Aeshnina Azzahra
Aeshnina Azzahra Aqilani, atau kadang kala dipanggil "Nina dari Gresik" (Bahasa Inggris: Nina of Gresik, Bahasa Jerman: Nina von Gresik) atau "Polisi Sampah" adalah salah seorang pelajar yang terkenal akan aksinya dalam melindungi lingkungan di Kabupaten Gresik. Dia terkenal sesudah menulis surat permohonan kepada beberapa duta besar negara-negara barat seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Australia untuk menghentikan impor sampah yang dibuang ke Indonesia melalui Kabupaten Gresik. Selain surat permohonan, dia juga mengirim tanda tangan dari seluruh siswa di sekolahnya yang secara khusus akan dikirimkan kepada kanselir Jerman, Angela Merkel.[1] Isu yang paling Nina minati, adalah isu perubahan iklim,sampah plastik, dan sampah impor.Tak heran, ia pun dijuluki Polisi Sampah oleh teman-temannya lantaran sering memberikan peringatan untuk tidak menggunakan sampah plastik sekali pakai.[2] Latar belakang aksiSurat-menyurat diawali saat dirinya duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar (SD). Ia diajak gurunya untuk menulis surat kepada bupati Gresik, yang isinya menyuarakan soal dampak plastik terhadap lingkungan. Nina kemudian mengirim surat ke Presiden Amerika Serikat, Donald Trump pada 2019. Ia saat itu melakukan aksi demo di depan gedung konsulat Amerika Serikat di Surabaya, Jawa Timur, untuk menyuarakan setop sampah plastik ke Indonesia.Surat Nina berbalas. Ia mengatakan dalam waktu sekitar dua pekan surat itu dijawab oleh perwakilan pemerintah AS.[3] Aksi menulis surat dan pengumpulan tanda tangan untuk petisi oleh Aeshnina Azzahra bermula ketika dia menyadari banyaknya kiriman sampah yang berasal dari beberapa negara barat di Kabupaten Gresik. Diduga, Gresik sudah dijadikan basis pengiriman sampah oleh beberapa negara di Eropa selama 40 tahun dengan alasan bahwa sampah-sampah tersebut adalah sampah kertas yang akan dibuat sebagai kertas daur ulang.[4] Selama kurun waktu tersebut, tercatat bahwa Australia mengirim sampah 52 ribu ton dan Jerman mengirim 65 ribu ton. Dalam kenyataannya, sampah yang dikirim tersebut tidak semuanya adalah kertas, ada beberapa sampah plastik dan bahkan terdapat limbah berbahaya yang terkandung dalam satu buah kontainernya. Beberapa sampah plastik kemudian dibuang ke laut dan menjadi bahan pencemar di sana. Keprihatinannya terhadap kondisi demikian, Aeshnina berusaha untuk melancarkan protes dengan menulis surat kepada beberapa duta negara di Eropa. Bahkan untuk negara Jerman dan Australia, Aeshnina mengirim sendiri suratnya langsung kepada kanselir Jerman, Angela Merkel dan perdana menteri Australia, Scott Morrison, serta menyertakan petisi yang sudah ditandatangani oleh 200 orang dari sekolahnya.[5] Tak lama setelah pengiriman itu, duta besar Jerman mengundang Aeshnina untuk datang ke kantor kedutaan serta memberinya respon positif atas tindakannya.[6] Hal yang sama juga dilakukan oleh duta besar Australia untuk memberikan apresiasi terhadap tindakannya yang berani. Di beberapa media di Indonesia, Aeshnina sering disejajarkan dengan Greta Thunberg, sang aktivis yang juga seorang pelajar asal Swedia sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasanya.[7] Di balik sosok inspiratif, tentunya terdapat orang terdekat di baliknya yang mendukung mereka.Begitu pun dengan Nina, di mana pencapaiannya tak lepas dari dukungan kedua orang tuanya.Sang ayah, Prigi Arisandi, merupakan Direktur Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), seorang aktivis pelindung sungai.Sementara itu, ibunya, Daru Setyo Rini, merupakan Manajer Program Ecoton.[8] Referensi
|