Pendidikan musikPendidikan musik adalah bidang studi yang terkait dengan pengajaran dan pembelajaran musik. Bidang studi ini mencakup semua aspek pembelajaran, termasuk psikomotor (pengembangan kemampuan), kognitif (pemerolehan pengetahuan), dan afektif, termasuk apresiasi musik dan sensitivitasnya. Keberadaan pelatihan musik mulai dari pendidikan prasekolah sampai pascasekunder umum ditemukan di berbagai negara karena keterlibatan dalam musik dianggap sebagai komponen dasar budaya dan perilaku manusia. Musik, seperti bahasa, adalah pencapaian yang membedakan manusia dengan makhluk lain.[1] PengenalanDi sekolah dasar, anak biasanya belajar memainkan instrumen seperti kibor atau rekorder, menyanyi dalam paduan suara kecil, dan mempelajari elemen bunyi musik dan sejarah musik. Meski pendidikan musik di berbagai negara secara tradisional menekankan musik klasik Barat, dalam beberapa dasawarsa terakhir para pengajar musik cenderung menyertakan penerapan dan sejarah musik non-barat untuk memberikan pengalaman musik yang penuh dan mengajarkan multikulturalisme dan pemahaman internasional. Di sekolah dasar dan menengah, pelajar diberikan kesempatan naik panggung dalam bentuk ansambel musik, seperti paduan suara, orkestra, atau band sekolah: band konser, drumben, atau band jazz. Di sejumlah sekolah menengah, kelas musik tambahan juga diberikan. Di sekolah menengah pertama atau sederajat, musik biasanya terus menjadi bagian yang dibutuhkan dalam kurikulum.[2] Di tingkat universitas, mahasiswa di sebagian besar program seni dan humaniora akan menerima kredit akademik setelah mengambil kursus musik, yang biasanya berbentuk kursus pengenalan sejarah musik, atau kursus apresiasi musik yang berfokus pada mendengarkan musik dan mempelajari berbagai gaya musik. Selain itu, banyak universitas di Amerika Utara dan Eropa memiliki sejenis ansambel musik yang dapat diikuti mahasiswa dari berbagai bidang studi seperti paduan suara, band konser, drumben, atau orkestra. Banyak universitas menawarkan program sarjana dalam bidang pendidikan musik, sehingga memungkinkan mahasiswa mereka menjadi pengajar ansambel tersertifikasi untuk sekolah dasar dan menengah, serta kelas musik pemula. Program yang lebih tinggi dapat berujung pada bekerja di universitas. Program-program ini terdiri dari penyelesaian kelas teknik yang bervariasi, instruksi pribadi, berbagai ansambel, dan observasi mendalam mengenai pengajar-pengajar di daerahnya. Departemen pendidikan musik di universitas-universitas Amerika Utara dan Eropa juga mendukung penelitian interdisipliner di bidang-bidang seperti psikologi musik, historiografi pendidikan musik, etnomusikologi pendidikan, sosiomusikologi, dan filsafat pendidikan. Studi musik seni Barat semakin umum dalam pendidikan musik di luar Amerika Utara dan Eropa, termasuk negara-negara Asia seperti Korea Selatan, Jepang, dan Cina. Pada saat yang sama, universitas dan perguruan tinggi Barat memperluas kurikulum mereka sehingga mencakup budaya non-Barat, seperti musik Afrika atau Bali (misalnya musik gamelan), serta musik rock (lihat pedagogi musik populer). Pendidikan musik juga terjadi dalam konteks terindividualisasi, belajar seumur hidup, dan masyarakat. Baik musisi amatir dan profesional biasanya mengambil pelajaran musik, sesi singkat pribadi dengan seorang guru. Musisi amatir biasanya mempelajari kerumitan musik dan teknik musik tingkat awal hingga menengah. Metodologi instruksionalMeski strategi instruksional dibatasi oleh guru musik dan kurikulum musik di sekolah mereka, banyak guru yang sangat bergantung pada satu atau banyak metodologi instruksional yang muncul pada generasi-generasi terbaru dan berkembang cepat pada paruh terakhir abad ke-20. Metode pendidikan musik internasional ternamaMetode DalcrozeMetode Dalcroze dikembangkan pada awal abad ke-20 oleh musisi dan pengajar asal Swiss, Émile Jaques-Dalcroze. Metode ini dibagi menjadi tiga konsep dasar - pemakaian solfège, improvisasi, dan euritmika. Kadang disebut "gimnastika ritmik", euritmika mengajarkan konsep ritme, struktur, dan ekspresi musik menggunakan gerakan, dan merupakan konsep terkenal dari Dalcroze. Metode ini berfokus pada memungkinkan pelajar mendapatkan kesadaran fisik dan pengalaman musik melalui pelatihan yang dilakukan dengan semua indra, terutama kinestetik. Menurut metode Dalcroze, musik adalah bahasa dasar otak manusia dan secara mendalam terhubung dengan definisi manusia. Metode KodályZoltán Kodály (1882–1967) adalah pengajar musik dan komponis Hungaria yang menekankan manfaat instruksi fisik dan respon terhadap musik. Meski sebenarnya bukan metode pendidikan, ajaran-ajarannya berada dalam kerangka kerja yang menyenangkan dan mendidik yang dibangun kuat pada teori musik dasar dan notasi musik dalam berbagai bentuk verbal dan tertulis. Tujuan utama Kodály adalah menciptakan cinta abadi terhadap musik dalam diri pelajar dan merasa bahwa sudah menjadi tugas sekolah anak untuk menyediakan elemen pendidikan yang vital ini. Sejumlah metode pengajaran ciptaan Kodály mencakup pemakaian bahasa tangan solfège, notasi pendek musik (notasi stik), dan solmisasi ritme (verbalisasi). Meski banyak negara memakai tradisi musik rakyat mereka untuk membangun urutan instruksinya sendiri, Amerika Serikat cenderung memakai urutan Hungaria, padahal musik rakyat Hungaria sangat berbeda ketimbang Amerika Serikat. Karya Katinka S. Daniel membawa pemikiran Kodaly ke garis depan pendidikan musik di Amerika Serikat. Daniel memperkenalkan kurikulumnya di Konferensi Kodaly Internasional tahun 1973 dan pada tahun-tahun selanjutnya yang berujung pada penerbitan literatur untuk pengajar musik yang menggabungkan lagu rakyat Hungaria dengan lagu rakyat Amerika Serikat dan musik klasik barat. Daniel setuju dengan Kodaly mengenai kewajaran memakai lagu ringan yang sederhana dari budaya pelajarnya sendiri sebagai dasar pendidikan musik, namun ia kukuh bahwa urutan di mana pola nada diajarkan harus dimulai dengan nada ketiga minor menurun, atau “sol-mi”, pola yang merupakan interval paling alami dan sederhana bagi semua anak untuk dinyanyikan. Katina Daniel membuat tugas mengadaptasi karya Kodaly ke pendidikan musik Amerika Serikat tidak lagi menakutkan bagi para pengajar Amerika Serikat. [3] Orff SchulwerkCarl Orff adalah seorang komponis ternama Jerman. Orff Schulwerk karyanya dianggap sebagai "pendekatan" terhadap pendidikan musik. Pendekatan ini dimulai dengan kemampuan dalam diri pelajar untuk bermain dengan bentuk-bentuk musik yang belum sempurna, menggunakan ritme dan melodi dasar. Orff menganggap tubuh merupakan instrumen perkusif dan pelajar didorong mengembangkan kemampuan musik mereka dengan cara yang mellintasi perkembangan musik barat. Pendekatan ini mendorong improvisasi dan mengurangi tekanan orang dewasa dan latihan mekanik, sehingga membantu penemuan jati diri pelajar tersebut. Carl Orff mengembangkan sekelompok instrumen khusus, termasuk bentuk modifikasi glockenspiel, silofon, metallophone, drum, dan instrumen perkusi lainnya untuk memenuhi persyaratan kursus Schulwerk.[4] Metode SuzukiMetode Suzuki dikembangkan oleh Shinichi Suzuki di Jepang sesaat setelah Perang Dunia II, dan metode ini memakai pendidikan musik untuk memperkaya hidup dan karakter moral para pelajarnya. Gerakan ini berdiri di atas pemikiran bahwa "semua anak bisa menjadi terpelajar" dalam musik, dan bahwa belajar bermain musik pada tingkat tinggi juga melibatkan pembelajaran ciri-ciri dan keutamaan karakter yang menjadikan jiwa seseorang lebih indah. Metode utama dalam mencapai hal ini terpusat pada menciptakan lingkungan belajar musik yang sama seperti lingkungan seseorang untuk belajar bahasa ibu mereka. Lingkungan 'ideal' ini membutuhkan cinta, contoh berkualitas tinggi, pujian, berlatih menghapal dan mengulang, dan sebuah jadwal yang diatur oleh kesiapan perkembangan pelajar untuk mempelajari suatu teknik tertentu. Meski Metode Suzuki lumayan terkenal di seluruh dunia, di dalam Jepang sendiri pengaruhnya kurang muncul ketimbang Metode Yamaha, dikembangkan Genichi Kawakami bekerja sama dengan Yamaha Music Foundation. Metode ternama lainnyaSelain empat metode internasional ternama di atas, beberapa pendekatan lain juga berpengaruh. Metode-metode yang kurang dikenal disebutkan di bawah: Teori Pembelajaran Musik GordonMetode ini didasarkan pada penelitian dan uji coba lapangan yang ekstensif oleh Edwin E. Gordon dan rekan-rekannya. Teori Pembelajaran Musik memberikan guru musik sebuah metode lengkap untuk mengajar kemusisian melalui audiasi, istilah ciptaan Gordin untuk mendengar musik dalam pikiran dengan pemahaman. Metode pengajaran membantu guru musik menetapkan tujuan kurikulum berurutan sesuai dengan gaya dan keyakinan pengajaran mereka.[5] Pedagogi Musik DuniaPertumbuhan keragaman budaya dalam populasi usia sekolah mendorong para pengajar musik dari tahun 1960-an dan seterusnya mendiversifikasi konten kurikulum musik, dan bekerja sama dengan etnomusikolog dan sejumlah seniman-musisi dunia dalam menciptakan praktik instruksional yang relevan dengan tradisi musik. 'Pedagogi musik dunia' dicetuskan oleh Patricia Shehan Campbell untuk menyebut konten musik dunia dan praktik pada program musik sekolah dasar dan menengah. Perintis gerakan ini, terutama Barbara Reeder Lundquist dan William M. Anderson, memengaruhi generasi kedua pengajar musik (termasuk Bryan J. Burton, Mary Goetze, Ellen McCullough-Brabson, dan Mary Shamrock) untuk merancang dan menyalurkan model kurikulum ke guru-guru musik dari berbagai tingkatan dan spesialisasi. Solfège KonversasionalDipengaruhi metodologi Kodály dan Teori Pembelajaran Musik Gordon, Conversational Solfège dikembangkan oleh Dr. John M. Feierabend, ketua pendidikan musik di Hartt School di Universitas Hartford. Filsafat metode ini adalah memandang musik sebagai seni aural dengan kurikulum berbasis literatur. Urutan metodologi ini melibatkan proses 12 tahap untuk mengajar melek musik. Tahap-tahap tersebut meliputi pola ritme dan nada dan memecahkan pola tersebut menggunakan silabel dan notasi. Tidak seperti metode tradisional Kodály, metode ini mengikuti instruksi aktual Kodály dan memakai urutan yang didasarkan pada lagu rakyat Amerika Serikat, bukannya memakai urutan yang digunakan di Hungaria berdasarkan lagu rakyat Hungaria. Metode Carabo-ConePendekatan awal masa kecil yang kadang dikenal sebagai Pendekatan Sensori-Motor Terhadap Musik ini dikembangkan oleh violinis Madeleine Carabo-Cone. Pendekatan ini melibatkan pemakaian perlengkapan, kostum, dan mainan untuk anak-anak untuk belajar konsep musik dasar berupa staf, durasi not, dan kibor piano. Lingkungan konkret ruangan kelas yang dirancang secara khusus memungkinkan anak-anak mempelajari dasar-dasar musik dengan mengeksplorasi melalui sentuhan.[6] MMCPManhattanville Music Curriculum Project dikembangkan tahun 1965 dan merupakan metode alternatif dalam membentuk perilaku positif terhadap pendidikan musik. Pendekatan kreatif ini berpusat pada pelajar menjadi musisi dan terlibat dalam proses penemuan. Guru memberikan pelajar kebebasan untuk mencipta, mementaskan, berimprovisasi, melakukan, meneliti, dan menyelidiki berbagai faset musik dalam kurikulum spiral. Metode O'ConnorMark O'Connor mengembangkan metode pendidikan biola[7][8] yang dirancang untuk memandu pelajar melalui perkembangan teknik musik yang diperlukan untuk menjadi violinis yang mahir. Metode ini terdiri dari serangkaian piece yang mencakup berbagai genre.[9] Sesi pelatihan guru didasarkan pada metode yang diberlakukan di negaranya. Metode Boss SchoolPada masa kejayaannya, Boss School of Music di Mumbai mengembangkan metode pendidikan khusus[10] menggunakan teknologi audio-visual, konsep yang disederhanakan dan peralatan musik yang dirancang khusus.[11][12] Mereka melatih pelajar pemula untuk ujian kibor elektronik bertingkat terstandardisasi yang diadakan Trinity College London, dan memerlukan 3-6 bulan saja untuk melatih mereka menggunakan metode sendiri,[10][13][14][15] yang dengan metode tradisional malah memakan 8 tahun.[10][13] Dr. Vidyadhar Vyas, Kepala Departemen Musik Universitas Mumbai mengklaim mereka telah "merevolusi" pembelajaran musik dengan mengajarkan konsep musik rumit dalma waktu singkat.[10][13][15] Mereka juga melatih beberapa anak antara usia 6 dan 10 tahun untuk ujian Kibor Elektronik Tingkat 8 yang diadakan Trinity College, dan setelah mereka lulus ujian, mereka disebut-sebut sebagai anak berkemampuan istimewa.[16][17][18][19][20][21][22] Meski metode mereka tidak terdokumentasikan secara formal, banyak musisi terkenal di Mumbai seperti Louis Banks mengakui bahwa sekolah tersebut telah mengembangkan sebuah "teknik yang revolusioner".[10][12] Sejarah pendidikan musik di Amerika SerikatAbad ke-18Setelah ceramah Pendeta Thomas Symmes, sekolah menyanyi pertama didirikan tahun 1717 di Boston dengan tujuan memperbaiki kemampuan menyanyi dan membaca musik di gereja. Sekolah-sekolah menyanyi ini perlahan menyebar ke seluruh koloni Amerika Serikat. Pendeta John Tufts menerbitkan An Introduction to the Singing of Psalm Tunes Using Non-Traditional Notation yang dianggap sebagai buku teks musik pertama di koloni ini. Antara tahun 1700 hingga 1820, lebih dari 375 buku nada diterbitkan oleh para penulis seperti Samuel Holyoke, Francis Hopkinson, William Billings, dan Oliver Holden.[23] Musik mulai menyebar sebagai pelajaran kurikuler ke distrik-distrik sekolah lainnya. Segera, musik meluas ke semua jenjang sekolah dan pengajaran membaca musik terus membaik sampai kurikulum musik tumbuh dan mencakup beberapa aktivitas selain membaca musik. Pada akhir 1864, pelajaran musik di sekolah umum menyebar ke seluruh Amerika Serikat. Abad ke-19Tahun 1832, Lowell Mason dan George Webb membentuk Boston Academy of Music dengan tujuan mengajarkan menyanyi dan teori, serta metode mengajar musik. Mason menerbitkan Manuel of Instruction pada tahun 1834 yang didasarkan pada karya pendidikan musik Pestalozzian System of Education yang didirikan oleh pengajar asal Swiss, Johann Heinrich Pestalozzi. Buku ini perlahan banyak dipakai oleh guru-guru sekolah musik. Sejak 1837-1838, Boston School Committee mengizinkan Lowell Mason mengajar musik di Hawes School sebagai demonstrasi. Ini dianggap sebagai pertama kalinya pendidikan musik diperkenalkan ke sekolah-sekolah umum di Amerika Serikat. Pada tahun 1838, Boston School Committee menyetujui masuknya musik ke kurikulum dan Lowell Mason menjadi pengawas musik dasar pertama yang diakui komite. Pada tahun-tahun selanjutnya, Luther Whiting Mason menjadi Pengawas Musik di Boston dan menyebarkan pendidikan musik ke berbagai jenjang pendidikan umum (sekolah bahasa, dasar, dan menengah). Selama pertengahan abad ke-19, Boston menjadi model kota-kota lain di Amerika Serikat untuk memasukkan dan membentuk program pendidikan musik di sekolah-sekolah umum.[24] Metodologi musik untuk guru sebagai sebuah kursus pertama diperkenalkan di Normal School. Konsep guru kelas di sekolah yang mengajarkan musik di bawah arahan seorang pengawas musik menjadi model standar untuk pendidikan musik sekolah umum pada abad itu. (lihat pula Pendidikan musik di Amerika Serikat) Awal abad ke-20Di Amerika Serikat, perguruan tinggi keguruan dengan program sarjana empat tahun dikembangkan dari Normal School dan mencakup pelajaran musik. Oberlin Conservatory pertama kali memberikan gelar Bachelor of Music Education. Osbourne G. McCarthy, seorang pengajar musik Amerika Serikat, memperkenalkan detail mempelajari musik untuk mendapatkan kredit di Chelsea High School. Peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah pendidikan musik pada awal abad ke-20 juga meliputi:
Pertengahan abad ke-20 sampai 21Tabel berikut mengilustrasikan sejumlah perkembangan pesat dari periode ini:
Tawaran kursus musik dan bahkan seluruh program sarjana dalam pendidikan musik daring berkembang pada dasawarsa pertama abad ke-21 di banyak institusi, dan bidang pedagogi musik dunia dan pedagogi musik populer juga mengalami ekspansi besar. Standar dan penilaianStandar adalah pernyataan kurikulum yang dipakai untuk membantu pengajar menentukan tujuan pengajaran mereka. Pemakaian standar semakin umum di banyak negara pada abad ke-20. Sepanjang eksistensinya, kurikulum pendidikan musik di Amerika Serikat ditentukan secara lokal atau oleh masing-masing guru. Pada beberapa dasawarsa terakhir, muncul perpindahan besar untuk mengadopsi standar regional dan/atau nasional. MENC: The National Association for Music Education, membuat sembilan standar konten sukarela yang diberi nama National Standards for Music Education.[1] Standar ini mensyaratkan:
Banyak negara dan distrik sekolah menggunakan standarnya sendiri untuk pendidikan musik. Negara bagian Washington telah menguji penilaian pementasan berbasis kelas yang mensyaratkan pelajar kelas 5 dan lebih tinggi untuk menggubah musik dalam satu staf dan menyanyi sekilas lembar musik tanpa bantuan instrumen. Ini dirancang untuk menilai standar yang diharapkan dimiliki oleh semua pelajar.[28] Menyanyi sekilas membaca adalah persyaratan belajar di Washington untuk kelas 8. Negara bagian lain juga sedang mengevaluasi penilaian pementasan seperti ini. Integrasi dengan pelajaran lainSejumalh sekolah dan organisasi mempromosikan integrasi kelas-kelas seni, seperti musik, dengan pelajaran lain, seperti matematika, sains, atau bahasa Inggris. Sering diduga bahwa dengan mengintegrasi beberapa kurikulum akan membantu setiap pelajaran terbentuk satu sama lain, sehingga memperbaiki kualitas pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan musik dapat memainkan peran penting dalam perkembangan anak dan kegiatan skolastik mereka. Salah satu contohnya adalah program "Changing Education Through the Arts" dari Kennedy Center. CETA mendefinisikan integrasi seni sebagai menemukan hubungan alami antara satu bentuk seni atau lebih (tari, drama/teater, musik, seni visual, bercerita, boneka, dan/atau tulisan kreatif) dan satu bidang kurikulum atau lebih (sains, ilmu sosial, seni bahasa Inggris, matematika, dan lain-lain) demi mengajar dan menilai tujuan dalam seni dan bidang pelajaran lainnya. Ini memungkinkan fokus sekaligus terhadap mencipta, mementaskan, dan/atau menanggapi seni namun masih membicarakan konten bidang pelajaran lain.[29] The Learning Maestros adalah sebuah perusahaan yang bertujuan menciptakan karya musikal dan materi pendidikan interdisipliner baru yang mengeksplorasi hubungan antara musik dan sains, literatur, seni visual, sejarah alam, dan masalah sosial. Perusahaan ini didirikan oleh Julian Fifer dan komponis Bruce Adolphe. Karya-karya pendidikan interdisipliner ternama yang telah mereka ciptakan bekerja sama dengan penulis dan ilmuwan adalah "Tyrannosaurus Sue: A Cretaceous Concerto" (untuk Field Museum of Natural History, Chicago), "Red Dogs and Pink Skies: A Musical Celebration of Paul Gauguin" (bersamaan dengan pameran di Metropolitan Museum of Art, New York), "Self Comes to Mind" (dibuat bersama ilmuwan saraf Antonio Damasio, dipentaskan oleh Yo-Yo Ma di American Museum of Natural History, New York), "Let Freedom Sing: the story of Marian Anderson" (dibuat bersama penulis Carolivia Herron, dipentaskan oleh Washington National Opera), "Zephyronia" (dibuat bersama penulis Louise Gikow, utuk Imani Winds), dan "Witches, Wizards, Spells, and Elves: The Magic of Shakespeare" (untuk Chicago Chamber Musicians dan Chicago Shakespeare Theater). Lifelong Learning Programme 2007–2013 Uni Eropa telah mendanai tiga proyek yang memakai musik untuk membantu pembelajaran bahasa. Lullabies of Europe (untuk prasekolah dan pemula),[30] FolkDC (untuk sekolah dasar),[31] dan PopuLLar (untuk sekolah menengah)[32] Pentingnya pendidikan musikMenurut Florida Music Educators Association, “Musik dan seni rupa telah menjadi bagian penting dari sistem pendidikan di setiap budaya selama lebih dari 3.000 tahun. Otak manusia telah diperlihatkan sangat terikat dengan musik; ada dasar biologi bahwa musik merupakan bagian penting dari kehidupan manusia. Musik dan seni mengitari kehidupan sehari-hari dalam budaya masa kini. Kebanyakan seniman, arsitek, dan musisi zaman sekarang memperoleh ketertarikan mereka selama sekolah melalui kelas seni rupa. Pendidikan tanpa seni rupa sangat miskin secara mendasar dan lantas mendorong terciptanya masyarakat yang miskin." [33] William Earhart, mantan presiden Music Educators National Conference, mengatakan, "Musik memperbaiki pengetahuan di bidang matematika, sains, geografi, sejarah, bahasa asing, olahraga, dan pelatihan vokasional."[34] Musik tidak hanya menginspirasi kreativitas dan kinerja, tetapi kinerja akademik secara keseluruhan terpengaruh secara serius. Sebuah studi yang dilakukan Harris Poll menunjukkan bahwa 9 dari 10 orang dengan gelar pascasarjana pernah mengikuti pendidikan musik. Studi National Report of SAT menunjukkan bahwa pelajar dengan pengalaman pementasan musik mendapat skor tinggi pada ujian SAT: 57 poin lebih tinggi di verbal dan 41 poin lebih tinggi di matematika.[35] Sekoalh-sekolah yang mempunyai kinerja akademik tinggi di Amerika Serikat menghabiskan 20 sampai 30% anggaran mereka untuk seni dengan penekanan pada pendidikan musik.[36] Pendidikan musik juga meningkatkan kesuksesan seseorang dalam masyarakat. Dalam setiap budaya manusia, musik dibawa-bawa karena ide dan cita-citanya. Nilai musik membentuk kemampuan seseorang dan karakternya mulai berkembang. Texas Commission on Drugs and Alcohol Abuse Report mencatat bahwa pelajar yang berpartisipasi dalam band atau orkestra mengalami masa hidup yang lebih pendek dan sering memakai zat-zat berbahaya, termasuk alkohol, tembakau, dan obat-obatan.[37] Pendidikan musik juga meningkatkan aktivitas otak secara keseluruhan. Penelitian yang dilakukan di Universitas Wisconsin menemukan bahwa pelajar yang punya pengalaman bermain piano atau kibor 34% lebih baik dalam mengerjakan tes yang mengukur aktivitas lobus spasial-temporal, yaitu bagian otak yang dipakai saat mengerjakan matematika, sains, dan teknik.[38] Musik juga memperbaiki cara belajar. Lebih spesifik lagi, musik membantu pengingatan kembali teks. Wallace (1994) mempelajari pengubahan teks menjadi melodi. Satu eksperimen menghasilkan lagu tiga bait dengan melodi non-repetitif; setiap bait memiliki musik yang berbeda. Eksperimen kedua menghasilkan lagu tiga bait dengan melodi repetitif; setiap bait memiliki musik yang sama. Eksperimen lain mempelajari pengingatan kembali teks tanpa musik. Musik repetitif menghasilkan pengingatan kembali teks dalam jumlah tinggi, dan dari situ diambil kesimpulan bahwa musik berperan sebagai alat mnemonik.[39] Smith (1985) mempelajari musik latar dengan daftar kata. Sebuah eksperimen melibatkan pengingatan daftar kata dengan musik latar. Para peserta mengingat kata-kata tersebut 48 jam kemudian. Eksperimen lain melibatkan pengingatan daftar kata tanpa musik latar. Para pesertanya juga mengingat kata-kata tersebut 48 jam kemudian. Peserta yang mengingat daftar kata dengan musik latar mengingat kembali lebih banyak kata sehingga diambil kesimpulan bahwa musik memberikan acuan kontekstual.[40] Perlu diketahui bahwa, "Meski banyak studi memperlihatkan pengaruh positif di bidang akademik lain, musik dan seni rupa adalah disiplin akademik yang, seperti akademik lainnya, merupakan cara independen untuk belajar dan mengetahui." [33] Sayangnya, musik di sekolah-sekolah dihapus akibat pemotongan anggaran sekolah. Asisten Superintenden Kurikulum dan Instruksi untuk Chesapeake Public Schools di Chesapeake, Virginia,[41] Dr. Patricia Powers menyatakan, "Tidak biasanya melihat pemotongan program di bidang musik dan seni ketika ekonomi membaik. Justru sayang sekali kehilangan dukungan di bidang-bidang ini, terutama sejak program musik dan seni banyak berkontribusi positif terhadap masyarakat." Apa yang tidak diketahui dewan sekolah adalah menghapus pelajaran musik dapat menjatuhkan skor ujian karena dampak positifnya terhadap segala hal, mulai dari akademik sampai kewarganegaraan, bahkan kebersihan pribadi.[34] Musik menjadikan siswa lebih sukses di sekolah. Kemampuan yang dipelajari melalui disiplin musik, transfer ke kemampuan belajar, kemampuan komunikasi, dan kemampuan kognitif bermanfaat di setiap bagian kurikulum sekolah. Partisipasi dalam ansambel juga menjadikan siswa lebih sukses. Hal ini membantu siswa belajar bekerja lebih efektif di lingkungan sekolah dan mengurangi tindakan kekerasan dan perilaku tidak pantas lainnya. Musik juga membantu pelajar yang mengalami pertumbuhan kecerdasan. Studi lain juga menemukan bahwa kecerdasan anak meningkat akibat pendidikan musik. Hal yang baru adalah gabungan studi perilaku yang ketat dan riset saraf baru menunjukkan bagaimana studi musik dapat berkontribusi aktif terhadap perkembangan otak. Para peneliti di Universitas Montreal memakai berbagai teknik pencitraan otak untuk menyelidiki aktivitas otak selama melakukan hal-hal berbau musik dan menemukan bahwa membaca skor musik dan bermain musik mengaktifkan wilayah-wilayah di keempat lobus korteks; dan bagian-bagian serebelum juga menjadi aktif saat kegiatan itu dilakukan. Studi lain menemukan bahwa musik membantu penalaran.[42] Musik membuat siswa sebagai pelajar dan pemikir yang lebih baik.[43] Advokasi musikDi sejumlah komunitas, dan bahkan seluruh sistem pendidikan nasional, musik mendapatkan sedikit dukungan sebagai suatu pelajaran akademik, dan guru musik merasa bahwa mereak harus aktif mencari dukungan publik untuk pendidikan musik sebagai pelajaran yang sah. Persepsi perlunya mengubah opini publik ini berujung pada pengembangan berbagai pendekatan yang umumnya disebut "advokasi musik". Advokasi musik muncul dalam berbagai bentuk, beberapa di antaranya didasarkan pada argumen sarjana dan temuan ilmiah yang sah, sementara contoh lainnya bergantung pada data yang tidak meyakinkan dan masih kontroversial. Di antara proyek-proyek advokasi musik terkenal yang baru yang telah menjadi subjek kontroversi adalah "Efek Mozart[44]" (yang sekarang diyakini merupakan teori yang didasarkan pada salah penafsiran dan pembesar-besaran), National Anthem Project, dan gerakan Cultural Diversity in Music Education yang berusaha mencari arti pedagogi setara di antara para pelajar tanpa memandang ras, etnis, atau masalah sosioekonomi. Meski "Efek Mozart" tergolong kontroversi, teori ini memiliki kebenaran dalam membuktikan bahwa teori tersebut dapat diandalkan. Pengujiannya melibatkan dua kelompok, satu kelompok sudah diajari musik dan satu lagi tidak. Ketika tes ini dilakukan pada anak-anak berusia tiga tahun, uji temporal mereka 35% lebih baik daripada mereka yang tidak diajari musik; tes ini berlangsung selama beberapa hari. Satu-satunya celah dalam tes ini adalah kelompok usia yang berbeda. Semakin tua usianya, semakin sedikit efeknya.[45] Banyak sarjana musik kontemporer menekankan bahwa advokasi musik hanya bisa benar-benar efektif jika didasarkan pada argumen bunyi empiris yang memasuki motivasi politik dan agenda pribadi. Posisi mengenai advokasi musik ini diusung khusus oleh para filsuf pendidikan musik (seperti Bennett Reimer, Estelle Jorgensen, David J. Elliott, John Paynter dan Keith Swanwick,), meski masih ada celah antara diskursus filsafat pendidikan musik dan praktik aktual oleh guru-guru musik dan eksekutif organisasi musik. Pengajar musik berpengaruhOrganisasi profesional
Lihat pula
Referensi
Daftar pustaka
Bacaan lanjutan
|