Turigede, Kepohbaru, Bojonegoro
Desa ini terkenal dengan kearifan lokal yang sangat bijak, yaitu masih melestarikan adat yang dianggap tabu, yaitu nyadran/restu bumi/sedekah bumi. Dari berbagai sumber orang terdahulu konon sang eyang desa atau dikenal dengan Mbah Danyang itu suka dengan tayub atau sering dikenal dengan gong oleh masyarakat desa turigede, sehingga setiap tahun pada saat kemarau bertepat Minggu Kliwon diadakan acara nydran yang berlangsung di Sumur Turi, dengan penampilan para sindir dan gamelan. Meski begitu agama di desa ini masih terjaga. Semua penduduk Desa Turigede beragama Islam berdiri masjid megah dan didukung dengan berdirinya mushola di setip RT yang semua terdapat jamaahnya. Mereka hanya menganggap nyadran adalah sebuah budaya dan hiburan desa bukan dipercayai apalagi diimani. fasilitas pendidikan pra sekolah dan sekolah dasar SDN TURIGEDE, dan juga juga pendidikan non formal madrasah Taman Baca Quran di sekitar masjid, Fasilitas kesehatan terdapat beberapa tenaga kesehatan yang berdomisili di sini Pak Mantri Fandik, Bu bidan Mujiatun dan drg baskoro dan di tunjang Pustu Turigede Turigede dibagi atas 12 RT, 2 RW dan 3 dusun. Dusun tersebut adalah Saban, Turi, dan Sambong. Pada buku Sejarah Bojonegoro dimuat bahwa Desa Turigede dahulu terdapat patung Dewa Wisnu, yang merupakan peninggalan Majapahit. Pada buku tersebut diceritakan bahwa dahulu Desa Turigede merupakan tepat beribadatan orang-orang Hindu, khususnya di Dusun Saban namun patungnya sudah diserahkan ke pihak pengelola Museum Bojonegoro.
|