Minyak serpih di EstoniaMinyak serpih (bahasa Estonia: põlevkivi) adalah sumber daya energi strategis yang menyumbang sekitar 4% dari produk domestik bruto Estonia. Industri minyak serpih di Estonia adalah salah satu yang paling maju di dunia.[1] Pada tahun 2012, industri minyak serpih di Estonia berhasil mempekerjakan 6.500 orang – sekitar 1% dari angkatan kerja nasional. Dari semua pembangkin listrik yang menggunakan minyak serpih di seluruh dunia, dua pembangkit terbesar di seluruh dunia berada di negara ini. Pada tahun 2012, 70% dari minyak serpih yang ditambang digunakan untuk pembangkit listrik, atau sekitar 85% dari total produksi listrik Estonia. Sejumlah kecil minyak serpih digunakan untuk memproduksi serpih minyak, jenis minyak sintetis yang diekstraksi dari minyak serpih dengan menggunakan metode pirolisis, tetapi masih cukup untuk membuat Estonia menjadi produsen serpih minyak kedua di dunia setelah Tiongkok. Selain itu, minyak serpih dan produk-produknya yang digunakan di Estonia untuk bahan baku industri semen. Ada dua jenis minyak serpih di Estonia, yang keduanya adalah batuan sedimen yang terpendam selama periode Ordovisium.[2] Yang pertama adalah argilit graptolitik yang paling banyak tersedia. Namun, karena kadar senyawa organik yang relatif rendah, jenis tersebut tidak digunakan di industri. Jeni kedua adalah kukersite, yang telah ditambang selama hampir seratus tahun dan diperkirakan akan bertahan hingga 25-30 tahun kedepan. Pada akhir 2012, total kukersite yang ada di Estonia sebesar 4,8 miliar ton. Deposit kukersite di Estonia menyumbang 1,1% dari seluruh deposit minyak serpih di seluruh dunia. Di abad 18 dan 19, minyak serpih Estonia telah diteliti oleh beberapa ilmuwan dan digunakan sebagai bahan bakar kelas rendah. Penggunaannya dalam industri dimulai pada tahun 1916. Produksi serpih minyak dimulai pada tahun 1921 dan minyak serpih pertama kali digunakan untuk menghasilkan listrik pada tahun 1924.[3] Tidak lama setelah itu, penelitian tersistematis mengenai minyak serpih dan produk-produknya mulai dilakukan, dan pada tahun 1938 departemen pertambangan didirikan di Universitas Teknologi Tallinn. Setelah Perang Dunia II, minyak serpih gas Estonia digunakan di Sankt Petesburg (waktu itu disebut Leningrad) dan di kota-kota utara Estonia sebagai pengganti gas alam. Peningkatan kebutuhan listrik di Uni Soviet bagian utara-barat menyebabkan pembangunan besar pembangkit listrik tenaga minyak. Ekstraksi minyak serpih mencapai puncaknya pada tahun 1980. Kemudian, pengoperasian reaktor nuklir di Rusia, khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Leningrad, mengurangi permintaan listrik yang dihasilkan dari serpih minyak, dan pada tahun 1990-an, terjadi penurunan penambangan minyak serpih. Setelah menurun selama dua dekade, pertambangan minyak serpih mulai meningkat lagi pada awal abad ke-21. Industri ini memiliki dampak terhadap lingkungan. Pada tahun 2012, industri minyak serpih menghasilkan sekitar 70% dari limbah biasa, 82% dari limbah berbahaya, dan lebih dari 70% emisi gas rumah kaca di Estonia. Industri ini mengakibatkan kadar air dalam tanah berkurang, siklus air yang berubah, dan merusak kualitas air. Air yang dipompa dari tambang dan digunakan untuk pembangkit listrik dengan serpih minyak telah menggunakan lebih dari 90% semua air yang digunakan di Estonia. Referensi
|