" (sebagaimana Republik Dominika dikenal pada umumnya) sebagai wilayah teritori Amerika Serikat, dengan janji di kemudian hari sebagai negara bagian. Presiden Grant mengkhawatirkan sejumlah kekuatan dari Eropa akan mengambil alih pulau tersebut yang melanggar Doktrin Monroe. Secara pribadi, Presiden Grant berpikir bahwa aneksasi akan menjadi penyelamat bagi orang keturunan Afrika-Amerika yang mengalami penderitaan penganiayaan di Amerika Serikat, tetapi pemikiran tersebut tidak tertuang dalam pesan resminya. Presiden Grant berspekulasi bahwa aneksasi Santo Domingo akan membantu dalam mengakhiri perbudakan di Kuba dan dimana pun. Pada tahun 1869, Presiden Grant menugaskan dua sekretaris pribadinya, Orville E. Babcock dan Rufus Ingalls untuk menegosiasikan perjanjian aneksasi dengan Presiden Dominika Buenaventura Báez. Proses aneksasi tersebut menuai kontroversi: Senator Charles Sumner dan Senator Carl Schurz menentang keras perjanjian tersebut, menuduh bahwa perjanjian tersebut hanya akan meningkatkan kepentingan perorangan dan melindungi Báez secara politis. Grant mengizinkan Angkatan Laut AS untuk melindungi Republik Dominika dari invasi Haiti selama proses perjanjian aneksasi berlangsung di Senat AS. Gerakan aneksasi tampaknya didukung secara luas oleh penduduk Republik Dominika, menurut plebisit yang digagas oleh Presiden Báez, yang percaya bahwa Republik Dominika memiliki peluang bertahan hidup yang lebih baik sebagai protektorat AS dan dapat menjual lebih banyak komoditas kepada AS daripada pasar Eropa. Sejarah kelam Republik Dominika termasuk invasi, kolonisasi, dan perjuangan sipil. Perjanjian ini disusun oleh Sekretaris Negara Hamilton Fish yang mencakup aneksasi negara itu sendiri dan pembelian Teluk Samaná senilai dua juta dolar AS. Ketentuan bahwa Republik Dominika dapat mengajukan permintaan sebagai negara bagian juga dimasukkan dan didukung oleh Presiden Grant. Ketika perjanjian ini diperdebatkan di Senat, Senator Sumner bersikukuh menentang perjanjian ini, dengan dasar kepercayaan bahwa proses perjanjian ini berbau kecurangan dan bahwa Republik Dominika tidak stabil secara politik, dengan sejarah revolusinya. Sumner percaya bahwa Báez adalah pemimpin kejam yang korup dan penggunaan kekuatan Angkatan Laut AS oleh Grant selama proses negosiasi perjanjian untuk melindungi Santo Domingo adalah ilegal. Sumner mengatakan bahwa pihak yang mendukung aneksasi menginginkan keseluruhan pulau dan juga mengambil negara Haiti yang telah merdeka (Haiti dan Republik Dominika berbagi pulau yang sama). Senator Schurz menentang aneksasi karena ia tidak menginginkan adanya orang dari golongan multirasial untuk menjadi warga negara AS.[1] Perjanjian ini akhirnya gagal mencapai dua pertiga hasil suara yang dibutuhkan (hasil pemungutan suara berakhir seri). Dalam upaya untuk mempertahankan perjanjian aneksasi yang gagal tersebut, Presiden Grant mengutus sebuah komite, yang disahkan oleh Kongres dan termasuk seorang Afrika-Amerika bernama Frederick Douglass, yang menyelidiki dan menghasilkan laporan yang mendukung aneksasi Republik Dominika ke dalam Amerika Serikat. Perjanjian aneksasi ini gagal karena kurangnya dukungan atas kebijakan ini di luar lingkaran Presiden Grant. Kegagalan perjanjian ini di Senat secara langsung berkontribusi terhadap perpecahan Partai Republik menjadi dua kubu selama pemilihan presiden 1872: Republik golongan radikal yang terdiri dari Grant beserta pendukungnya, dan Republik golongan liberal yang terdiri dari Sumner, Schurz, Horace Greely sebagai calon presiden, beserta pendukungnya. Usulan aneksasiPada tahun 1867, ketika Amerika Serikat dipimpin oleh Presiden Andrew Johnson, Pemerintah Dominika, di bawah ancaman invasi Haiti, telah meminta untuk dianeksasi oleh Amerika Serikat. Namun, Kongres enggan mengikuti usulan yang dibuat oleh Presiden Johnson.[2] Pada April 1869, Joseph W. Fabens, seorang pebisnis dari negara bagian New England yang mewakili Republik Dominika, meminta Sekretaris Negara Fish agar Republik Dominika (yang saat itu disebut sebagai Santo Domingo) agar dianeksasi oleh Amerika Serikat dan diperbolehkan untuk mengajukan status sebagai negara bagian.[3] Presiden Grant pada awalnya tidak memiliki minat apapun dengan aneksasi. Ketertarikannya baru muncul setelah ia mengetahui bahwa Angkatan Laut AS tertarik untuk menjadikan Teluk Samaná sebagai tempat pengisian bahan bakar kapal. Fish menunjuk Benjamin P. Hunt dengan wewenang diplomatik untuk memeriksa utang yang dimiliki Republik Dominika dan apakah rakyatnya benar-benar ingin bergabung dengan Amerika Serikat. Hunt mendadak jatuh sakit dan tidak dapat melakukan tugas tersebut. Grant lalu mengirim seorang ajudannya, Brevet Brigadir Jenderal Orville E. Babcock, untuk mengumpulkan informasi tentang Republik Dominika. Alih-alih memberikan wewenang diplomatik resmi, Presiden Grant secara pribadi memberikan Babcock status agen khusus dengan surat perkenalan pribadi untuk Presiden Dominika Buenaventura Báez.[4] Di samping tempat pengisian bahan bakar kapal, Presiden Grant melihat bahwa Republik Dominika memiliki sumber daya yang melimpah dan akan membuka ribuan lapangan pekerjaan bagi emigran buruh keturunan Afrika-Amerika, di samping menguntungan ekspor dari peternakan dan pabrik di wilayah utara Amerika Serikat.[5] Grant secara pribadi berspekulasi bahwa kendali AS akan membantu memaksa Kekaisaran Brasil, Puerto Riko (yang saat itu masih dijajah Spanyol), dan Kapten Jenderal Kuba untuk menghapus perbudakan.[5] Grant juga berspekulasi bahwa jika orang Afrika-Amerika dari wilayah tenggara Amerika Serikat memiliki pilihan untuk beremigrasi ke pulau tersebut, kekerasan oleh kelompok supremasi Eropa Amerika di wilayah selatan seperti Ku Klux Klan dapat berkurang karena kelompok tersebut harus mengurangi penggunaan kekerasan terhadap kelompok Afrika-Amerika atau mereka akan kehilangan tenaga kerja yang berupah murah. Namun, Grant berhati-hati dalam menganjurkan secara langsung kelompok Afrika-Amerika untuk beremigrasi ke Republik Dominika.[5] Khawatir bahwa Inggris akan mengambil kekuasaan, Grant juga menyebutkan pentingnya mempertahankan Doktrin Monroe.[6] Pembuatan perjanjian aneksasiPada September 1869, Babcock kembali ke Washington dengan rancangan perjanjian aneksasi. Kabinet Presiden Grant dibuat terkejut karena tidak mengetahui bahwa Babcock yang merencanakan penyusunan perjanjian aneksasi. Grant menyampaikan perjanjian tidak resmi Babcock kepada kabinetnya untuk dibaca, tetapi tak seorang pun anggota kabinet yang mengajukan diskusi tentang perjanjian tersebut. Grant kemudian meminta Sekretaris Fish untuk menyusun perjanjian diplomatik resmi, karena Babcock tidak memiliki kewenangan diplomatik.[7] Sekretaris Fish, yang merasa belum diajak berkonsultasi terkait proses perjanjian Dominika, bersiap untuk mundur dari kabinet, tetapi Presiden Grant mencegahnya setelah memberitahu Fish bahwa ia akan memiliki kendali penuh atas Departemen Luar Negeri, kecuali untuk urusan perjanjian aneksasi Republik Dominika. Setelah pertemuan empat mata dengan Presiden Grant, Fish setuju untuk tetap di dalam kabinet dan mendukung aneksasi Dominika sedangkan Presiden Grant tidak akan mendukung pasukan Kuba dalam Perang Sepuluh Tahun. Pada 19 Oktober 1869, Sekretaris Fish menyusun perjanjian resmi; Amerika Serikat akan menganeksasi Republik Dominika, membayar $1.500.000 atas utang nasional Dominika, menawarkan hak Republik Dominika sebagai negara bagian, dan AS akan menyewa Teluk Samaná seharga $150.000 per tahun selama 50 tahun.[7] Menurut penulis biografi Grant, Jean Edward Smith, Presiden Grant awalnya keliru dengan tidak mendapat dukungan publik AS dan menjaga kerahasiaan proses perjanjian dari Senat.[7] Grant mengunjungi SumnerPada 2 Januari 1870, sebelum penyerahan perjanjian resmi ke Senat, Presiden Grant melakukan kunjungan yang belum pernah ia lakukan sebelumnya ke kediaman Senator Charles Sumner di Washington, D.C.[8] Grant secara spesifik memberitahu Sumner tentang perjanjian aneksasi Republik Dominika dengan harapan agar mendapat dukungan Sumner.[9] Senator Sumner merupakan ketua dewan Komite Hubungan Luar Negeri Senat Amerika Serikat yang berarti dukungan Sumner akan sangat penting bagi perjanjian ini agar dapat diloloskan Senat AS.[10] Percakapan antara kedua tokoh ini telah menjadi pokok perdebatan dan kontroversi sejak pertemuan tersebut.[9] Berbagai sumber memberikan pernyataan berbeda tentang apa yang sebenarnya disampaikan Sumner. Namun, Grant secara optimis pulang dengan kepercayaan bahwa Sumner telah mendukung perjanjian yang dirancangnya. Sumner menyatakan bahwa ia hanya mengatakan kepada Grant bahwa ia adalah seorang "Republikan dan seorang Administrasi".[9][11] Penyerahan perjanjian dan kegagalanPada 10 Januari 1870, Presiden Grant secara resmi menyerahkan perjanjian anekasasi Republik Dominika yang dirancang Sekretaris Fish ke Senat Amerika Serikat.[12] Perjanjian ini tersendat di Senat sampai Komite Hubungan Luar Negeri pimpinan Senator Sumner memulai sesi dengar pendapat pada pertengahan Februari 1870.[12] Sekretaris Fish mencatat bahwa Senat enggan untuk meloloskan hal apapun yang diinisiasi oleh Badan Eksekutif.[12] Senator Sumner mempersilakan perjanjian ini untuk diperdebatkan secara terbuka kepada komite tanpa memberikan pendapatnya sendiri. Namun pada 15 Maret, Komite Hubungan Luar Negeri Senat melalui sesi tertutup memilih untuk menentang perjanjian ini dengan perbandingan suara 5–2.[12] Pada 24 Maret, di sebuah sesi tertutup lain, Senator Sumner secara terang-terangan menentang keras perjanjian ini. Sumner menentang perjanjian ini karena percaya aneksasi akan mengeluarkan biaya yang besar, membentuk sebuah kekaisaran Amerika di Hindia Barat, dan mengurangi negara-negara republik kreol Hispanik dan Afrika independen di belahan barat.[12] Grant bertemu dengan banyak Senator di Capitol Hill dengan harapan untuk mendapat dukungan atas perjanjian ini, tetapi tidak berhasil.[13] Grant menentang pandangan bahwa perjanjian ini menjatuhkan klausul kenegaraan Dominika.[14] Akhirnya, Senat menggagalkan perjanjian aneksasi ini pada 30 Juni 1870 dengan perbandingan suara 28–28.[14] Delapan belas Senator bergabung dengan Senator Sumner untuk menggagalkan perjanjian aneksasi Dominika.[14] Pasca kegagalan dan pembalasanPresiden Grant sangat marah dengan kegagalan perjanjian ini untuk lolos dari Senat dan menyalahkan perlawanan Sumner sebagai penyebabnya; Grant telah percaya Sumner pada awalnya setuju untuk mendukung perjanjian ini di pertemuan 2 Januari 1870.[15] Grant kemudian melakukan pembalasan dengan memecat Duta Besar Amerika Serikat untuk Britania Raya, John Lothrop Motley, teman dekat Senator Sumner.[16] Lalu pada Maret 1871, Presiden Grant dengan pengaruhnya di Senat berhasil mendorong Senator sekutunya untuk mencopot Sumner dari ketua dewan Komite Hubungan Luar Negeri Senat.[17] Presiden Grant berhasil membuat Kongres memperbolehkan dibentuknya komisi penyelidikan dan membuat penilaian obyektif, apakah aneksasi akan bermanfaat bagi Amerika Serikat dan Republik Dominika. Komisi ini dibentuk pada tahun 1871, dimana aktivis keturunan Afrika-Amerika Frederick Douglass termasuk di dalamnya, dan melaporkan bahwa aneksasi Republik Dominika ke dalam Amerika Serikat akan menguntungkan.[18] Sayangnya, komisi ini gagal mendapat antusiasme yang cukup di Senat untuk mengalahkan pihak yang menentang aneksasi.[17] Karena referendum lokal mengenai aneksasi yang disebutkan sebelumnya hanya melibatkan 30% pemilih Dominika, seluruh upaya mungkin gagal untuk menjelaskan secara memadai keinginan penduduk Dominika terkait aneksasi atau kemerdekaan yang berkelanjutan.[19] Lihat pulaReferensi
Kutipan buku
Bacaan lebih lanjut
Pranala luar |