Soerjono SoekantoSoerjono Soekanto (30 Januari 1942 – 17 November 1990) adalah Lektor Kepala Sosiologi dan Hukum Adat di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Soerjono Soekanto Pernah menjadi Kepala Bagian Kurikulum Lembaga Pertahanan Nasional (1965-1969). Ia juga pernah menjadi Pembantu Dekan Bidang Administrasi pendidikan Fakultas ilmu-ilmu sosial, Universitas Indonesia (1970-1973), dan pembantu Dekan bidang Penelitian dan Pengabdian masyarakat Fakultas Hukum Universitas Indonesia (sejak tahun 1978). Ia juga tercatat sebagai Southeast Asian Specialist pada Ohio University dan menjadi Founding Member dari World Association of Lawyers. Ia mendapat gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Universitas Indonesia (1965), sertifikat metode penelitian ilmu-ilmu sosial dari Universitas Indonesia (1969), Master of Arts dari University of California, Betkeley (1970), Sertifikat dari Academy of American and International Law, Dallas (1972) dan gelar doktor Ilmu Hukum dari Universitas Indonesia (1977). Diangkat sebagai Guru besar sosiologi hukum Universitas Indonesia (1983). Riwayat HidupIa pernah tercatat sebagai Southeast Asian Specialist pada Ohio University dan menjadi Founding Member dari World Association of Lawyers.[1] Ia mendapat gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (1965), sertifikat metode penelitian ilmu-ilmu sosial dari Universitas Indonesia (1969), Master of Arts dari University of California, Berkeley (1970), Sertifikat dari Academy of American and International Law, Dallas (1972) dan gelar doktor Ilmu Hukum dari Universitas Indonesia (1977).[1] Dan diangkat sebagai Guru besar sosiologi hukum Universitas Indonesia (1983).[1] Soerjono Soekanto, adalah Lektor Kepala Sosiologi dan Hukum Adat di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Soerjono Soekanto Pernah menjadi Kepala Bagian Kurikulum Lembaga Pertahanan Nasional (1965-1969). Sebagai dosen, ia sangat memegang disiplin. Terlambat satu menit saja, mahasiswanya tidak diizinkan mengikuti kuliahnya. Kini ia tidak saja mengajar di FH UI, melainkan juga di Perguruan Tinggi Hukum Militer, Universitas Sriwijaya, dan beberapa universitas swasta di Jakarta. Banyak menulis tentang masalah hukum di beberapa media, doktor lulusan UI, 1977 -- disertasinya: Kesadaran Hukum dan Keputusan Hukum -- ini melihat bahwa kesadaran hukum warga masyarakat dan pejabat masih rendah. "Mereka hanya tahu dan mengerti. Tetapi, peri laku nyata belum sesuai," katanya. Kehidupan PribadiIa menikah dengan Nani Wardani, 1962 dan dikaruniai empat anak. Soerjono, yang sudah ditinggalkan ibunya sejak berusia 5 tahun, hampir tidak mengenali wajah ibunya. Sebagai anak tunggal ia ditempa untuk berdisiplin dan teratur, tanpa kehilangan kebebasan. Didikan sang ayah menyebabkannya juga ingin mengimbangi ayahnya, dengan meraih beberapa gelar. Pada tahun 1983, Soerjono pun berhasil mengimbangi ayahnya setelah dikukuhkan menjadi guru besar di UI. Soerjono Soekanto, yang dibesarkan di Jakarta, mengaku lahir dari keluarga "setengah seniman". Ayahnya yang guru besar sejarah dan hukum adat FS UI itu suka main biola. Ibunya, Sri Suliyah, gemar bermain piano. Ia sendiri pada masa mudanya pernah ikut Orkes Keroncong Tetap Segar. Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A.[2] adalah anak tunggal keluarga Prof. Dr. Soekanto, S.H. yang memegang teguh pesan ayahnya. "Tidak boleh mencampuri urusan orang lain, perilaku harus nyata, kalau membantu orang jangan mengharap imbalan," kata Soerjono Soekanto, mengulangi pesan sang ayah. Pesan itu dibawanya dalam mendidik ketiga anaknya. Ia tidak memaksa anak-anaknya memilih jurusan di perguruan tinggi. Juga tidak memanjakannya. "Dulu saya juga tidak dimanja," katanya. Ketika berusia 19 tahun, Soerjono diminta menjadi asisten Prof. Soeyono Hadinoto dalam kuliah sosiologi. "Kebetulan ada mahasiswi yang gua taksir, tapi gua ditolaknya. Gua mikir, 'gimana kalau ujian gua lulusin apa enggak," katanya dalam dialek Betawi. Soerjono memang suka berseloroh. Pendidik yang senang musik klasik dan jazz ini selalu berbicara terbuka. Ia sangat prihatin karena banyak sarjana yang malas menulis. Ia mengharapkan agar kebiasaan menulis digalakkan di kalangan mahasiswa. Namun, ia juga melihat, ada beberapa dosen muda yang berhenti menulis hanya karena dosen seniornya tidak ingin dilangkahi. Celakanya, dosen senior itu pun jarang menulis. Soerjono sendiri mengaku memegang disiplin dalam menulis. "Paling tidak sehari satu halaman," katanya. Bila mengantar istrinya ke dokter, ia menunggu di mobil untuk membaca atau menulis. Karya-karyanyaBerikut ini merupakan karya-karya dari Soerjono Soekanto:
Karya Tulis Penting
Rujukan
|