Mirza Ghulam Ahmad

Imam Mahdi dan Masih Mau’ud

Mirzā Ghulām Ahmad
مرزا غلام احمد
GelarPendiri Ahmadiyyah
Imam Mahdi dan Masih Mau’ud
Informasi pribadi
Lahir(1835-02-13)13 Februari 1835
Meninggal26 Mei 1908(1908-05-26) (umur 73)
AgamaIslam
Pasangan
Orang tua
Kewarganegaraan India Britania
WilayahSeluruh Dunia
Pemimpin Muslim
PenerusHakim Nur-ud-Din
Situs webhttps://ahmadiyah.id/imam-mahdi-dan-masih-mauud

Mirza Ghulam Ahmad (ميرزا غلام احمد) (13 Februari 1835 – 26 Mei 1908), seorang tokoh rohaniawan dari Qadian, India. Dia adalah pendiri sebuah gerakan keagamaan dalam Islam, Ahmadiyah. Dia mengaku telah dipilih Allah Ta'ala sebagai Al-Mahdi dan juga Al-Masih atau Mesias yang Dijanjikan.[1] Serta sebagai Mujadid Islam Abad ke-14.[2] Kedudukannya sebagai Al-Masih merupakan bentuk pemenuhan nubuatan Nabi Islam, Muhammad saw tentang kedatangan Yesus atau Isa kedua kali di akhir zaman yang telah tergenapi pada dirinya.[3] Meski sebagian besar umat Islam belum menerima pendakwaannya sebagai Al-Masih.[4][5][6][7] Namun gerakan keagamaan yang didirikannya telah tersebar di 212 negara dengan jumlah pengikut jutaan.[8]

Biografi

Masa awal

Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, al-Masih al-Mau’ud alaihis salam, demikian namanya disebutkan. Nama yang asli hanyalah Ghulam Ahmad. Sedangkan "Hazrat" adalah kata penghormatan kepada dia oleh para pengikutnya. Kata "Mirza" melambangkan keturunan bangsawan dari Moghul. Adalah merupakan kebiasaan, dia suka menggunakan nama Ahmad agar lebih ringkas.

Hazrat Ahmad adalah keturunan Haji Barlas, raja kawasan Qesh, yang merupakan paman Amir Tughlak Temur. Tatkala Amir Temur menyerang Qesh, Haji Barlas sekeluarga terpaksa melarikan diri ke Khorasan dan Samarkand, dan mulai menetap disana. Tetapi pada abad ke 10 Hijriah atau abad ke 16 Masehi, seorang keturunan Haji Barlas bernama Mirza Hadi Beg beserta 200 orang pengikutnya hijrah dari Khorasan ke India karena beberapa hal, dan tinggal di kawasan sungai Bias dengan mendirikan sebuah perkampungan bernama Islampur, 9 km jauhnya dari sungai tersebut.

Ia lahir di Punjab, India pada 13 Februari 1835 atau 14 Syawal 1250 H, pada waktu salat subuh hari Jumat, di rumah Mirza Ghulam Murtaza di desa Qadian. Ia lahir dalam sebuah keluarga yang berkecukupan sebagai bayi kembar, namun kembarannya meninggal saat lahir.

Dia dikabarkan selalu menghabiskan waktunya di mesjid dengan mempelajari Al Qur'an dan pelajaran agamanya, Islam. Hal itu tidak sesuai dengan kemauan ayahnya yang ingin agar dia menjadi seorang pengacara atau seorang pegawai negeri. Dalam mempelajari hal-hal keagamaan, dia selalu berinteraksi dengan banyak orang Islam, orang non Islam, dan dengan misionaris Kristen yang selalu diajaknya berdiskusi.

Awal Pengakuannya

Ketika Ahmad berumur 40 tahun, ayahnya wafat. Waktu itu Ahmad mengaku bahwa Tuhan telah berkomunikasi dengannya melalui wahyu. Sejak saat itu Ahmad banyak menulis untuk melawan apa yang menurutnya sebagai tulisan-tulisan anti Islam dari berbagai kelompok misionaris Kristen.[9] Dia juga fokus dalam melawan berbagai dampak yang dilakukan oleh kelompok-kelompok seperti Brahma Samaj.[10] Selama periode ini dia sangat diterima oleh berbagai golongan Islam yang ada saat itu.

Kematian

Tidak sedikit para ulama yang menentang dan berusaha menasehati Mirza Ghulam Ahmad (MGA) agar ia bertaubat dan menghentikan dakwah yang dibawanya itu. Namun, usaha itu tidak juga membuat pemimpin Ahmadiyah ini surut dalam menyebarkan dakwahnya.

Salah satu keberatan yang dialamatkan kepada Pendiri Jemaat Ahmadiyah adalah Mirza Ghulam Ahmad telah mengajukan sebuah doa untuk menantang (Mubāhalah[11]) Maulvi Sanaullah yakni jika di antara mereka berdua salah satunya adalah orang yang sesat dan palsu. Saat itu Mirza Ghulam Ahmad berumur 62 tahun dan Maulvi Sanaullah yang berasal dari Amritsar adalah seorang muda berusia 29 tahun. Daftar nama para ulama yang diajak ber-mubahalah oleh MGA telah di lampirkan dalam buku Anjam-e-Aatham (1897).

Maulvi Sanaullah diam beberapa tahun lamanya tidak menanggapi tantangan tersebut. Setelah sekitar lima tahun lamanya, para pendukungnya mulai menekan dia untuk menanggapi mubāhalah itu. Menanggapi hal itu Mirza Ghulam Ahmad kemudian menulis dalam buku Ijaz Ahmadi yang di terbitkan pada tahun 1902 sebagai berikut:

"Saya telah melihat pemberitahuan Maulvi Sanaullah dari Amritsar yang mana ia menyatakan memiliki keinginan yang tulus suatu keputusan, bahwa ia dan saya seyogianya berdoa sehingga salah seorang di antara kita yang berdusta akan menemui ajal semasa hidup orang yang benar"[12]

Tahun 1902 dan buku Ijaz Ahmadi diterbitkan pada bulan November pada tahun yang sama. Menanggapi hal itu Maulvi Sanaullah menerbitkan sebuah buku berjudul Ilhamat Mirza (Wahyu-wahyu Mirza), ia menulis:

"Saya tidak pernah mendakwakan diri seperti Anda bahwa saya seorang Nabi, atau seorang Rasul, atau seorang anak Tuhan, atau seorang penerima wahyu. Saya tidak dapat, oleh karena itu, tidak berani untuk ikut dalam pertandingan semacam itu. Perkataan Anda bahwa jika saya mati sebelum Anda, Anda akan menyatakan bahwa itu adalah bukti kebenaran Anda dan jika Anda mati sebelum saya, maka siapakah yang akan pergi ke kuburan Anda untuk diminta pertanggung-jawabannya? Itulah sebabnya mengapa Anda mengemukakan tantangan yang konyol itu. Saya menyesal bagaimanapun juga, saya tidak berani ikut dalam kontroversi seperti itu dan kurangnya keberanian saya ini merupakan sumber kehormatan bagi saya dan bukanlah suatu sumber kehinaan."[13]

Banyak dari penentang Ahmadiyah membuat cerita mengenai penyebab kematian Mirza Ghulam Ahmad, dikatakan oleh penentang MGA meninggal di kamar mandi akibat ratusan kali buang air besar karena sakit kolera. Memang benar MGA beberapa kali buang air besar karena sakit diare bukan kolera. Mirza Ghulam Ahmad wafat dengan tenang diatas peraduannya dan kepergiannya disaksikan oleh keluarga, Sahabat dan kerabatnya pada tanggal 26 Mei 1908, pukul 10:30 pagi. Mirza Ghulam Ahmad wafat setelah 10 tahun ber-mubāhalah dengan Maulvi Sanaullah, dan pada saat itu (1907) Maulvi pun menulis karangannya Ahlul Hadits, sebagai berrikut:

"Al-Qur'an menyatakan bahwa orang-orang yang berbuat kezaliman mendapat kelonggaran dari Tuhan. Sebagai contoh dikatakan "Barangsiapa berada dalam kesesatan, maka biarlah Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya" (QS. Maryam/19:76), dan: "Kami memberikan kelonggaran bagi mereka sehingga mereka dapat memperbanyak dosanya" (QS. Ali 'Imran/3:178), "Tuhan akan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka" (QS. Al-Baqarah/2:15), dan: "Sebenarnya Kami telah memberikan mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan sehingga panjanglah umur mereka" (QS. Al-Anbiyā'/21:44)."[14]

Dengan demikian Maulvi Sanaullah tidak hanya menolak tantangan Mirza Ghulam Ahmad untuk ber-mubāhalah, melainkan ia telah mengemukakan suatu prinsip bahwa para pendusta, penipu, perusuh dan pemberontak diberikan umur yang panjang.

Setelah mengetahui fakta mengenai sakit dan wafatnya Mirza Ghulam Ahmad, sekarang yang menjadi persoalan dari segi aqidah adalah: Apakah sakit diare akut yang menyerang isi perut MGA dapat dikategorikan sebagai penyakit yang diridhai oleh Tuhan atau tidak?[15]

Rujukan

  1. ^ "CHAPTER TWO - Claims of Hadhrat Ahmad as". www.alislam.org. Diakses tanggal 2020-11-11. 
  2. ^ Khan, Adil Hussain (2015-04-06). From Sufism to Ahmadiyya: A Muslim Minority Movement in South Asia (dalam bahasa Inggris). Indiana University Press. ISBN 978-0-253-01529-7. 
  3. ^ Friedmann, Yohanan (2003). Prophecy Continuous: Aspects of Ahmadī Religious Thought and Its Medieval Background (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 978-0-19-566252-8. 
  4. ^ (Indonesia) Ahmadiyah & Pembajakan Al-qur'an, Gema Insani
  5. ^ (Indonesia) Armansyah, Jejak nabi palsu, Hikmah, 2007 ISBN 979-1141-43-6, 9789791141437
  6. ^ (Indonesia) A. Yogaswara, Heboh Ahmadiyah: mengapa Ahmadiyah tidak langsung dibubarkan?, Media Pressindo, 2008 ISBN 979-16810-9-0, 9789791681094
  7. ^ (Indonesia) Yazid bin Abdul QJ., Syarah 'Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah, Niaga Swadaya ISBN 979-3536-64-0, 9789793536644
  8. ^ "Sebuah Pengenalan dengan umat Ahmadiyah Indonesia". New Naratif (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-11-11. 
  9. ^ (Indonesia) Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, PT LKiS Pelangi Aksara, 2005, ISBN 979-8451-49-X, 9789798451492
  10. ^ (Indonesia) Asep Burhanudin, Ghulam Ahmad: jihad tanpa kekerasan, PT LKiS Pelangi Aksara, 2005 ISBN 979-8451-48-1, 9789798451485
  11. ^ http://www.alislam.org/library/links/amritsar.html
  12. ^ Ijaz Ahmadi, Ruhani Khazain, Vol. 19, hlm. 121
  13. ^ Ilhamat Mirza, halaman 116
  14. ^ Ahlul Hadits, 26 April 1907
  15. ^ Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 11, alih bahasa: H. Kamaluddin A. Marzuki, (Bandung: PT. AlMa'arif, 1987)

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya