Melati putih

Melati putih
Melati putih dengan bunganya
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Kerajaan: Plantae
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Eudikotil
Klad: Asterid
Ordo: Lamiales
Famili: Oleaceae
Genus: Jasminum
Spesies:
J. sambac
Nama binomial
Jasminum sambac
(L.) Sol. ex Aiton, 1789[1]
Sinonim

Referensi:[2] [3]

  • Nyctanthes Sambac L., 1753[4] (basionym).
  • Jasminum bicorollatum Noronha
  • J. blancoi Hassk.
  • J. fragrans Salisb. (nom. illeg.)
  • J. heyneanum Wall. ex G. Don.
  • J. odoratum Noronha
  • J. quinqueflorum Heyne ex G. Don.
  • J. undulatum (L.) Willd.
  • J. zambac Roxb.
  • Mogorium gimea Zuccagni
  • Mogorium goaense Zuccagni
  • Nyctanthes goa Steud.

Melati putih atau Jasminum sambac adalah spesies melati yang berasal dari Asia selatan (di India, Myanmar dan Sri Lanka. Penyebaranya dimulai dari Hindustan ke Indocina, lalu Kepulauan Melayu. Bunga ini menjadi satu dari tiga bunga nasional Indonesia (sebagai "Puspa Bangsa"). Bunga ini juga menjadi bunga nasional Filipina.

Melati putih tumbuh di pekarangan dan dapat digunakan sebagai tanaman pagar. Ketinggiannya dapat mencapai 2 meter.

Morfologi

Melati dapat digolongkan sebagai semak, bisa juga agak merambat.[5] Melati merambat dengan "berantakan" (terjurai), atau "longgar" ketika masih muda.[6] Batangnya bulat berkayu dengan tinggi 0,3-3 meter.[3] Ia memiliki batang yang bercabang, dan berwarna coklat.[7] Daun melati putih berjenis tunggal, tangkai daun pendek, dengan ukuran sekitar 5 mm, dengan letak yang berhadapan. Helaian daunnya berbentuk bulat telur, hingga menjorong, ujungnya runcing, pangkalnya membulat, tepinya rata, tulang daunnya menyirip, dengan ukuran 5-10 cm × 4–6 cm. Perbungaannya termasuk majemuk,[3] tumbuh di ketiak daun,[7] terbatas dengan jumlah 3 bunga atau sebuah tandan padat dengan banyak bunga. Bunganya tunggal atau berpasangan (di varietas kultivasi), dengan 7-10 ruas kelopak, panjang 2,5–7 mm, berbulu halus, panjang tabung mahkota 7–15 mm, sebanyak 5 cuping, bundar telur atau lonjong, panjang 8–15 mm, kebanyakan putih, beraroma kuat.[6] Mahkota bunganya berbentuk lembaran mengerut, seperti terompet, yang berwarna putih,[3] dan berbau wangi.[5] Buahnya termasuk buah buni, mengkilap, dan berwarna hitam, dan dikelilingi kelopak. Beberapa varietas melati berbunga ganda dikenal tidak menghasilkan buah.[6]

Akarnya termasuk tunggang,[7] sulit untuk dipatahkan, -kalaupun dipatahkan-, bekasnya tidak rata, dan juga tidak berserat.[3] Akarnya berbuku-buku/membesar.[6]

Makna penting

Pengantin Jawa Surakarta yang dihiasi roncen melati.

Melati putih atau sampaguita (dalam bahasa Tagalog) ditetapkan sebagai bunga nasional Filipina sejak tahun 1934 oleh Gubernur Jenderal Filipina, Frank Murphy, melalui proklamasi No. 652.[8][9][10] Orang Filipina merangkai jalinan bunga melati menjadi kalung roncean, korsase rangkaian bunga, dan mahkota bunga.[11][12] Ronce bunga ini ada yang jarang-jarang ada yang padat, umumnya dijual oleh pedagang kembang di depan gereja atau di persimpangan jalan.[13]

Melati putih adalah salah satu dari bunga nasional Indonesia (ditetapkan secara resmi melalui Undang-undang tahun 1990), dua bunga nasional lainnya adalah anggrek bulan dan padma raksasa.[9] Makna penting melati putih dalam budaya Indonesia sudah dikenal jauh lebih tua. Telah lama dikenal sebagai bunga suci dalam tradisi Indonesia, melambangkan kesucian, keanggunan yang sederhana, dan ketulusan. Ia juga melambangkan keindahan dalam kesederhanaan dan kerendahan hati, karena meskipun bunga putih ini kecil dan sederhana, tetapi wanginya harum semerbak. Bunga ini merupakan bunga yang paling penting dalam upacara pernikahan bagi berbagai suku bangsa di Indonesia, terutama di Jawa.[14] Kuncup bunga melati yang belum sepenuhnya mekar biasanya dipetik, dikumpulkan dan dirangkai menjadi roncean melati. Pada hari pernikahan, pengantin adat Jawa atau Sunda dihiasi roncean melati yang membentuk jaring pembungkus konde, dan sebagian lainnya membentuk rantai rumit roncean melati yang menggantung dari kepala pengantin wanita. Melati juga menghiasi keris pengantin pria, rangkaian ini disebut roncen usus-usus yang merujuk kepada bentuknya yang menyerupai usus dan dikaitkan dengan legenda Arya Penangsang. Pengantin Makassar dan Bugis juga menghiasi rambutnya dengan kuncup melati yang disematkan ke rambut menyerupai butiran mutiara. Melati juga sering dipakai sebagai bunga sesajen untuk hyang, arwah dan dewa-dewa, terutama oleh umat Hindu Bali, melati juga sering digunakan sebagai bunga taburan dalam upacara pemakaman atau ziarah makam.

Melati memiliki makna luas dalam tradisi Indonesia; ia adalah bunga kehidupan, keindahan, dan pernikahan, akan tetapi sering kali dikaitkan dengan arwah orang yang telah wafat dan kematian. Dalam lagu dan puisi perjuangan Indonesia, gugurnya bunga melati sering kali dijadikan perlambang gugurnya pahlawan yang berkorban demi bangsa dan negara. Makna ini sangat mirip dengan gugurnya bunga sakura dalam tradisi Jepang yang melambangkan gugurnya para pejuang. Lagu patriotik "Melati di Tapal Batas" (1947) karya Ismail Marzuki dan "Melati Suci"[15] (1974) karya Guruh Sukarnoputra menggambarkan melati sebagai pahlawan yang gugur di medan perjuangan, yang harumnya senantiasa hadir sebagai kusuma yang menghiasi Ibu Pertiwi. Lagu "Melati dari Jayagiri" karya Iwan Abdurachman mengibaratkan melati sebagai kecantikan seorang gadis suci dan cinta masa lalu yang telah hilang dan senantiasa dirindukan.

Di Hawaii, melati dikenal sebagai pikake, dan digunakan untuk membuat kalung rangkaian bunga harum khas Hawaii yang disebut lei. Nama 'pikake' berasal dari bahasa Hawaii yang berarti "Merak", karena putri Hawaii Kaʻiulani menyukai bunga ini dan burung merak.[10]

Di Kamboja, bunga ini digunakan sebagai persembahan sesaji untuk Buddha. Saan musim berbunga yang dimulai bulan Juni, orang Kamboja merangkai bunga ini pada lidi untuk dipersembahkan kepada Buddha dalam persembahyangan.[16]

Bunga ini umum dibudidayakan di India dan Bangladesh.[10] yang biasanya digunakan untuk membuat rangkaian bunga tebal untuk penghias rambut. Di Oman, bunga melati digunakan dalam upacara ulang tahun pertama seorang bayi. Bunga ditaburkan di atas dahi bayi sambil mengucapkan "hol hol". Bunga ini biasanya dijual dalam kemasan di antara daun almond India yang disemat dengan serat daun kurma.[17]

Di China, bunga ini menjadi campuran minuman teh melati (茉莉花茶).[3] Serta menjadi tema lagu rakyat Mo Li Hua, yang disensor oleh pemerintah komunis Republik Rakyat China karena dikaitkan dengan perjuangan demonstrasi mahasiswa pro demokrasi pada tahun 2011.[18]

Pengobatan

Melati putih yang sering disebut melati saja di Indonesia memiliki rasa bunga dan daun yang rasanya pedas, manis, dan sifatnya yang sejuk. Simplisia yang dipergunakan dalam pengobatan ini berkhasiat antiradang, merangsang keluarnya keringat (diaforetik), peluruh air seni (diuretik), dan melegakan napas. Adapun akarnya, terasa manis, pedas, netral, dan agak beracun. Ini bersifat mematikan rasa (anastesi), dan menghilangkan nyeri (analgesik). Ramuan melati putih dilarang untuk diminum oleh ibu hamil dan kondisi badan lemah.[3]

Penyakit yang kiranya bisa diobati oleh akar melati putih adalah bengkak (karena luka terpukul), nyeri karena patah tulang, sakit gigi dan kepala. Daun dan bunga melati putih digunakan untuk mengobati flu, diare, demam, menghentikan ASI, dan bisul. Rendaman akar (dicampur minyak kelapa) digunakan untuk obat tetes telinga.[3]

Referensi

  1. ^ Aiton, W. 1789. Hortus Kewensis; or, a Catalogue of the Plants Cultivated in the Royal Botanic Garden at Kew. London 1: 8. London :Printed for George Nicol, Bookseller to his Majesty.
  2. ^ The Plant List: Jasminum sambac (L.) Sol.
  3. ^ a b c d e f g h Dalimartha, Setiawan (2009) (editor:Ria Dahlianti). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. 6:107-110. Jakarta:Puspa Swara. ISBN 978-979-1480-19-2.
  4. ^ Linne, Carl von. 1753. Caroli Linnaei ... Species plantarum :exhibentes plantas rite cognitas, ad genera relatas, cum differentiis specificis, ... Tomus 1: 6. Holmiae :Impensis Laurentii Salvii (1 May 1753).
  5. ^ a b Sastrapradja, Setijati; Naiola, Beth Paul; Rasmadi, Endi Rochandi; Roemantyo; Soepardijono, Ernawati Kasim; Waluyo, Eko Baroto (Red. S. Sastrapradja) (1980). Tanaman Pekarangan. 16:84. Jakarta:Kerjasama LBN - LIPI dengan Balai Pustaka.
  6. ^ a b c d "Jasminum sambac L". Prohati. Diakses tanggal 9 May 2013. [pranala nonaktif permanen]
  7. ^ a b c "Dioscorea alata L" (PDF). Departemen Kesehatan. 14 November 2001. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-12-07. Diakses tanggal 9 May 2013. 
  8. ^ "Philippine Fast Facts: National Flower: Sampaguita". National Commission for Culture and the Arts, Republic of the Philippines. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-09-15. Diakses tanggal May 8, 2011. 
  9. ^ a b "ASEAN National Flowers". ASEAN secretariat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-02-11. Diakses tanggal May 8, 2011. 
  10. ^ a b c W. Arthur Whistler (2000). Tropical ornamentals: a guide. Timber Press. hlm. 284–285. ISBN 9780881924756. 
  11. ^ Teresita L. Rosario. "Cut Flower Production in the Philippines". Food and Agriculture Organization of the United Nations. Diakses tanggal May 8, 2011. 
  12. ^ Greg Nickles (2002). Philippines: the people. The lands, peoples, and cultures. Crabtree Publishing Company. hlm. 27. ISBN 9780778793533. 
  13. ^ Robert H. Boyer (2010). Sundays in Manila. UP Press. hlm. 230. ISBN 978-971-5426-30-5. 
  14. ^ Toto Sutater & Kusumah Effendie. "Cut Flower Production in Indonesia". Food and Agriculture Organization of the United Nations. Diakses tanggal May 8, 2011. 
  15. ^ Melati Suci
  16. ^ James H. Wandersee & Renee M. Clary. "Divinity in Bud". Human Flower Project. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-01. Diakses tanggal May 8, 2011. 
  17. ^ Tony Walsh (2004). "Jasmine Scents of Arabia" (PDF). Arab News Review. Saudi Research & Publishing Company (SRPC): 1–3. ISSN 0254-833X. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-02-18. Diakses tanggal May 8, 2011. 
  18. ^ "Jasmine stirrings in China: No awakening, but crush it anyway: The government goes to great lengths to make sure all is outwardly calm". The Economist. Diakses tanggal May 8, 2011. 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya