Sekolah seni RinpaRinpa (琳派 , Rinpa), adalah salah satu sekolah utama seni lukis di Jepang. Sekolah seni Rinpa yang bersejarah ini pertama kali diciptakan di Kyoto pada abad ke-17 oleh Hon'ami Kōetsu (1558–1637) dan Tawaraya Sōtatsu (sekitar tahun 1643). Kira-kira lima puluh tahun kemudian, gaya sekolah seni Rinpa dikonsolidasikan oleh dua bersaudara Ogata Kōrin (1658–1716) dan Ogata Kenzan (1663–1743). Istilah "Rinpa" adalah singkatan yang terdiri dari suku kata terakhir dari "Kōrin" dengan kata untuk sekolah (派 , ha), serta pengubahan rendaku menjadi "pa", sebuah istilah yang diciptakan pada periode Meiji. Sebelumnya, gaya itu disebut berbagai sebagai sekolah seni Kōetsu sekolah seni Kōetsu (光悦派 , Kōetsu-ha), atau sekolah seni Kōetsu-Kōrin (光悦光琳派 , Kōetsu-Kōrin-ha), atau sekolah seni Sōtatsu-Kōrin (宗達光琳派 , Sōtatsu-Kōrin-ha). SejarahHon'ami Kōetsu mendirikan sebuah komunitas seniman yang terdiri atas pengrajin-pengrajin yang didukung oleh pedagang-pedagang kaya yang juga merupakan pelindung dari sekte Buddha Nichiren di Takagamine, di sisi timur laut Kyoto pada tahun 1615. Kebanyakan elit pedagang dan keluarga aristokrat tua di Kyoto lebih menyukai seni yang mengikuti tradisi klasik. Dalam hal ini Kōetsu bertanggungjawab untuk memproduksi banyak karya seni dalam bentuk karya keramik, kaligrafi, dan kayu pernis.[1] Kolaborator Kōetsu, Tawaraya Sōtatsu, mempertahankan sebuah atelier seni di Kyoto dan menghasilkan lukisan-lukisan pada beberapa objek sehari-hari seperti kipas dekoratif dan layar lipat. Sōtatsu juga mengkhususkan diri dalam membuat kertas yang dihias dengan latar belakang emas atau perak, yang dibantu oleh Kōetsu dalam penambahan kaligrafinya.[1] Kedua seniman tersebut berasal dari keluarga yang memiliki signifikansi dalam kebudayaan; Kōetsu berasal dari keluarga pembuat pedang yang telah melayani istana kekaisaran dan panglima perang besar, Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi, dan juga melayani shogun dari klan Ashikaga. Ayah Kōetsu mengevaluasi pedang-pedang yang dibuat untuk klan Maeda, dan begitu juga Kōetsu. Namun demikian, pekerjaan Kōetsu tidak fokus kepada pembuatan pedang tapi lebih kepada pembuatan lukisan, seni kaligrafi, seni kayu pernis, dan beberapa objek untuk upacara minum teh (misalnya perangkat raku yang terdiri atas mangkuk-mangkuk teh). Gaya lukisnya sendiri sangat flamboyan, mirip dengan gaya lukisan aristokratik pada Zaman Heian.[1] Selain itu, Sōtatsu juga melakukan pembuatan karya-karya seni ber-genre klasik Yamato-e seperti Kōetsu, namun Sōtatsu mempelopori teknik baru dengan garis besar yang berani dan skema warna yang mencolok.[1] Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah Byōbu "Fujin dan Raijin" (風神雷神図 , Fūjin Raijin-zu) yang disimpan di kuil Kennin-ji di Kyoto, dan "Matsushima" (松島 ) yang disimpan di Galeri Freer. Perkembangan selanjutnyaSekolah seni Rinpa dihidupkan kembali pada era Genroku (1688–1704) oleh dua bersaudara Ogata Kōrin dan adik lelakinya Ogata Kenzan. Kōrin dan Kenzan adalah anak dari pedagang tekstil yang sukses dari Kyoto. Inovasi Kōrin dalam sekolah seni Rinpa adalah penggambaran alam dalam bentuk abstrak dengan menggunakan banyak gradasi warna, dan mencampur warna di permukaan untuk mencapai efek yang eksentrik, dengan penggunakan logam-logam mulia seperti emas dan mutiara. Karya besar Ogata Kōrin adalah Bunga Plum Merah dan Putih (紅白梅図 , Kōhakubai-zu) yang dibuat antara tahun 1714 dan 1715 yang saat ini disimpan didalam MOA Museum of Art di Atami, Shizuoka. Lukisan ini menunjukkan sebuah komposisi yang dramatis, suatu bentuk yang akan menjadi suatu arahan baru untuk sekolah seni Rinpa sepanjang sejarahnya. Kōrin berkolaborasi dengan Kenzan dalam melukis dan membuat desain kaligrafi pada tembikar saudaranya. Kenzan tetap sebagai pembuat tembikar di Kyoto sampai setelah kematian Kōrin pada tahun 1716 saat ia mulai melukis secara profesional. Artis Rinpa lainnya yang aktif dalam periode ini adalah Tatebayashi Kagei, Tawaraya Sori, Watanabe Shiko, Fukae Roshu dan Nakamura Hochu. Rinpa modernRinpa dihidupkan kembali pada Zaman Edo di abad ke-19 oleh Sakai Hōitsu (1761–1828), seorang seniman dari sekolah seni Kanō yang keluarganya merupakan salah satu sponsor Ogata Kōrin. Sakai menerbitkan serangkaian lukisan cukil kayu berjumlah 100 yang dibuat berdasarkan lukisan karya Kōrin, dan lukisannya yang berjudul Rumput Musim Panas dan Musim Gugur (夏秋草図 , Natsu akikusa-zu) yang dilukis dibelakang lukisan Kōrin’s "Fujin dan Raijin". Kedua lukisan tersebut saat ini disimpan didalam Museum Nasional Tokyo.[2] Lukisan kaya seniman-seniman Rinpa awal dibuatkan antologi-nya dalam sebuah buklet paperback seperti Korin gafu oleh Nakamura Hochu, yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1806. Ini diikuti oleh sebuah karya dari Sakai Hoitsu yang disebut Oson gafu, diterbitkan pada tahun 1817.[2] Sakai memiliki banyak siswa yang membawa gerakan ini maju hingga akhir abad ke-19, ketika sekolah musik Rinpa digabungkan ke dalam gerakan Nihonga oleh Okakura Kakuzo dan pelukis lainnya. Pengaruh Rinpa sangat kuat sepanjang periode modern awal, dan bahkan saat ini desain bergaya Rinpa masih terbilang populer. Salah artis modern yang terkenal dengan produksi lukisan bergaya sekolah seni Rinpa nya adalah Kamisaka Sekka.[2] GayaSeniman Rinpa bekerja pada berbagai medium, terutama pada byōbu, kipas angin dekoratif, dan gulungan gantung, buku cetak cukil kayu, kayu pernis, keramik, dan kimono. Banyak lukisan Rinpa yang digunakan di pintu geser dan dinding (fusuma) di rumah-rumah bangsawan.[3] Subjek dan gaya yang dipakai pada sekolah seni Rinpa sering terinspirasi dari tradisi yirao-e dari zaman Heian, dengan unsur-unsur dari lukisan tinta sumi-e, lukisan bunga dan burung dari Dinasti Ming di Tiongkok, serta perkembangan sekolah seni Kanō dari Zaman Momoyama. Biasanya lukisan bergaya Rinpa melibatkan banyak subyek-subyek alami yang sederhana misalnya beberapa burung, beberapa tanaman atau bunga-bunga, dengan latar belakang yang diisi dengn daun emas. Penekanan pada desain dan teknik yang disempurnakan menjadi lebih terasa sejalan dengan perkembangan gaya Rinpa.[3] Gaya Rinpa berkembang di Kyoto, Nara, dan Osaka, yaitu segitiga politik dan budaya Jepang kuno. Kyoto dan Osaka juga merupakan dua kota terpenting untuk kesenian Nanga (南 画 "lukisan selatan"), yang juga dikenal dengan gaya sekolah seni gaya Bunjinga (文人 画); Oleh karena itu, lukisan bergaya Nanga terpapar kepada pengaruh dari lukisan Rinpa dan sebaliknya.[3] Referensi
Bibliografi
|