Potorono, Banguntapan, Bantul
Sejarah KalurahanDesa Potorono dibentuk pada tahun 1946, nama Potorono merupakan pemberian dari lurah pertama H.M. Chamim. Potorono merupakan wilayah Kapanewon Gondowulung. Desa Potorono sendiri pada awalnya terdiri dari 3 kelurahan/kring, yaitu:
Masing-masing kelurahan lama berdiri pada tahun 1918, pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda dipimpin oleh seorang lurah saja tanpa perangkat/pembantu. Pada tahun 1922 mengalami penyempurnaan lurah telah mempunyai/dilengkapi dengan perangkatnya kelurahan yakni, Carik, Jogoboyo, Sosial, Ulu-ulu, dan Modin Dari 3 (tiga) kelurahan/kring tersebut, pada tahun 1946 digabung menjadi satu dengan nama Potorono, yang diambil nama Potorono karena Potorono merupakan wilayah pedukuhan kelurahan Iama yang tertua (Kelurahan Mayungan). Adapun susunan perangkat desa sebagai berikut.
Enam Orang personil itulah cikal bakal pamong pertama Desa Potorono dengan Balai Desa di rumah H.M. Chamim dan kemudian pindah ke Balai Desa. Dilengkapi pula dengan Dewan Kelurahan (sekarang BPD) yang diketuai Idris (Kelurahan Mayungan). Aturan kala itu untuk status pejabat Lurah Desa di Wilayah Potorono mempunyai masa jabatan seumur hidup. Pada masa bhakti ke 33 Tahunnya, H.M. Chamim meninggal dan mengakhiri masa jabatannya sebagai lurah Desa Potorono pada Tahun 1979 yang kemudian posisinya digantikan sementara oleh Bagian Sosial yaitu Sastro Tinoyo. Setelah 4 tahun pucuk pimpinan Kelurahan Potorono diisi oleh bagian Sosial, akhirnya dilaksanakan kembali pemilihan lurah yang baru. Terpilihnya H.M. Suhardi Sanani secara otomatis namanya tercatat menjadi lurah ke-2 Desa Potorono serta membawa Potorono dalam periode yang baru di bawah kepemimpinannya. PedukuhanWilayah Kalurahan terdiri dari 9 pedukuhan.[1] Nama-namanya yaitu:
Batas Wilayah
Iklim dan GeografisIklim merupakan keadaan rata-rata cuaca pada suatu wilayah. Komponen pembentuk iklim terdiri dari curah hujan dan temperatur. Seperti kondisi di Kapanewon Bantul pada umumnya, Kalurahan Potorono mengalami dua musim yaitu musim kemarau (April – Oktober) dan musim penghujan (Oktober-April). Secara Geografis terletak diantara 110 25’ 52” BT dan 7 50’56 ”LS, atau sebelah tenggara Kota Yogyakarta dengan jarak 9 Km dari pusat Kota Yogyakarta. Di bagian tengah wilayah Kalurahan dilewati oleh Sungai Mruwe yang debit airnya cukup besar, stabil, dan digunakan untuk keperluan irigasi Pertanian, rumah tangga, serta budidaya perikanan pada daerah sekitarnya. Selain itu, di tepi Sungai Mruwe, tepatnya di Pedukuhan Salakan, terdapat Wanadesa (hutan) dan Telaga Desa Potorono. Wana Desa dan Telaga Desa Potorono ini juga dijadikan sebagai objek wisata dan cukup banyak wisatawan yang datang karena mudah dijangkau. Referensi
|