Perang Brunei–Tondo
Perang Brunei–Tundo, juga disebut Ekspedisi Brunei ke Luzon dan Invasi Brunei ke Tondo, adalah invasi militer dan pendudukan Tondo di Luzon oleh Kesultanan Brunei pada abad ke-15.[1] Invasi tersebut mengakibatkan pembentukan Kerajaan Selurong, Kesultanan Brunei memilih untuk mengakhiri monopoli Dinasti Tondo dalam perdagangan Tiongkok.[2] Latar belakangPada sekitar tahun 1500, sebelum Spanyol mencapai Filipina, Kekaisaran Brunei melancarkan serangan ke Kerajaan Tondo, sebuah kota perdagangan penting yang terletak di Pulau Luzon. Bolkiah, Sultan kelima yang mengendalikan Kesultanan dari tahun 1485 hingga 1525, bertanggung jawab atas Kekaisaran Brunei pada saat penyerangan tersebut. Mengingat bahwa Bolkiah mengawasi kebangkitan Brunei menjadi terkenal sebagai pusat kekuatan yang melanda Kepulauan Melayu, pemerintahannya mungkin paling diingat sebagai periode keemasan kekaisaran.[3] Catatan pertama tentang Maynila dan Tondo berasal dari pelayaran Martín de Goiti ke Manila pada tahun 1570.[4]
PertempuranSultan Bolkiah terkenal karena sering bepergian ke luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan perspektif dan informasi baru yang akan membantu dalam pengembangan negaranya. Namun, ia benar-benar mulai mendapatkan perhatian pada tahun 1500 ketika ia membuat keputusan untuk mengunjungi Kerajaan Tondo dalam upaya untuk memperluas kekuasaannya. Bolkiah mendirikan kota Selurong—yang kemudian diberi nama Maynila, di seberang Sungai Pasig tak lama setelah mengambil alih Tondo dari rajanya, Lakan Gambang.[5] Setelah kemenangan Sultan di Tondo, para Raja adat, yang disebut sebagai Lakandula, mempertahankan gelar dan harta benda mereka,[6] tetapi Wangsa Soliman, yang menaungi para Raja Manila, memperoleh kendali atas mereka. Setelah kemenangan ini, Brunei menguasai Kalimantan dan Filipina bagian barat selama hampir satu milenium, hingga pengaruhnya mulai menurun pada abad ke-18. AkibatSebagai hasil dari kemenangan ini, Brunei memegang kendali atas Kalimantan dan peradaban di sekitar Teluk Manila,[7] dan baru benar-benar mulai kehilangan kekuasaannya pada tahun 1700-an. Melalui Brunei, Tondo terhubung ke jaringan komersial internasional yang berpusat di Melaka.[8] Baru pada saat pedagang Brunei pindah ke wilayah Manila pada awal abad ke-16, Luzon mulai menjadi Islam.[9] Islam telah menyebar sejauh utara Luzon pada saat Spanyol datang, dan Rajah Sulaiman II memerintah Manila.[10] Referensi
|