Orang Hiligaynon
Orang Hiligaynon (mga Hiligaynon), orang Ilonggo (mga Ilonggo) atau orang Panay[2] adalah suku bangsa Bisaya yang menuturkan bahasa Hiligaynon, bahasa Austronesia dari cabang Bisaya yang berasal dari Panay, Guimaras, dan Negros. Selama bertahun-tahun, migrasi telah berkontribusi pada tersebarnya orang Hiligaynon ke berbagai penjuru Filipina. Saat ini, suku Hiligaynon menjadi mayoritas di provinsi Iloilo, Negros Occidental, Guimaras, Capiz, Cotabato Selatan, Sultan Kudarat, dan Cotabato Utara. EtimologiIstilah "Hiligaynon" berasal dari istilah Spanyol "Yliguenes", yang diturunkan dari kata "Iligan" dalam bahasa Hiligaynon. Terkait asal kata "Iligan", terdapat dua pendapat:
Istilah "Ilonggo" berasal dari kata Spanyol "irong-irong", berasal dari kata "ilong" dalam bahasa Tagalog yang berarti hidung, juga nama sebuah pulau kecil di Sungai Batiano di Pulau Panay.[4] "Ilonggo" dianggap mewakili suku tertentu yang berasal dari provinsi Iloilo, Guimaras, dan Panay, sedangkan "Hiligaynon" bermakna bahasa dan budaya orang Ilonggo.[4] Dengan demikian, kedua istilah tersebut dapat saling ditukar untuk menyebut suatu budaya masyarakat atau masyarakat itu sendiri. DemografiMenurut sensus 2010, 8,44% populasi Filipina adalah Hiligaynon/Ilonggo. Hal ini menjadikan Hiligaynon sebagai kelompok etnis terbanyak keempat di negara ini setelah Tagalog (24,44%), Cebuano (9,91%), dan Ilokano (8,77%).[5] Dua provinsi memiliki populasi Ilonggo di atas satu juta menurut sensus 1990: Iloilo (1.608.083) dan Negros Occidental (1.821.206), dengan masing-masing persentase sebesar 97,6% dan 80,7%.[6] Luar negeriSuku Hikigaynon juga merantau ke Filipina, dan tergabung sebagai diaspora Filipina. Seperti banyak kelompok etnis Filipina lainnya seperti Ilokano, terdapat asosiasi migran Hiligaynon yang bertujuan untuk melestarikan budaya melalui komunitas mereka. Beberapa organisasi terdapat di California dan Hawaii, serta lokasi lain di Amerika Serikat. SejarahPenduduk asli Visayas Barat adalah orang Negrito, khususnya suku Ati yang tinggal di Panay. Orang-orang berbahasa Melayu menetap di pulau itu pada abad ke-12. Konon, pada abad ke-12, sepuluh datu (kepala suku) datang dari Kalimantan, melarikan diri dari runtuhnya kerajaan mereka di Indonesia bagian tengah. Suku Ati setuju untuk mengizinkan para pendatang baru menetap di sana, dengan menjual pulau itu kepada perantau, lalu pulau itu diberi nama Madya-as. Sejak itu, sistem politik diperkenalkan ke Panay oleh pendatang Melayu.[4][7][8] Saat kedatangan Spanyol pada 1569, penduduk Panay sudah memiliki sistem politik sendiri, meski akhirnya jadi bagian dari pemerintahan kolonial Spanyol. Abad ke-19 ditandai dengan migrasi orang Hiligaynon dari Panay ke Negros. Migrasi mereka disebabkan oleh pertumbuhan produksi tebu di akhir abad ke-19. Kolonial Spanyol secara aktif mendukung migrasi.[9] Banyak tokoh revolusioner pendukung kemerdekaan di akhir abad ke-19 bersuku Hiligaynon. Beberapa dari mereka adalah kaum elit terpelajar yang menuntut reformasi, seperti Graciano López Jaena, yang memimpin surat kabar reformis La Solidaridad. Lainnya adalah para tokoh militer seperti Martin Delgado.[4] Migrasi Hiligaynon terjadi lagi pada abad ke-20 ke Mindanao pada tahun 1940-an di masa pemerintahan Manuel Roxas yang juga seorang Hiligaynon. Ribuan orang bermigrasi sepanjang dasawarsa 1940-an dan 1950-an dalam rangka transmigrasi yang disponsori oleh pemerintah. Hal ini terjadi dengan menumbalkan populasi Muslim lokal, yang tidak dibantu pemerintah, dan akhirnya berimbas pada ketegangan etnis antara pendatang Hiligaynon yang beragama Kristen dan pribumi Moro.[10] BudayaKebudayaan Hiligaynon bercorak Austronesia, dengan sejumlah unsur kebudayaan Negrito, India, Hàn Tiongkok, dan Kastilia. Pemukim Hiligaynon di Mindanao juga menyerap tradisi pribumi Lumad dan Moro. Banyak festival budaya diselenggarakan, dengan tujuan pelestarian budaya, dan memajukan pariwisata lokal dan nasional. Festival Dinagyang dirayakan setiap hari Minggu keempat bulan Januari di Kota Iloilo. Nama festival ini berasal dari kata dagyang yang berarti "membuat pesta meriah".[11] Sama seperti Ati-atihan di Aklan, Dinagyang bertujuan untuk menghormati Santo Niño, dan secara khusus memperingati pembelian Pulau Panay dari penduduk asli Ati oleh 10 datu (kepala suku) asal Kalimantan yang melarikan diri.[12] Festival seni seperti Festival Seni Ilonggo, telah menggunakan media kontemporer seperti film dan radio, selain pertunjukan publik, dan mereka juga mensponsori keterlibatan dalam dialog tentang pelestarian budaya.[13] Festival Paraw Regatta, yang diadakan setiap tahun pada bulan Februari, juga memiliki tujuan untuk pelestarian budaya: dengan menampilkan perahu tradisional khas Hiligaynon yang disebut paraw.[14] Tokoh Hiligaynon juga menonjol dalam dunia olahraga nasional dan regional, terutama sepak bola. Pemain sepak bola Phil dan James Younghusband memiliki ibu bersuku Ilonggo. Sepak bola sangat populer di Visayas Barat, dan kota Barotac Nuevo di Iloilo dikenal sebagai penyumbang terbanyak pemain sepak bola ke timnas Filipina. Terdapat pula atlet Hiligaynon yang ikut dalam tim lari nasional.[15] Referensi
Pranala luar |