Seratus Aspek Bulan, atau dalam bahasa Jepang disebut Tsuki no Hyakushi (月百姿code: ja is deprecated ), adalah serangkaian kumpulan 100 karya seni cetak blok kayuukiyo-e ukuran ōban oleh seniman Jepang Tsukioka Yoshitoshi yang dicetak secara bertahap dari tahun 1885 hingga 1892.[1] Kumpulan cetak blok ini mewakili satu dari karya seni Yoshitoshi di tahun-tahun terakhirnya. Kumpulan ini menampilkan berbagai tokoh terkenal sejarah dan dalam karya sastra, yang mana terdapat penampakan cahaya bulan pada setiap penggambaran serta rujukan sesekali pada puisi-puisi.
Sejarah
Kumpulan 100 cetak blok kayu ini diterbitkan pada tahun 1885 hingga tahun 1892 oleh Akiyama Buemon. Topik yang digambar berasal dari berbagai sumber pada sejarah dan karya sastra Jepang dan Tiongkok, teater Kabuki dan Noh, dan juga keadaan kota Edo (sekarang Tokyo) di masa itu. Semuanya dihubungkan dengan penampakan bulan pada setiap cetak blok kayu. Bulan-bulan itu digambar dengan fase yang berbeda-beda pada setiap cetak. Setiap fase menggambarkan suasana tertentu untuk menciptakan kemungkinan yang puitis dan ekspresif. Karya ini merupakan karya tersukses dan paling terkenal yang diciptakan Yoshitoshi. Orang-orang yang membelinya rela mengantri dari sebelum subuh demi membeli cetakan yang baru.[2]
Takao adalah nama yang digunakan oleh sebelas wanita penghibur di distrik Yoshiwara, Edo. Pada gambar adalah Takao yang keenam, dikenal karena bakat sastranya dan berpakaian dengan busana akhir abad ke-17. Pada keterangan di cetakanya terdapat sebuah haiku yang menuliskan kerinduannya kepada kekasihnya: 'Sekarang dikau pasti berada/ di sekitar Komagata/ seekor burung Bulbul sedang berkicau.'[4]
Soga Tokimune memperhatikan gunung yang diterangi cahaya bulan setelah turunnya hujan.
10
Bulan salju putih di Sungai Asano (Asanogawa seisetsu no tsuki)
Bulan Salju Putih di Sungai Asano - Chikako, Putri yang Berbakti. Chikako adalah putri dari Zeniya Gohei yang dipenjara secara tidak adil.
11
Mendinginkan diri di Shijo (Shijo noryo).
12
Bulan di atas lautan Teluk Daimotsu: Benkei (Daimotsu kaijô no tsuki - Benkei)
"Kisah kepahlawanan Yoshitsune no Minamoto dan prajurit setianya, Benkei sang prajurit pendeta, yang diceritakan di Heike Monogatari (Hikayat Heike) dan Gikeiki (Kisah Yoshitsune), dan dikisahkan kembali lewat sandiwara panggung dan seni cetak blok. Episode legendaris ini menjadi topik pertama berbagai sandiwara Noh dan Kabuki yang terkenal, termasuk versi kisah Funa Benkei (Benkei di Perahu) dibintangi Danjûrô IX yang ditampilkan perdana pada bulan November 1885. Setelah kemenangan Yoshitsune atas klan Taira dalam Pertempuran Dan-no-ura pada tahun 1185, dia diasingkan oleh kakaknya Yoritomo dan terpaksa melarikan diri dari ibukota bersama para pengikutnya. Saat berlayar di laut, mereka dihadapkan dengan badai besar yang tidak biasa dan mendengar jeritan arwah prajurit-prajurit Taira yang ingin membalas dendam.
Arwah prajurit-prajurit yang mati itu muncul di atas ombak dan dan baru bisa dihentikan ketika Benkei menghadapi mereka, dengan memegang kalung doa di tangan sambil mengucapkan mantra-mantra.
Kuniyoshi menggambarkan episode ini dalam bentuk seni cetak dengan memperlihatkan hantunya secara jelas; Yoshitoshi menggambarkannya menjadi kurang nampak, namun memperlihatkan kehadiran mereka dalam bentuk awan-awan hitam. Cetakan ini memberikan impresi yang bagus di awal karena mika yang tersebar di permukaan akan bersinar apabila cetakan digerakkan ke arah cahaya, menggambarkan cahaya bulan yang berkilauan pada ombak yang gelap."
Pemotong blok: Enkatsu (Noguchi Enkatsu).
Penerbit: Akiyama Buemon. Edisi pertama Januari 1886[5]
13
Tangisan rubah (Konkai)
Hakuzōsu adalah sesosok kitsune yang menyamar sebagai pendeta Buddha.
14
Tsunenobu dan si iblis
Adegan ini menggambarkan kisah dimana seorang pegawai istana bernama Minamoto no Tsunenobu sedang melihat bulan musim gugur sambil menyusun bait-bait puisi yang didasarkan dari puisi dinasti Tang di bawah ini:[6]
Aku mendengar suara kain yang sedang ditumbuk/ Saat rembulan bersinar dengan tenangnya/ Dan percaya bahwa ada seseorang/ Yang masih belum tidur
Tiba-tiba, sesosok iblis besar muncul dan menjawab bait-bait itu dengan bait puisi dari Li Bai:
Di langit utara, seekor angsa terbang melewati bintang biduk; menuju selatan, jubah-jubah dingin ditumbuk di bawah cahaya rembulan.
15
Bulan tengah malam Gunung Yoshino (Yoshinoyama yowa no tsuki)
"Mengabaikan nasihat dari jenderalnya Masashige, Kaisar Go-Daigo (1288-1339) didukung oleh pelayannya Sasaki Kiyotaka memutuskan untuk menghadapi pasukan pemberontak Ashikaga Takauji pada Pertempuran Minatogawa di tahun 1336 demi mendapat keuntungan secara politik. Setelah kalah dalam pertempuran, Masashige bunuh diri dan sang kaisar kabur menuju Gunung Yoshino, dimana Kiyotaka juga terpaksa bunuh diri. Arwah Kiyotaka menghantui dan menganggu rombongan pelayan istana yang melarikan diri. Tidak ada yang berani menghadapinya. Akhirnya, arwah itu dihadapi oleh menantu Masahige yang pemberani, Iga no Tsubone, yang berhasil mengusirnya.
Seperti cetakan lainnya, bagian keterangan berwarna putih dibuat timbul dengan pola tekstil.
Bibir si hantu digambarkan berwarna biru yang juga diterapkan pada gambaran mayat-mayat di cetakan lain. Rambut Iga no Tsubone menganggumkan karena ukirannya yang bagus, serta karena muncul di salah satu karya Yoshitoshi yang berani."
Pemotong blok: Enkatsu (Noguchi Enkatsu).
Terbitan: Akiyama Buemon. Edisi pertama Januari 1886[7]
16
Michizane menyusun puisi di bawah cahaya bulan
"Rembulan berkilauan bagaikan Salju yang Terang/ Dan Bunga Pohon Prem muncul bagaikan Bintang-Bintang yang dipantulkan/ Ah! Cermin Emas Rembulan lewat di atas Kepala/ Sebagaimana Harum dari Kamar Giok memenuhi Taman", bait puisi oleh Sugawara no Michizane[6]
"Hakuga Sammi adalah cara baca Tiongkok nama dan pangkat dari Minamoto no Hiromasa (918-980), cucu Kaisar Daigo. Dia adalah pemusik yang terkenal, pandai memainkan berbagai alat musik tiup dan dawai. Disini kita melihatnya dari belakang, mengenakan jubah dan topi pernis pelayan istana zaman Heian, dan memainkan yokobue, sebuah seruling melintang. Dia berada di luar Gerbang Suzaku pada kawasan Daidairi di Kyoto, yang melingkupi istana kekasiaran dan kantor-kantor pemerintahan. Identitas orang yang mendampinginya masih belum jelas, namun kemungkinan ia adalah orang asing jika dilihat dari topi dan janggutnya.
Kemampuan Hiromasa dalam memainkan seruling sangat legendaris dan keindahan permainan musiknya diceritakan dalam berbagai kisah. Salah satunya menceritakan semua barangnya dirampok kecuali sebuah seruling kayu (hichiriki). Ketika dia mengambil seruling itu dan mulai memainkannya, suaranya terdengar disepanjang jalanan hingga sampai di telinga para perampok. Mereka sampai tergerak saking indahnya musik yang dimainkan sampai membuat mereka menyesali perbuatan mereka dan mengembalikan seluruh barang Hiromasa."
Pemotong blok: Yamamoto (Yamamoto Shinji).
Penerbit: Akiyama Buemon. Edisi pertama 02/1886[8]
"Sebuah adegan di masa itu yang memperlihatkan seorang pahlawan sehari-hari di Tokyo, kota yang rawan kebakaran karena bangunannya berupa kayu dan kertas. Selama karir senimannya, Yoshitoshi kadang-kadang menampilkan petugas pemadam kebakaran dalam cetakannya. Petugas pemadam kebakaran dianggap sebagai sosok yang berani melakukan aksi-aksi berbahaya, sehingga memiliki daya tarik layaknya aktor-aktor panggung dan pegulat yang membuat mereka menjadi populer. Selain itu, pakaian khas yang mereka gunakan dan semacam panji berbentuk geometris (matoi) yang mereka bawa, membuat mereka terlihat indah. Jaket berlapis yang mereka gunakan direndam dengan air untuk membuat mereka lebih tahan terhadap api, dan bisa dibalik ketika api sudah padam untuk memperlihatkan lapisan yang warna-warni. Simbol yang ada di belakang jaket dibaca matoi, menunjukkan bahwa dia adalah sang pemegang panji untuk pasukan pemadam kebakaran di latar depan.
Simbol yang terdapat pada bagian topi menunjukkan bahwa dia adalah anggota Kompi Nomor Satu. Panji yang dipegang diangkat tinggi di atas atap-atap agar setiap brigade dapat dikenali dan petugas pemadam kebaran dapat memberi sinyal di atas api dan kebisingan. Petugas yang lain dari kejauhan memegang panji yang lain di bagian yang berlawanan. Ada persaingan besar antara brigade distrik karena properti yang diselamatkan brigade tertentu akan diberi penghargaan. Pewarna merah yang dipercik dan sudah dihitami memberikan tekstur dan susana adanya asap dan api."
Pemotong blok: Yamamoto (Yamamoto Shinji).
Penerbit: Akiyama Buemon. Edisi pertama Februari 1886[9]
Adegan terkenal yang menampilkan Ono no Komachi, seorang wanita penyair dan pelayan istana terkenal di akhir hayatnya, setelah kecantikannya yang melegenda sudah pudar dan sedang merenungi penyesalannya di masa lalu.[6]
26
Pohon katsura di bulan (Tsuki no katsura)
Adegan ini menampilkan Wu Gang dengan kapaknya. Karena menyalahgunakan kekuatannya, dia dihukum oleh para dewa untuk menebang pohon cassia (katsura) di Bulan, yang jika ditebang akan tumbuh kembali, selamanya.[6]
27
Bulan di Wastu Yamaki (Yamaki yakata no tsuki)
Kato Kagekado mencoba untuk membunuh Yamaki Kanetaka dengan menggunakan pelindung kepalanya sebagai umpan di Pertempuran Ishibashiyama.
Bab cerita Yugai dalam Hikayat Genji (Genji yugao maki)
"Sosok yang digambarkan kabur adalah hantu kekasih Hikaru Genji yang paling misterius dalam Hikayat Genji, sastra klasik abad ke-11 oleh Murasaki Shikibu, yang juga ditampilkan di cetakan lain dalam koleksi ini. Pada bab keempat hikayat ini, Genji yang sedang dalam perjalanan untuk mengunjungi bekas perawatnya terpikat dengan bunga-bunga putih padalabu yang memenuhi taman suatu rumah yang bobrok. Dia menyuruh pelayannya untuk memetik bunga yang sudah mekar dan bunga itu diletakkan pada suatu kipas dan diberikan kepadanya. Dalam kipas itu tertulis suatu puisi yang merujuk kepada ‘wajah malam’ Genji, arti harfiah dari yûgao, nama bunga itu (Lagenaria siceraria). Dia pun mengencani penulis misterius puisi itu dan membawanya ke vila terdekat, dimana di tengah malamnya ia dihantui oleh arwah salah satu mantan kekasih Genji yang cemburu; ia kemudian mengalami demam dan meninggal beberapa jam kemudian. Genji dapat bangkit dari kesedihannya dan bertahun-tahun setelahnya masih merindukan sosok wanita itu, yang menghilang begitu cepat bagaikan bunga putih di tamannya.
Di cetakannya memperlihatkan sosok hantu wanita tersebut yang mengambang di atas tamannya pada bulan purnama: yûgao juga dikenal sebagai ‘bunga bulan’, sehingga berkesinambungan dengan topik koleksi cetakan ini. Bibirnya digambarkan biru, penggambaran yang digunakan terhadap hantu dan mayat. Teknik blind embossing digunakan untuk memberikan efek timbul pada kelopak-kelopak putih bunga."
Pemotong blok: Yamamoto (Yamamoto Shinji).
Penenerbit: Akiyama Buemon. Edisi pertama Maret 1886[10]
30
Bulan di antara jendela yang runtuh (Haso no tsuki)
Bodhidharma, seorang biksu Buddha terkenal dari India, disebutkan melakukan perjalanan menuju Tiongkok untuk menyebarkan ajaran Zen, dan terkenal karena bertapa di depan sebuah dinding selama bertahun-tahun hingga tangan dan kakinya menyusut dan jatuh.
31
Bulan di Gunung Ji Ming (Keimeizan no tsuki)
32
Bulan di Kitayama (Kitayama no tsuki)
Toyohara no Muneaki (ja), seorang ahli musik instrumen, meniup alat musik shō-nya untuk melarikan diri dari kawanan serigala.
33
Bulan fajar di upacara Shinto (Shinji no zangetsu)
Ariko menangis ketika perahunya mengapung di bawah cahaya bulan
Adegan dalam Genpei Jōsuiki yang menggambarkan Ariko, seorang gadis kuil di Kuil Itsukushima, yang jatuh cinta kepada Tokudaiji Sanesada dan keputusasaan akan cinta mereka yang tidak direstui karena perbedaan derajat.
39
Bulan di Tanjung Inamura saat fajar (Inamurgasaki no akebono no tsuki)
Yamato Takeru menyamar sebagai seorang gadis untuk membunuh saudara-saudara pemimpin bangsa Kumaso.
43
Bulan fajar di distrik teater (Shibaimachi no akatsuki)
44
Akazome Emon melihat bulan dari dalam kamarnya
Akazome Emon adalah seorang penyair ulung pada akhir zaman Heian dan adegan ini adalah penggambaran dari suatu bait pada salah satu puisinya dimana dia menunggu kekasihnya sepanjang malam, tetapi sia-sia:[6]
Seandainya daku sudah terlelap di kasur; namun sekarang malam sudah lewat dan daku melihat rembulan sudah turun.
45
Bulan di malam yang berkabut (Oboroyo no tsuki)
Adegan dalam sandiwara Noh Oborozukiyo yang memperlihatkan bandit legendaris Kumasaka Chōhan (ja).
46
Bulan di Festival Bon (Bon no tsuki)
47
Kintō memetik batang pohon prem di bawah cahaya bulan
Puisi: "Di tengah kilauan putih / di antara bayangan rembulan malam / Aku membelah salju dan memetink bunga prem" - Fujiwara no Kinto, Januari 1887. Fujiwara no Kinto dianggap salah satu penyair dan kaligrafer terkemuka di zaman Heian dan membantu menyusun antologi puisi resmi sebagai penasihat Kaisar.
48
Bulan di Sungai Huai - Wu Zixu (Waisui no tsuki - Goshisho)
49
Wanita penghibur jalanan di bawah cahaya bulan
50
Bulan dan kemudi perahu (Daro no tsuki)
Taira no Kiyotsune (ja) memainkan serulingnya di atas kapal sebelum bertempur, bersiap untuk mati.
51
Nyonya Gosechi (Gosechi no myobu)
Adegan dalam Jikkinshō(十訓抄) yang menggambarkan Minamoto no Tsunenobu dan lainnya terharu oleh suara koto yang dimainkan oleh bekas pelayan istana wanita yang meninggalkan kehidupan duniawi untuk mengasingkan diri dengan tinggal di rumah yang roboh.
52
Bulan fajar di Gunung Tobisu (Tobisuyama gyogetsu)
Bulan purnama di Sumiyoshi (Sumiyoshi no meigetsu)
Adegan ini menggambarkan Fujiwara no Teika, seorang penyair dan penyusun antologi Ogura Hyakunin Isshu yang terkenal, sedang tertidur di teras Kuil Sumiyoshi. Kuil ini diabadikan kepada dewata pelindung para penyair. Menurut tradisi, ketika Teika tertidur, dia bermimpi sesosok dewa mengunjunginya dalam wujud hantu kakek tua.[6]
54
Gadis cantik Tiongkok memegang alat musik bersenar
Apakah burung kukuk juga mengumumkan namanya dari atas awan?
Adegan dalam Heike Monogatari yang menjelaskan setelah sang ahli panah Minamoto no Yorimasa membunuh yōkaiNue, keheningan pun kembali dan kicauan burung kukuk terdengar.
59
Di bawah cahaya bulan di bawah pepohonan seorang wanita cantik muncul (Getsumei rinka bijin majiru)
60
Diantar kembali ke Istana Bulan (Gekkyo no mukae)
Cetakan ini menggambarkan adegan terakhir cerita rakyat Kisah Pemotong Bambu yang terkenal, ketika Putri Kaguya atau Kaguya-hime (かぐや姫) diantarkan pulang ke Bulan dan terpaksa meninggalkan orang tua angkatnya.
Adegan ini menggambarkan, Hotei, salah satu dari Tujuh Dewa Keberuntungan, menunjuk ke arah bulan, merujuk kepada ungkapan ajaran Zen bahwa bagaimana menunjuk ke Bulan tidak sama dengan Bulan itu sendiri.[6]
63
Bulan di tanah gambut Hara (Harano no tsuki)
Adegan dalam Konjaku Monogatari dimana seorang bandit bernama Hakamadare mencoba menyerang Fujiwara no Yasumasa (ja) yang sedang memainkan seruling, namun tidak bisa karena suasana mencekam yang dipancarkan Fujiwara.
64
Nakamaro melihat Bulan di Tiongkok
Abe no Nakamaro adalah anggota delegasi resmi Jepang ke Tiongkok dan tinggal bertahun-tahun sebelum pulang. Penggambaran melihat Bulan disini kemungkinan adalah alusi dari puisi nomor tujuh pada antologi hyakunin isshu.
Adegan dalam puisi senryū oleh Mizutani Ryokutei (ja). Ketika seorang pria bernama Gyokuensai pergi menuju Ueno untuk melihat bunga sakura, ia menyapu kelopak bunga yang berjatuhan dari lengan baju kimononya dan dan diperolok oleh seorang pemabuk yang mengatakan, "Kau seharusnya tidak akan keberatan bunga-bunga berjatuhan jika kimonomu memang compang-camping." Sang pria membalas dengan puisi tanka tanpa persiapan, namun brilian.
77
Kegilaan oleh bulan - membuka gulungan surat (Tsuki no monogurui - fumihiroge)
Adegan ini menggambarkan Ochiyo, pelayan keluarga Ono Otsū, seorang wanita bangsawan, yang menjadi gila dan berkelana di jalanan sambil memegang surat.
Dikisahkan dalam Kinsei Kijinden, Ochiyo menikah dengan keluarga pedagang. Namun, hubungannya dengan suaminya menjadi dingin. Karena khawatir, Otsū pun mengirim berbagai surat kepada suami Ochiyo agar hubungan keduanya akur kembali. Setelah keduanya akur, tak lama kemudian suami Ochiyo meninggal. Sedih karena ditinggalkan suaminya, Ochiyo menjadi gila. Dalam kegilaannya ia berkelana di jalanan kota Tokyo, memegang gulungan surat sambil menggulung dan membuka gulungannya berkali-kali.
Bulan fajar dan salju yang berjatuhan (Seppu no gyogetsu)
Kobayashi Heihachiro (ja), seorang samurai di pihak Kira Yoshinaka, menghadapi 47 rōnin dalam peristiwa Akō, yang lebih dikenal sebagai peristiwa "Empat puluh tujuh rōnin".
80
Bulan anak yang berbakti (Koshi no tsuki)
81
Bulan di Tebing Merah (Sekiheki no tsuki)
82
Uesugi Kenshin memperhatikan rombongan angsa di bawah cahaya bulan
Akashi Gidayu menulis puisi kematiannya sebelum melakukan seppuku
Akashi Gidayu adalah seorang prajurit yang mengabdi kepada Akechi Mitsuhide yang mengikutinya sampai mati, namun setelah menulis puisi kematiannya.
84
Bulan saat memukul kain (Kinuta no tsuki)
Adegan dalam sandiwara Noh Kinuta. Sandiwara itu menggambarkan kesedihan seorang istri yang melindungi rumah suaminya saat dia pergi.
85
Bulan di Rumah yang Sunyi (Hitotsuya no tsuki)
Sesosok onibaba yang bersemayam di Asajigahara (ja).
86
Pertemuan di bawah cahaya bulan
87
Bulan di pegunungan Kintoki (Kintokiyama no tsuki)
88
Pasangan dari pedesaan menikmati cahaya bulan bersama dengan putra mereka yang masih bayi
Pasangan pria dan wanita sedang mendinginkan diri di malam hari (夕涼みcode: ja is deprecated , yūsuzumi) di bawah sangkar labu air (夕顔code: ja is deprecated , yūgao).
89
Bulan di kuil Horin (Horinji no tsuki)
"Yokobue adalah pelayan Maharani Kenreimonin pada abad ke-12. Seorang prajurit penjaga muda jatuh cinta padanya, namun karena tidak direstui ayahnya dia pergi ke pegunungan untuk menjadi biksu di kuil Hôrin.
Yokobue pergi untuk mengunjunginya. Namun takut karena akan tergoda dan melupakan sumpahnya sebagai biksu, ia memanfaatkan perubahan namanya dan memberi pesan kepada Yokobue bahwa orang dengan nama yang ia panggil tidak ada di kuil. Yokobue sangat kecewa, lalu dia pergi. Menurut Heike Monogatari, dia menjadi wanita kuil, namun pada Yokobue Sôshi (Buku Yokobue) yang ditulis di abad ke-16, dia menceburkan diri di Sungai Ôi dan ditemukan tenggelam.
Di cetakan memperlihatkan Yokobue berbalik turun ke bawah pegunungan. Suasana gambaran pemandangan mencerminkan suasana hatinya: awan-awan menutupi Bulan, angin menyeret jubahnya, pagar sebagai pembatas antara dia dan cintanya, and dua pohon pinus yang saling terjalin, melambangkan kebahagiaan suami istri, hilang di antara kabut. Posenya menyirat arti dari namanya, ‘seruling melintang’.
Penggambaran pada pemandangan menciptakan kembali pengaruh lukisan layar aliran Rinpa, dimana bagian awan dan pagar diukir untuk meniru sapuan kuas yang terputus-putus."
Penerbit: Akiyama Buemon. Edisi pertama 20 Desember 1890[11]
Adegan yang menggambarkan kejadian di pagi hari perayaan Shogun Tokugawa Shogun's dari sisi bangunan Istana Edo. Di hari itulah masyarakat kelas chōnin diizinkan untuk memasuki Taman Selatan Istana Edo untuk menonton sandiwara Noh.
93
Seorang biksu Buddha menerima biji-bijian pohon katsura di malam yang diterangi bulan (Bonso tsukiyo ni keishi o uku)
Seorang arhat diperlihatkan mengumpulkan biji-bijian ajaib dari pohon katsura di bulan, sehingga dapat mencapai keabadian.[6]
94
Bulan di Sungai Sumida
Mizuki Tatsunosuke, seorang aktor Kabuki terkenal di zaman Genroku.
95
Penemuan bulan (Tsuki no hatsumei)
Adegan ini menggambarkan bagaimana Hōzōin In'ei, pendiri perguruan Hōzōin-ryū, terinsiprasi oleh bulan sabit yang terpantul oleh permukaan air dan menciptakan yari(tombak Jepang) berbentuk bulan sabit.
96
Bulan di desa Chofu (Chofu sato no tsuki)
97
Bulan dan wanita tua yang diabaikan (Obasute no tsuki)
98
Empat senar bulan (Tsuki no yotsu no o)
Adegan ini menggambarkan Semimaru, seorang penyair dan pemusik terkenal, sedang menyetel senar pada alat musiknya di sebuah gubuk di pegunungan.[6]
99
Bulan di tanah gambut Saga (Sagano no tsuki)
Kogō no Tsubone, putri KaisarTakakura, adalah seorang pemain koto yang terampil, namun harus melarikan diri ke Saga karena ada usaha pembunuhan terhadapnya. Sang kaisar mengutus Minamoto no Nakakuni untuk menemukannya dan langsung mengenalinya dari permainan koto-nya yang indah. Di adegan ini, Nakanuni juga bergabung dengan memainkan serulingnya dan meyakinkan dia untuk kembali ke ibukota.[6]
100
Para petani merayakan bulan musim gugur
Matsuo Basho, seorang penyair haiku, pernah disebutkan mengunjungi dua petani yang merayakan datangnya bulan purnama.
^ abcdefghijkTjardes, Tamara (2003). One Hundred Aspects of the Moon: Japanese Woodblock Prints by Yoshitoshi. Museum of New Mexico Press; First Edition. ISBN0890134383.