Phorusrhacidae
MorfologiPhorusrhacidae tidak mengggunakan sayapnya untuk terbang seperti dominan spesies burung secara umum, namun cakar pada kedua sayapnya digunakan sebagai senjata untuk bertarung dengan sesama spesies. Leher panjang Phorusrhacidae merupakan salah satu kelebihan untuk memantau mangsa dari titik pandang tertinggi. Ketika berhasil menyergap buruannya, paruh dan cakar akan digunakan untuk mematahkan tulang punggung dan merobek daging mangsanya. Pada umumnya ukuran hewan buruan burung teror relatif lebih kecil menyesuaikan bentuk paruh mereka, karena tulang tengkorak phorusrhacidae tidak diadaptasi untuk menahan tekanan dalam jumlah besar dan mengangkat mangsa yang besar. Di sekitar tulang rahang terdapat otot besar yang memungkinkan burung tersebut dapat membuka atau menutup mulut dengan cepat. Diperkirakan spesies terbesar yang telah diketahui memiliki ukuran tertinggi mencapai 10 kaki (3 meter) dan beratnya lebih dari 1.000 pon (454 kilogram).[4] Paruh berlubang Phorusrhacidae digunakan sebagai ruang resonansi. Telinga bagian dalam (tengah) yang terpelihara dengan baik untuk membantu keseimbangan dan mendengar suara dengan frekuensi rendah, sekitar 2.800 Hz. Hal ini juga memungkinkan mereka dapat mengeluarkan suara dalam (alto) ketika berkomunikasi dengan sesama spesies.[4] Memiliki korteks serebral yang berkembang dengan baik sehingga phorusrhacidae dapat menyesuaikan perilakunya untuk menghadapi situasi baru. Berdasarkan penemuan sisa tengkoraknya, para ahli memperkirakan Phorusrhacidae memiliki panjang sekitar dua setengah kaki (0,7 meter) dengan paruh yang digunakan untuk mematuk mangsanya, meskipun peneliti Jerman mengungkapkan hasil analisis geokimia terhadap tulang burung teror bahwa komposisi isotop kalsium mereka lebih selaras dengan herbivora daripada karnivora.[1] KepunahanSebagian besar fosil phorusrhacids yang diketahui saat ini ditemukan di Amerika Selatan, terutama di Argentina, Uruguay, dan Brasil. Salah satu faktor yang menyebabkan Phorusrhacide punah adalah iklim Amerika Selatan yang terus berubah, mengakibatkan bagian lain ekosistem wilayah tersebut menjadi lebih kering. Area semak belukar yang berubah menjadi kawasan stepa kering dan sabana terbuka tidak cocok dengan pola perburuan burung predator yang biasanya memanfaatkan semak belukar untuk menyembunyikan diri mereka saat mengincar mangsa. Hal ini juga akan membuat kelompok Phorusrhacidae lebih sulit untuk bersaing dengan predator baru.[3] Referensi
|