Paus Sisinius


Sisinius
Uskup Roma
GerejaGereja Katolik
Awal masa jabatan
15 Januari 708
Masa jabatan berakhir
4 Februari 708
PendahuluYohanes VII
PenerusKonstantinus
Informasi pribadi
Meninggal4 Februari 708
Roma
MakamBasilika Santo Petrus Lama, Roma

Paus Sisinius (wafat 4 Februari 708) adalah Uskup Roma yang menjabat sejak tanggal 15 Januari 708 sampai akhir hayatnya pada tanggal 4 Februari 708. Selain fakta bahwa ia adalah orang Suriah dan ayahnya bernama Yohanes, sedikit sekali informasi lain mengenai masa muda dan awal kariernya yang dapat diketahui. Saat terpilih menjadi paus, Sisnius menderita sakit pirai berat yang melemahkan jasmaninya. Dalam rentang waktu dua puluh hari masa jabatannya, Sisinius menyempatkan diri menahbiskan uskup untuk Korsika dan memerintahkan penguatan tembok pemagar kota Roma, markas besar lembaga kepausan. Sesudah wafat, jenazahnya dikebumikan di Basilika Santo Petrus Lama. Ia digantikan oleh Paus Konstantinus.

Latar belakang

Keagamaan

Pada akhir abad ke-5, Gereja Timur berseberangan dengan Gereja Barat dalam kontroversi Monofisitisme. Gereja Timur pada umumnya mengamini pandangan yang mengatakan bahwa kodrat ilahi Yesus Kristus mengungguli kondrat insaninya, sementara Gereja Barat (seturut keputusan Konsili Kalsedon tahun 451) mengimani kemanunggalan hipostasis.[1] Kaisar di Konstantinopel berusaha mencari jalan tengah demi mempertahankan keutuhan wilayah kedaulatannya, tetapi paus di Roma curiga kalau-kalau kaisar bersimpati kepada bidat, dan oleh karena itu berusaha mementahkan klaim keberdaulatan kaisar atas Gereja.[2] Pada masa jabatan Paus Martinus I (tahun 649-655), hubungan Barat dengan Timur sudah semakin renggang.[3] Pada akhir abad ketujuh, seperti yang digambarkan oleh sejarawan Eamon Duffy, "keharusan bagi [para] paus untuk menunggu keterpilihannya mendapatkan pengukuhan dari Konstantinopel sebelum dapat dianggap sah ditiadakan, eksarkus di Ravenna [wakil pemerintah Romawi Timur di Semenanjung Italia] dikuasakan untuk mengeluarkan mandat yang diperlukan untuk itu".[4]

Peran paus pada zaman Sisinnius maupun pada sahasrawarsa pertama tarikh Masehi secara keseluruhan terbatas pada peran selaku perantara. Seperti yang dijelaskan oleh teolog Richard McBrien, paus tidak dapat mengangkat semua uskup, dan tidak pula dapat "memerintah Gereja sejagat". Mereka juga tidak dapat menerbitkan ensiklik maupun katekismus, dan tidak dapat mengkanonisasi orang kudus maupun menggelar konsili oikumene.[5]

Politis

Pada abad-abad sebelum Sisinius menjabat, urusan pemilihan paus tidak lepas dari campur tangan berbagai pihak di luar lingkungan kerohanian. Pihak pemerintah Kekaisaran Romawi Timur mengajukan calon-calonnya dari kalangan ningrat Romawi, sementara pihak pemerintah Kerajaan Bangsa Ostrogoth di Italia mengajukan calon-calonnya dari kalangan ningrat daerah. Seperti yang dijelaskan sejarawan Jeffrey Richards, "alasan-alasannya bersifat politis maupun sosial". Kepala pemerintahan kedua negara tersebut mengandalkan dukungan dari orang-orang yang mereka naikkan ke atas takhta kepausan.[6] Pada abad ke-7, terjadi pergeseran geografis sehubungan dengan asal usul paus. Hanya ada delapan paus asal Roma di antara dua puluh tujuh paus yang terpilih dalam rentang waktu antara tahun 604 sampai 752,[a] tidak sebanding jumlahnya dengan sebelas orang paus asal Roma di antara tujuh belas paus yang terpilih dalam rentang waktu antara tahun 483 sampai 604.[7] Perubahan ini berpangkal dari ikhtiar Romawi Timur untuk menegakkan kembali kedaulatannya di Semenanjung Italia pada masa pemerintahan Kaisar Yustinianus I (tahun 527-565). Ikhtiar tersebut lambat laun mematikan kiprah senatus selaku lembaga negara, lantaran keluarga-keluarga senator tumpas dihukum mati atau hengkang ke Timur.[8] Saat Roma dikuasai Kerajaan Bangsa Ostrogoth dari akhir abad ke-5 sampai pertengahan abad ke-6, andil senatus sangat besar dalam urusan pemilihan paus baru, tetapi kendali atas takhta kepausan akhirnya lepas dari genggaman mereka sesudah Kekaisaran Romawi Timur berhasil merebut kembali Semenanjung Italia. Urusan pemilihan paus dibiarkan beralih ke pundak kaum rohaniwan Roma, warga kota Roma, dan garnisun militer kekaisaran di kota itu.[9] Menurut sejarawan Jeffrey Richards, sebelum Kekaisaran Romawi Barat tumbang pada tahun 476 dan sesudah Kekaisaran Romawi Suci berkuasa di Italia pada tahun 752, "pamor, kuasa, dan pengaruh" paus tumbuh dengan suburnya di bawah lindungan daulat kekaisaran. Ia juga mencermati adanya peningkatan kekuasaan paus pada abad ke-6 dan ke-7.[10]

Pendahulu Sisinius, Yohanes VII (menjabat tahun 705-707), mulai menjabat pada tahun yang sama dengan kembalinya Kaisar Yustinianus II (memerintah tahun 685-695 dan 705-711) ke atas singgasana kekaisaran.[11] Tidak lama sesudah kembali bertakhta, kaisar mengirimi Yohanes banyak surat maklumat hukum kanon keluaran Konsili Quinisextum tahun 692, yang dapat ia setujui atau ia tolak. Lantaran khawatir menggusarkan kaisar, paus mengirim kembali surat-surat maklumat tersebut tanpa perubahan.[12] Penerbitan kanon-kanon Konsili Quinisextum berlanjut sampai ke masa jabatan pengganti Sisinius, Konstantinus, yang berangkat ke Konstantinopel pada tahun 711 untuk merundingkan kanon-kanon tersebut dengan pihak-pihak terkait di Timur.[13]

Riwayat hidup dan masa jabatan

Kadipaten Roma (nomor 3), termasuk wilayah kedaulatan Kekaisaran Bizantium pada masa hidup Sisinius

Sehubungan dengan hal ihwal Sisinius sebelum terpilih menjadi paus, hanya segelintir saja informasi yang masih tersedia.[14] Sebagian besar bersumber dari empat baris keterangan yang tersurat di dalam Liber Pontificalis (Kitab Para Paus), yakni kumpulan biografi para paus.[15] Menurut sejarawan Philippe Levillain, "singkat dan padatnya biografi Sisinius mungkin dapat ditafsirkan sebagai akibat dari ketidaksenangan kaum rohaniwan Roma terhadap dirinya, atau mungkin cerminan dari ketiadaan anomali di dalam perjalanan karier gerejawi yang secara alamiah bermuara kepada jabatan paus".[15] Sisinius terlahir sebagai orang Suriah, dan ayahnya bernama Yohanes.[16] Ia dihormati lantaran lurus hati, berbudi pekerti yang luhur, dan peduli terhadap kemaslahatan warga kota Roma, yang pada masa itu secara politis maupun militer termasuk wilayah Eksarkatus Ravenna.[14][16] Sama seperti banyak paus sebelumnya, mungkin sekali ia tidak berasal dari kalangan atas, sebagaimana tampak dari sedikitnya penerimaan dana emas dan perak pada masa jabatannya maupun pada masa jabatan paus-paus penggantinya sebelum Paus Honorius I terpilih pada abad ke-7.[17]

Kemungkinan besar Sisinius terpilih menjadi uskup Roma pada bulan Oktober 707, tetapi baru ditahbiskan pada tanggal 15 Januari 708,[14] lantaran harus menunggu surat pengukuhan atas keterpilihan dirinya dari Eksarkus Ravenna.[14] Pada waktu terpilih, Sisinius sedang menderita sakit pirai, sampai-sampai tidak berdaya menyuapkan sendiri makanan ke dalam mulutnya.[16] Ia adalah salah seorang dari sekian banyak paus Abad Pertengahan Awal yang terpilih sesudah berusia lanjut,[14][18] yang menurut sejarawan Jeffrey Richards terjadi lantaran "usia lanjut pada diri paus umumnya juga dianggap sebagai tanda sudah kenyang dengan pengalaman", baik di bidang ketatausahaan maupun di bidang kerohanian, sehingga menjadi bahan pertimbangan para pemilih dalam memilih paus baru.[18] Semasa menjabat sebagai paus, Sisinius berkesempatan menahbiskan uskup untuk Korsika. Ia juga sempat memerintahkan pengadaan material kapur, supaya tembok pemagar kota Roma, yang ketika itu sudah buruk kondisinya lantaran berulang kali digempur, dapat dipugar dan kukuh kembali seperti sediakala.[14] Perintah tersebut tidak kunjung terlaksana karena Sisinius keburu tutup usia pada tanggal 4 Februari di kota Roma, sesudah menjabat selama dua puluh hari.[16] Jenazahnya dikebumikan di lajur kiri panti umat Basilika Santo Petrus Lama. Makamnya turut hancur ketika basilika tersebut dirubuhkan pada abad ke-17.[19] Paus yang terpilih menggantikannya juga berasal dari Suriah,[14][16] yakni Konstantinus, yang ditahbiskan pada tanggal 25 Maret 708.[20]

Lihat pula

Catatan

  1. ^ Kebanyakan dari Yunani, Suriah, atau Palestina.[7]

Referensi

  1. ^ Duffy 1997, hlm. 37–38.
  2. ^ Duffy 1997, hlm. 38.
  3. ^ Duffy 1997, hlm. 60–61.
  4. ^ Duffy 1997, hlm. 61.
  5. ^ McBrien 2006, hlm. 4–5.
  6. ^ Richards 1979, hlm. 243.
  7. ^ a b Richards 1979, hlm. 244.
  8. ^ Richards 1979, hlm. 246–248.
  9. ^ Richards 1979, hlm. 248.
  10. ^ Richards 1979, hlm. 1–2.
  11. ^ Richards 1979, hlm. 211.
  12. ^ Richards 1979, hlm. 212.
  13. ^ Richards 1979, hlm. 213–214.
  14. ^ a b c d e f g Kelly & Walsh 1988, hlm. 85.
  15. ^ a b Levillain 2002b, hlm. 1428.
  16. ^ a b c d e McBrien 2000, hlm. 117.
  17. ^ Richards 1979, hlm. 213.
  18. ^ a b Richards 1979, hlm. 250.
  19. ^ Reardon 2004, hlm. 58.
  20. ^ Levillain 2002a, hlm. 420.

Sumber

Didahului oleh:
Yohanes VII
Paus
708
Diteruskan oleh:
Konstantinus
  1. ^ Levillain 2002c.
  2. ^ Levillain 2002d.
Kembali kehalaman sebelumnya